Muslim Fiqih - Ibadah haji yakni salah satu rukun islam yang diketahui seluruh umat secara umum, telah disepakati atas kefardhuannya. Jika seseorang menyatakan bahwa haji tidaklah wajib, maka dia keluar dari islam. Kewajiban haji ini yakni bagi setiap muslim yang mampu, sekali dalam seumur hidup, begitupula dengan umrah.
Ibadah haji dijadikan sebagai rukun islam yang kelima, rukun penutup. Hal ini memperlihatkan bahwa rukun haji yakni penyempurna keislaman seseorang. Sebab dengan berhaji seorang muslim telah menyempurnakan rukun islamnya.
Sebagian ulama menuturkan perihal keutamaan ibadah haji ini, bahwa didalamnya terdapat beraneka ragam ibadah, ibadah qauliyyah (perkataan/bacaan tertentu), ibadah badaniyah (bertumpu pada kekuatan fisik), ibadah maaliyah (bertumpu pada kelebihan harta), dan ibadah qalbiyyah (menjaga dan menata hati). Semuanya terhimpun dalam satu ibadah yaitu haji.
Seseorang yang berangkat menunaikan ibadah haji, berarti dia telah menghadapkan semua miliknya, harta, badan, kemampuan dan kebersihan hati hanya kepada Allah SWT. Kepasrahan yang tampak pada dirinya dan ketawakalan yang mantap di hatinya memperlihatkan iktikad yang sempurna. Meninggalkan sanak saudara, kekasih tercinta demi Allah SWT. Disinilah akan tampak jiwa mukmin sejati, dimana dia lebih mengutamakan kecintaan Allah daripada kecintaan manusia.
Lebih-lebih bila dia telah hingga di Makkah, menatap Ka'bah Al Musyarrofah, Baitullah, kemudian meneteskan air mata lantaran melihat kebesaran dan keagungan Allah disana, dan mencicipi kehinaan dan kekerdilan dirinya di hadapan Allah SWT. Ketika memenadang Ka'bah dia tidak lagi ingat siapapun, yang ada di mata dan ahtinya yakni kemuliaan Allah, hanya Allah yang selalu disebut-sebutnya. Subhanallah, orang semacam inilah yang akrab kepada Allah SWT.
Kewajiban Haji
Kapan ibadah haji ini diwajibkan?, disini ada khilaf. Pendapat yang shohih berdasarkan kebanyakan ulama Syafi'iyyah yakni tahun 6 Hijriyah. Sebagian menyampaikan pada tahun ke 9 Hijriyah, tahun al Wufud, tahun dimana banyak kontingen atau utusan dari beberapa tempat tiba kepada Rasulullah dan menyatakan islam dihadapan beliau. Pendapat ini dibenarkan oleh Qadhi 'Iyadh dan Al Qurthubi dan imam lainnya.. Sementara ada sebagian mengatakan, diwajibkan pada tahun 5 Hijriyah.
Ibadah Haji diwajibkan dengan firman Allah SWT (yang artinya):
" Mengerjakan haji yakni kewajiban insan terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup (mampu) mengedakan perjalanan ke Baitullah " (QS.Ali 'Imraan 97)
Yang dimaksud dengan kemampuan ialah bila seseorang mempunyai apa yang diperlukannya dalam perjalanan untuk menunaikan haji, berangkat dan kembali, berupa kesehatan tubuh, bekal, kendaraan dan yang semacam itu disamping nafkah untuk isteri dan anak-anaknya dan siapa yang ditanggungnya hingga dia kembali ke tanah airnya.
Kemampuan ini tentunya berbeda-beda berdasarkan perbedaan keadaan insan itu sendiri, tempat tinggalnya dan kendaraannya. Sebab masing-masing tempat mempunyai perbedaan ekonomi, biaya dan alat transportasi.
Al Habib Abdullah Al Haddad dalam An Nashoihud Diniyyah menyebutkan, barangsiapa yang memaksakan diri padahal dia tidak wajib haji, lantaran kerinduannya kepada Baitullah al Haram dan lantaran keinginannya untuk melaksanakan syariat agama islam, maka yang demikian memperlihatkan atas kesempurnaan iktikad dan tentu pahalanya lebih banyak dan besar.
Akan tetapi dengan syarat dia tidak menyia-nyiakan dengan alasannya yakni perjalanan hajinya sedikitpun dari hak-hak Allah, baik dalm perjalanan maupun di tanah airnya, bila tidak begitu maka dia berdosa. Seperti bila dia berangkat dan meninggalkan orang-orang yang wajib dia nafkahi dalam keadaan terlantar tidak mempunyai apa-apa, atau dalam perjalanannya mengandalkan orang lain dengan meminta-minta kepada mereka atau menyia-nyiakan sholat fardhu atau melaksanakan perbuatan yang diharamkan dalam perjalanan. Orang semacam ini yakni menyerupai orang yang membangun istana tapi pada waktu sama dia menghancurkan kota.
Maka seharusnya setiap orang yang menunaikan ibadah haji,benar-benar mempersiapkan dhohir dan bathin, sehingga setibanya di Al Haramain, Makkah dan Madinah dia tahu apa yang harus dikerjakannya. Dia harus tahu bagaimana menghormati kedua tempat suci itu dan apa saja adab atau etika dikala berada disana. Jangan hingga dia melaksanakan haji tapi diselingi dengan kemungkaran dan pelanggaran sehingga bukannya Rahmat dan Ridho Allah yang didapatnya, tapi justru Murka dan Kemarahan Nya. Sebab tidaklah sama kemungkaran yang dikerjakan di dua kota suci tersebut dengan kota lainnya. Akan lebih berat sangsi dan akibatnya.
Keutamaan Haji
Banyak sekali riwayat yang tiba menjelaskan keutamaan ibadah haji, diantaranya yakni sabda Rasulullah SAW (yang artinya):
" Barangsiapa berhaji ke Baitullah, kemudian dia tidak berkata keji dan tidak berbuat kefasikan, maka dia akan keluar dari dosa-dosanya mirip hari dia dilahirkan oleh ibunya " (HR. Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairah RA)
Imam al Baihaqi dan Ad Daaruquthni meriwayatkan bahwa Rasululah SAW bersabda (yang artinya):
" Barangsiapa keluar dari rumahnya untuk haji atau umrah, kemudian meninggal, maka dia diberi pahala sebagai orang yang haji dan umrah hingga hari kiamat. Dan siapa yang meninggal di salah satu Al Haramain (Makkah atau Madinah) maka dia tidak dihisab, kemudian dikatakan kepadanya: "Masuklah ke surga".
Rasulullah saw bersabda (yang artinya):
" Haji yang mabrur lebih baik daripada dunia dan seisinya, dan haji mabrur tiada jawaban yang setimpal baginya kecuali nirwana " (HR. Bukhori Muslim dari Abu Harairah).
Rasulullah saw bersabda (yang artinya):
" Orang yang haji dan umrah yakni tamu Allah dan para pengunjung-Nya, bila mereka memohon sesuatu kepada-Nya, maka Dia akan memberikannya. Dan bila mereka minta ampun, maka Dia akan mengampuninya dan bila mereka berdoa maka dikabulkan doa mereka dan bila mereka memohon syafaat maka mereka diberi syafaat " (HR. Ibnu Majah dari Abu Hurairah).
Abdullah bin Abbas meriwayatkan dari Nabi Muhammad saw, dia bersabda(yang artinya):
" Turun setiap hari pada Ka'bah ini 120 rahmat, enam puluh untuk orang yang thawaf, empat puluh untuk orang yang sholat disana dan dua puluh untuk orang yang memandang (nya) " (HR. Ibnu Hibban dan Al Baihaqi)
Rasulullah saw bersabda (yang artinya):
" Ya Allah ampunilah orang-orang yang haji dan orang yang dimohonkan ampun oleh orang yang haji " (HR. Al Hakim dari Abu Hurairah)
Imam Mujahid dan lainnya dari kalangan Ulama berkata :
" Sesungguhnya orang-orang yang haji manakala hingga di Makkah, maka mereka disambut oleh malaikat. Mereka (para malaikat) menjemput orang-orang yang haji. Mereka memberi salam kepada orang-orang yang mengendarai onta, menjabat tangan para pengendara keledai (binatang) dan mereka memeluk para pejalan kaki dengan pelukan hangat ".
Imam Hasan Al Bashri berkata : " Barang siapa yang meninggal sesudah ramadhan atau sesudah perang fi sabilillah atau sesudah haji maka dia meninggal sebagai syahid ". (lihat Ihya' Ulumiddin penggalan Haji)
Ancaman bagi yang bisa tapi tidak berhaji
Rasulullah SAW bersabda (yang artinya):
" Barang siapa mempunyai bekal dan kendaraan untuk menyampaikannya ke Baitullah al Haram, kemudian dia tidak berhaji, maka tiada urusan baginya mau mati dalam keadaan Yahudi atau Nashrani ". (HR. At Tirmidzi dan al Baihaqi dari Ali bin Abi Thalib)
Dari hadits diatas Ulama mengambil hikmah, bahwa haji akan menghantarkan pelakunya pada husnul khotimah, kebahagiaan dan meninggal dalam islam.
Rasulullah Saw bersabda (yang artinya):
" Sungguh seorang hamba telah Aku sehatkan jasmaninya, Aku luaskan hartanya, kemudian berlalu kepadanya lima tahun sedang dia tidak tiba kepada-Ku (berhaji), maka dia terjauhkan dari Ridho (Ku) " (HR. Ibnu Hibban dan Al Baihaqi dari Abu Sa'id al Khudri).
Harta (bekal) untuk haji
Seharusnya harta yang digunakan untuk beribadah kepada Allah yakni harta yang bersih, halal dan didapat dengan cara yang halal berdasarkan agama. Bagaimana akan tepat dan diterima ibadah haji seorang hamba bila harta yang dipakainya sebagai bekal yakni dari harta haram, mencuri, menipu dan hasil riba (membungakan uang) atau dari jalan lain yang tercela dan tidak dibenarkan berdasarkan agama.
Ada sebuah peringatan dari Rasulullah SAW, bahwa siapa yang berhaji dengan harta yang halal (bersih), berangkat dengan hati yang higienis pula dan tunduk kepada Allah, maka bila dia bertalbiah: " Laibbaik Allahumma Labbaik (Ya Allah saya tiba memenuhi panggilanMu), maka ada permintaan dari langit : " Labbaik wa Sa'daik (Allah kabulkan hajimu), kebahagiaan untukmu, perbekalanmu dari barang halal, kendaraanmu halal, maka hajimu mabrur tiada dosa bagimu". Tetapi bila dia berangkat dengan harta yang kotor, diperoleh dengan cara haram. Pada dikala dia bertalbiah, maka ada permintaan dari langit :"Panggilanmu tidak diterima, tiada kebahagiaan bagimu, perbekalan dan nafakahmu haram, hajimu tertolak dan mendatangkan dosa". Hadits ini diriwayatkan oleh Ath Thabarani dalam Mu'jamul Ausath dari Abu Hurairah RA. Wallahu A'lam.
Ibadah haji dijadikan sebagai rukun islam yang kelima, rukun penutup. Hal ini memperlihatkan bahwa rukun haji yakni penyempurna keislaman seseorang. Sebab dengan berhaji seorang muslim telah menyempurnakan rukun islamnya.
Sebagian ulama menuturkan perihal keutamaan ibadah haji ini, bahwa didalamnya terdapat beraneka ragam ibadah, ibadah qauliyyah (perkataan/bacaan tertentu), ibadah badaniyah (bertumpu pada kekuatan fisik), ibadah maaliyah (bertumpu pada kelebihan harta), dan ibadah qalbiyyah (menjaga dan menata hati). Semuanya terhimpun dalam satu ibadah yaitu haji.
Seseorang yang berangkat menunaikan ibadah haji, berarti dia telah menghadapkan semua miliknya, harta, badan, kemampuan dan kebersihan hati hanya kepada Allah SWT. Kepasrahan yang tampak pada dirinya dan ketawakalan yang mantap di hatinya memperlihatkan iktikad yang sempurna. Meninggalkan sanak saudara, kekasih tercinta demi Allah SWT. Disinilah akan tampak jiwa mukmin sejati, dimana dia lebih mengutamakan kecintaan Allah daripada kecintaan manusia.
Lebih-lebih bila dia telah hingga di Makkah, menatap Ka'bah Al Musyarrofah, Baitullah, kemudian meneteskan air mata lantaran melihat kebesaran dan keagungan Allah disana, dan mencicipi kehinaan dan kekerdilan dirinya di hadapan Allah SWT. Ketika memenadang Ka'bah dia tidak lagi ingat siapapun, yang ada di mata dan ahtinya yakni kemuliaan Allah, hanya Allah yang selalu disebut-sebutnya. Subhanallah, orang semacam inilah yang akrab kepada Allah SWT.
Kewajiban Haji
Kapan ibadah haji ini diwajibkan?, disini ada khilaf. Pendapat yang shohih berdasarkan kebanyakan ulama Syafi'iyyah yakni tahun 6 Hijriyah. Sebagian menyampaikan pada tahun ke 9 Hijriyah, tahun al Wufud, tahun dimana banyak kontingen atau utusan dari beberapa tempat tiba kepada Rasulullah dan menyatakan islam dihadapan beliau. Pendapat ini dibenarkan oleh Qadhi 'Iyadh dan Al Qurthubi dan imam lainnya.. Sementara ada sebagian mengatakan, diwajibkan pada tahun 5 Hijriyah.
Ibadah Haji diwajibkan dengan firman Allah SWT (yang artinya):
" Mengerjakan haji yakni kewajiban insan terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup (mampu) mengedakan perjalanan ke Baitullah " (QS.Ali 'Imraan 97)
Yang dimaksud dengan kemampuan ialah bila seseorang mempunyai apa yang diperlukannya dalam perjalanan untuk menunaikan haji, berangkat dan kembali, berupa kesehatan tubuh, bekal, kendaraan dan yang semacam itu disamping nafkah untuk isteri dan anak-anaknya dan siapa yang ditanggungnya hingga dia kembali ke tanah airnya.
Kemampuan ini tentunya berbeda-beda berdasarkan perbedaan keadaan insan itu sendiri, tempat tinggalnya dan kendaraannya. Sebab masing-masing tempat mempunyai perbedaan ekonomi, biaya dan alat transportasi.
Al Habib Abdullah Al Haddad dalam An Nashoihud Diniyyah menyebutkan, barangsiapa yang memaksakan diri padahal dia tidak wajib haji, lantaran kerinduannya kepada Baitullah al Haram dan lantaran keinginannya untuk melaksanakan syariat agama islam, maka yang demikian memperlihatkan atas kesempurnaan iktikad dan tentu pahalanya lebih banyak dan besar.
Akan tetapi dengan syarat dia tidak menyia-nyiakan dengan alasannya yakni perjalanan hajinya sedikitpun dari hak-hak Allah, baik dalm perjalanan maupun di tanah airnya, bila tidak begitu maka dia berdosa. Seperti bila dia berangkat dan meninggalkan orang-orang yang wajib dia nafkahi dalam keadaan terlantar tidak mempunyai apa-apa, atau dalam perjalanannya mengandalkan orang lain dengan meminta-minta kepada mereka atau menyia-nyiakan sholat fardhu atau melaksanakan perbuatan yang diharamkan dalam perjalanan. Orang semacam ini yakni menyerupai orang yang membangun istana tapi pada waktu sama dia menghancurkan kota.
Maka seharusnya setiap orang yang menunaikan ibadah haji,benar-benar mempersiapkan dhohir dan bathin, sehingga setibanya di Al Haramain, Makkah dan Madinah dia tahu apa yang harus dikerjakannya. Dia harus tahu bagaimana menghormati kedua tempat suci itu dan apa saja adab atau etika dikala berada disana. Jangan hingga dia melaksanakan haji tapi diselingi dengan kemungkaran dan pelanggaran sehingga bukannya Rahmat dan Ridho Allah yang didapatnya, tapi justru Murka dan Kemarahan Nya. Sebab tidaklah sama kemungkaran yang dikerjakan di dua kota suci tersebut dengan kota lainnya. Akan lebih berat sangsi dan akibatnya.
Keutamaan Haji
Banyak sekali riwayat yang tiba menjelaskan keutamaan ibadah haji, diantaranya yakni sabda Rasulullah SAW (yang artinya):
" Barangsiapa berhaji ke Baitullah, kemudian dia tidak berkata keji dan tidak berbuat kefasikan, maka dia akan keluar dari dosa-dosanya mirip hari dia dilahirkan oleh ibunya " (HR. Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairah RA)
Imam al Baihaqi dan Ad Daaruquthni meriwayatkan bahwa Rasululah SAW bersabda (yang artinya):
" Barangsiapa keluar dari rumahnya untuk haji atau umrah, kemudian meninggal, maka dia diberi pahala sebagai orang yang haji dan umrah hingga hari kiamat. Dan siapa yang meninggal di salah satu Al Haramain (Makkah atau Madinah) maka dia tidak dihisab, kemudian dikatakan kepadanya: "Masuklah ke surga".
Rasulullah saw bersabda (yang artinya):
" Haji yang mabrur lebih baik daripada dunia dan seisinya, dan haji mabrur tiada jawaban yang setimpal baginya kecuali nirwana " (HR. Bukhori Muslim dari Abu Harairah).
Rasulullah saw bersabda (yang artinya):
" Orang yang haji dan umrah yakni tamu Allah dan para pengunjung-Nya, bila mereka memohon sesuatu kepada-Nya, maka Dia akan memberikannya. Dan bila mereka minta ampun, maka Dia akan mengampuninya dan bila mereka berdoa maka dikabulkan doa mereka dan bila mereka memohon syafaat maka mereka diberi syafaat " (HR. Ibnu Majah dari Abu Hurairah).
Abdullah bin Abbas meriwayatkan dari Nabi Muhammad saw, dia bersabda(yang artinya):
" Turun setiap hari pada Ka'bah ini 120 rahmat, enam puluh untuk orang yang thawaf, empat puluh untuk orang yang sholat disana dan dua puluh untuk orang yang memandang (nya) " (HR. Ibnu Hibban dan Al Baihaqi)
Rasulullah saw bersabda (yang artinya):
" Ya Allah ampunilah orang-orang yang haji dan orang yang dimohonkan ampun oleh orang yang haji " (HR. Al Hakim dari Abu Hurairah)
Imam Mujahid dan lainnya dari kalangan Ulama berkata :
" Sesungguhnya orang-orang yang haji manakala hingga di Makkah, maka mereka disambut oleh malaikat. Mereka (para malaikat) menjemput orang-orang yang haji. Mereka memberi salam kepada orang-orang yang mengendarai onta, menjabat tangan para pengendara keledai (binatang) dan mereka memeluk para pejalan kaki dengan pelukan hangat ".
Imam Hasan Al Bashri berkata : " Barang siapa yang meninggal sesudah ramadhan atau sesudah perang fi sabilillah atau sesudah haji maka dia meninggal sebagai syahid ". (lihat Ihya' Ulumiddin penggalan Haji)
Ancaman bagi yang bisa tapi tidak berhaji
Rasulullah SAW bersabda (yang artinya):
" Barang siapa mempunyai bekal dan kendaraan untuk menyampaikannya ke Baitullah al Haram, kemudian dia tidak berhaji, maka tiada urusan baginya mau mati dalam keadaan Yahudi atau Nashrani ". (HR. At Tirmidzi dan al Baihaqi dari Ali bin Abi Thalib)
Dari hadits diatas Ulama mengambil hikmah, bahwa haji akan menghantarkan pelakunya pada husnul khotimah, kebahagiaan dan meninggal dalam islam.
Rasulullah Saw bersabda (yang artinya):
" Sungguh seorang hamba telah Aku sehatkan jasmaninya, Aku luaskan hartanya, kemudian berlalu kepadanya lima tahun sedang dia tidak tiba kepada-Ku (berhaji), maka dia terjauhkan dari Ridho (Ku) " (HR. Ibnu Hibban dan Al Baihaqi dari Abu Sa'id al Khudri).
Harta (bekal) untuk haji
Seharusnya harta yang digunakan untuk beribadah kepada Allah yakni harta yang bersih, halal dan didapat dengan cara yang halal berdasarkan agama. Bagaimana akan tepat dan diterima ibadah haji seorang hamba bila harta yang dipakainya sebagai bekal yakni dari harta haram, mencuri, menipu dan hasil riba (membungakan uang) atau dari jalan lain yang tercela dan tidak dibenarkan berdasarkan agama.
Ada sebuah peringatan dari Rasulullah SAW, bahwa siapa yang berhaji dengan harta yang halal (bersih), berangkat dengan hati yang higienis pula dan tunduk kepada Allah, maka bila dia bertalbiah: " Laibbaik Allahumma Labbaik (Ya Allah saya tiba memenuhi panggilanMu), maka ada permintaan dari langit : " Labbaik wa Sa'daik (Allah kabulkan hajimu), kebahagiaan untukmu, perbekalanmu dari barang halal, kendaraanmu halal, maka hajimu mabrur tiada dosa bagimu". Tetapi bila dia berangkat dengan harta yang kotor, diperoleh dengan cara haram. Pada dikala dia bertalbiah, maka ada permintaan dari langit :"Panggilanmu tidak diterima, tiada kebahagiaan bagimu, perbekalan dan nafakahmu haram, hajimu tertolak dan mendatangkan dosa". Hadits ini diriwayatkan oleh Ath Thabarani dalam Mu'jamul Ausath dari Abu Hurairah RA. Wallahu A'lam.
Buat lebih berguna, kongsi: