Musli Fiqih - Sebagai umat islam kita wajib menyayangi Nabi Muhammad SAW dengan sepenuh hati. bahkan tidak dikatakan tepat doktrin seseorang sebelum ia menyayangi Rasulullah SAW melebihi apapun di dunia ini termauk harta, istri, anak, dan kedua orang bau tanah kita sekalipun. jasa dan kebaikan Rasulullah tak mungkin pernah bisa kita balas dengan apapun. kasih sayangnya kepada kita umatnya terang jauh melebihi kasih sayang kedua orang bau tanah kita sekalipun. kita masuk nirwana kelak insyaallah juga melalui mediator Nabi Muhammad SAW. bagaimana kita akan membalas jasa jasanya. kenapa hanya dengan menyayangi dan merindukannya susah bagi kita?
Ambillah teladan dari para sahabat Nabi, cinta dan mahhabbah kepada Nabi ini benar benar dijalankan oleh para sahabat yang tinggal di zaman Nabi Muhammad SAW dan sesudahnya. mereka mempraktekkan kecintaan yang nrimo dan sesungguhnya hingga nyawa, harta dan keluarga pun menjadi taruhannya. ituah bukti dan sebaik baik cinta yang sebenarnya. merek tidak rela Nabi disakiti sedikitpun oleh musuh musuh islam.
baca juga : profil biografi Habib Umar bin Hafidz
baca juga : profil biografi Habib Umar bin Hafidz
Sebuah kecintaan yang masuk akal dan memang wajib bagi kita kaum muslimin. amal dan ibadah kita tidak bisa menciptakan kita selamat di darul abadi kelak, syafaat dan tunjangan Nabi Muhammad SAW lah yang akan menyelamatkan kita dari siksa api neraka. maka dari itu muslim fiqih akan membagikan sedikit kisah dan dongeng perihal bagaimana bukti kecintaan para sahabat Nabi kepada Rasulullah SAW. berikut kisahnya menurut hadist - hadits / riwayat yang ada . . .
Kisah dan Bukti Kecintaan Para Sahabat Kepada Rasulullah SAW :
Seorang shahabiyah (sahabat wanita) mulia, yang bapaknya, saudaranya dan suaminya terbunuh di Perang Uhud tatkala dikabari isu sedih tersebut justru ia malah bertanya bagaimana keadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu dikatakan kepadanya, “Beliau (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) baik-baik saja menyerupai yang engkau harapkan.” Dia menjawab, “Biarkan saya melihatnya.” Tatkala ia melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dia mengatakan, “Sungguh semua petaka terasa ringan wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali bila hal itu menimpamu.” (Sirah Nabawiyyah Libni Hisyam, 2:99).
Diriwayatkan dari Ibnu Sirin, ia berkata: Aku pernah berkata kepada Ubaidah bin Al-Jarrah, “Aku mempunyai sebagian dari rambut Nabi saw. Kami menerimanya dari Anas bin Malik atau dari keluarga Anas.” Maka Ubaidah berkata, “Sungguh, satu lembar rambut Nabi saw. yang ada padaku lebih saya cintai daripada dunia dan seisinya.” (HR. Bukhari).
Kisah kecintaan sahabat kepada Rasulullah saw. banyak diungkapkan dalam sejarah. Salah satunya ditunjukan oleh Umar bin Khatthab. ”Ya Rasulullah, saya mencintaimu lebih dari segalanya, kecuali jiwaku,” kata Umar. Mendengar itu, Rasulullah saw. menjawab, ”Tak seorang pun di antara kalian beriman, hingga saya lebih mereka cintai daripada jiwamu.”
”Demi Dzat yang menurunkan kitab suci Al-Quran kepadamu, saya mencintaimu melebihi kecintaanku kepada jiwaku sendiri,” sahut Umar spontan. Maka Rasulullah saw. pun menukas, ”Wahai Umar, kini kau telah mendapatkan doktrin itu” (HR. Bukhari).
Seorang sahabat mulia yang keluarganya yaitu Quraisy, ia ditangkap oleh Quraisy untuk dibunuh, maka berkata Abu Sufyan berkata kepadanya, “Wahai Zaid, semoga Allah menguatkanmu, apakah engkau senang bila Muhammad menggantikan posisimu kini untuk dipenggal kepalanya sedang engkau duduk bagus bersama keluargamu..?!! Maka impulsif Zaid menjawab, “Demi Allah, sungguh tidakkah saya senang bila Muhammad kini tertusuk duri di tempatnya, sedang saya bersenang-senang bersama keluargaku.” Abu Sufyan pun mengatakan, “Saya tidak melihat seorang pun yang kecintaannya melebihi kecintaan sahabat-sahabat Muhammad kepada Muhammad.” (Sirah Nabawiyyah Libni Hisyam, 3:160).
Seorang shahabiyah (sahabat wanita) mulia, yang bapaknya, saudaranya dan suaminya terbunuh di Perang Uhud tatkala dikabari isu sedih tersebut justru ia malah bertanya bagaimana keadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu dikatakan kepadanya, “Beliau (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) baik-baik saja menyerupai yang engkau harapkan.” Dia menjawab, “Biarkan saya melihatnya.” Tatkala ia melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dia mengatakan, “Sungguh semua petaka terasa ringan wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali bila hal itu menimpamu.” (Sirah Nabawiyyah Libni Hisyam, 2:99).
Diriwayatkan dari Ibnu Sirin, ia berkata: Aku pernah berkata kepada Ubaidah bin Al-Jarrah, “Aku mempunyai sebagian dari rambut Nabi saw. Kami menerimanya dari Anas bin Malik atau dari keluarga Anas.” Maka Ubaidah berkata, “Sungguh, satu lembar rambut Nabi saw. yang ada padaku lebih saya cintai daripada dunia dan seisinya.” (HR. Bukhari).
Kisah kecintaan sahabat kepada Rasulullah saw. banyak diungkapkan dalam sejarah. Salah satunya ditunjukan oleh Umar bin Khatthab. ”Ya Rasulullah, saya mencintaimu lebih dari segalanya, kecuali jiwaku,” kata Umar. Mendengar itu, Rasulullah saw. menjawab, ”Tak seorang pun di antara kalian beriman, hingga saya lebih mereka cintai daripada jiwamu.”
”Demi Dzat yang menurunkan kitab suci Al-Quran kepadamu, saya mencintaimu melebihi kecintaanku kepada jiwaku sendiri,” sahut Umar spontan. Maka Rasulullah saw. pun menukas, ”Wahai Umar, kini kau telah mendapatkan doktrin itu” (HR. Bukhari).
Seorang sahabat mulia yang keluarganya yaitu Quraisy, ia ditangkap oleh Quraisy untuk dibunuh, maka berkata Abu Sufyan berkata kepadanya, “Wahai Zaid, semoga Allah menguatkanmu, apakah engkau senang bila Muhammad menggantikan posisimu kini untuk dipenggal kepalanya sedang engkau duduk bagus bersama keluargamu..?!! Maka impulsif Zaid menjawab, “Demi Allah, sungguh tidakkah saya senang bila Muhammad kini tertusuk duri di tempatnya, sedang saya bersenang-senang bersama keluargaku.” Abu Sufyan pun mengatakan, “Saya tidak melihat seorang pun yang kecintaannya melebihi kecintaan sahabat-sahabat Muhammad kepada Muhammad.” (Sirah Nabawiyyah Libni Hisyam, 3:160).
Diriwayatkan dari ‘Aisyah ra., ia berkata: Suatu hari telah tiba Hindun binti Utbah, ia berkata, “Wahai Rasulullah! Seluruh penghuni rumah yang ada di muka bumi, lebih saya sukai mereka terhina dari pada penghuni rumahmu. Dan tidak ada penghuni suatu rumah di muka bumi di pagi hari yang lebih saya cintai semoga mereka menjadi mulia dari pada penghuni rumahmu… (Mutafaq ‘alaih)
Betapa cinta sahabat kepada Rasulullah saw., tergambar ketika Rasulullah saw. bersama Abu Bakar ash-Shiddiq beristirahat di Gua Tsur dalam perjalanan hijrah dari Makkah ke Madinah secara sembunyi-sembunyi. Kala itu Rasulullah saw. tertidur berbantalkan paha Abu Bakar. Tiba-tiba Abu Bakar merasa kesakitan lantaran kakinya digigit kalajengking. Tapi, dia berusaha sekuat tenaga menahan sakit, hingga mencucurkan air mata, jangan hingga pahanya bergerak, khawatir Rasulullah saw. terbangun.
Abu Thalhah radhiallahu’anhu pada waktu Perang Uhud, dia membabi buta melemparkan panah-panah ke arah musuh hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat ada sedikit rasa iba kepada musuh. Maka Abu Thalhah radhiallahu’anhu, “Demi bapak dan ibuku yang jadi tebusanmu, wahai Rasulullah, jangan engkau merasa iba dengan mereka, lantaran panah-panah mereka telah melukai dan menusukmu, sesungguhnya leherku jadi tameng lehermu.” (HR. Bukhari, no.3600 dan Muslim, no.1811).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a bahwa Tsumamah bin Tsaal berkata: Ya Muhammad, demi Allah, dulu tidak ada di muka bumi ini satu wajah pun yang paling saya benci daripada wajahmu. Tapi, balasannya wajahmu menjadi wajah yang paling saya cintai. Demi Allah, dulu tidak ada suatu agama pun yang paling saya benci daripada agamamu, tapi kini agamamu menjadi agama yang paling saya cintai. Demi Allah, dulu tidak ada suatu negeri pun yang paling saya benci daripada negerimu, tapi kini negerimu menjadi negeri yang paling saya cintai. (Mutafaq ‘alaih).
Diriwayatkan dari ‘Aisyah r.a bahwa Saad pernah berkata: Ya Allah, sungguh engkau mengetahui bahwa tidak ada seorang pun yang lebih saya sukai untuk diperangi karenamu daripada suatu kaum yang mendustakan Rasul-Mu dan mengusirnya. (Mutafaq 'Alaih).
Anas bin Malik berkata: Sesunguhnya Rasulullah saw. pada dikala perang Uhud telah terpojok sendirian bersama tujuh orang Anshar dan dua orang Quraisy (Muhajirin). Ketika musuh (kaum Musyrik) telah merangsek mendekati beliau, dia bersabda, “Siapa yang bisa menolak mereka dari kita, maka ia akan masuk nirwana atau menjadi temanku di surga.” Maka majulah seorang pria dari kaum Anshar kemudian memerangi musuh hingga terbunuh. Kemudian musuh kembali merangsek mendekat. Beliau bersabda, “Siapa yang bisa menolak mereka dari kita, maka ia akan masuk nirwana atau menjadi temanku di surga.” Maka majulah seorang pria dari kaum Anshar, kemudian memerangi musuh hingga ia terbunuh. Hal menyerupai itu terjadi berulang-ulang hingga terbunuhlah tujuh orang Anshar. Rasulullah bersabda kepada dua sahabatnya (dari Muhajirin), “Kita tidak sebanding dengan para sahabat kita itu.”(HR. Muslim)
Kisah kecintaan Abu Bakr Ash Shiddiq r.a. Pada dikala pertama kali dia dan Rasulullah s.a.w pergi ke Ka'bah untuk menyatakan keIslamannya dihadapan kafir-kafir Quraisy, Rasulullah s.a.w menyarankan jangan, tetapi lantaran kecintaan dia kepada Agama Allah SWT dan Rasulul-Nya. Beliau eksklusif saja mengucapkan kalimah tauhid dihadapan pemuka-pemuka kaum kafir Quraisy, pada dikala itulah belau dan Rasulullah s.a.w diserang oleh orang Quraisy dan Abu bakr r.a melindungi badan Rasulullah s.a.w dengan tubuhnya. Abu Bakr r.a ditendang, dipukul dengan terompah (sepatu/kasut) sehingga berdarah badan dia sedemikian parahnya sehingga dia tidak sadarkan diri 1 hari lamanya, dalam keadaan yang demikian, Bani Teen, orang dari suku dia membawa dia pulang, sedang Rasulullah s.a.w telah Allah SWT selamatkan dengan Qudrah-Nya.Setelah usang tak sadarkan diri Abu Bakr r.a. membuka mata dan kata-kata yang pertama keluar dari verbal dia ialah:"Bagaimana keadaan Rasulullah s.a.w ?" Kata-kata ini berulang-ulang terucap dari verbal dia dan berkata:"Demi Allah, saya tidak akan makan sesuatu apapun sehingga saya melihat wajah Rasulullah s.a.w."
Dari Abdullah bin Abu Bakar ra., '.Sesungguhnya Sa'ad bin Muadz r.a berkata kepada Nabi SAW. "Ya Rasulullah. mahukah engkau kami buatkan sebuah benteng dan kami siapkan di sisimu sebuah kenderaan. Kemudian kami maju berhadapan dengan musuh, jikalau kami diberi kemenangan oleh ALLAH maka itulah yang kami harapkan. tapi jikalau terjadi sebaliknya, maka engkau sanggup segera pergi dengan kenderaan ini. Menemui pasukan kita yang masih ada di belakang kita. Sebab di belakang kami tertinggal sejumlah kaum yang sangat mencintaimu. Sungguh andaikata mereka tahu bahwa engkau akan berperang niscaya mereka akan ikut semuanya. Akan tetapi di sebabkan mereka tidak tahu bahwa engkau akan menemui pasukan musuh menyerupai ini. Maka tidaklah hairan jikalau sebahagian orang tidak ikut bersama engkau." Maka Rasullah SAW menyatakan terimakasihnya dan mendoakan kebaikan baginya, kemudian mereka membangunkan sebuah benteng bagi Nabi.
(Ibnu Ishaq, Al-Bidayah 3/268)
Diriwayatkan dari ‘Aisyah r.a: Maka Abu Bakar berkata, “Demi Allah, sungguh saya lebih cinta bersilaturrahmi kepada kerabat Rasulullah saw. daripada kepada kerabatku.” (HR. Bukhari).
Alibi Abi Thalib, Beliau pernah ditanya perihal cintanya kepada Rasulullah s.a.w. dia menjawab: "Demi Allah, kami menganggap Rasulullah s.a.w, lebih berharga dari belum dewasa kami dan ibu-ibu kami. Untuk berada disamping baginda yaitu lebih berharga kepada kami daripada meminum air sejuk ketika terasa terlalu dahaga."
Ali bin Abi Thalib pulalah yang mengantikan daerah tidur Rasulullah s.a.w pada dikala rumah Rasulullah s.a.w dikepung oleh pemuda-pemuda dan tukang bunuh dari aneka macam kabilah di Quraisy dengan senjata terhunus, demi menyelamatkan Rasulullah s.a.w dia tidur mengantikan tenpat tidur nabi dan dia Rasulullah s.a.w tugaskan untuk memulangkan barang amanah yang pernah dititipkan oleh kaum Quraisy kepada Rasulullah s.a.w.
Kisah kecintaan Tsauban, Sahabat Nabi Muhammad SAW ini tinggal di Madinah sepanjang hidup Rasul SAW. Namun suatu dikala dari hari ke hari tubuhnya semakin kurus dan ringkih. Ketika ditanya oleh sahabat-sahabat yang lain, dia tidak mau menjawab. Namun dikala ditanya sendiri oleh Nabi, Tsauban menjawab,
“Wahai Rasul, saya ini bergotong-royong orang yang kuat. Saya sanggup menahan lapar dan haus saya dikala sedang tidak ada masakan atau minuman. Saya juga tahan pergi perang dan tidak bertemu berbulan-bulan dengan keluarga saya. Tapi ada satu hal yang saya tidak tahan, yaitu apabila tiba kerinduan kepadamu di siang hari, tak bisa saya tunggu malam untuk berjumpa denganmu. Apabila tiba kerinduan padamu di malam hari, tak bisa ku tunggu pagi untuk berjumpa denganmu. Sepanjang waktu itu saya berada dalam keadaan gelisah, susah, tidak yummy makan dan tidur hingga saya sanggup berjumpa denganmu, ya Rasulullah.
Masalahnya, dikala di dunia, engkau begitu gampang ditemui. Yang saya pikirkan nanti di hari akhirat. Engkau yaitu Rasulullah, sementara saya hanyalah Tsauban. Engkau niscaya akan ditempatkan bersama para Nabi di surganya yang paling tinggi. Sementara aku, andai pun Allah mengampuni dosa-dosaku dan berada di surga, niscaya surgaku berada di bawah surgamu, ya Rasulullah. Dan apalah artinya nirwana jikalau saya tidak sanggup berjumpa denganmu ya, Rasulullah. Inilah yang menciptakan saya terus kepikiran dan membuatku semakin kurus dan pucat wajahku.”
Nabi bengong kemudian Allah menawarkan isu bangga kepada “Tsauban-Tsauban berikutnya hingga sekarang”, sebuah wahyu lewat malaikat Jibril. Nabi segera tersenyum dan berkata, “Wahai Tsauban, dengarkanlah, Allah telah mengirimkan untukmu satu ayat yang merupakan jaminan bagimu. Satu ayat yang merupakan kabar bangga untukmu dan orang-orang yang mengikuti jalanmu: “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bantu-membantu dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah sahabat yang sebaik-baiknya.” (QS 4: 69)
Simaklah Cerita Sayyidina Abu Bakar kepada sahabat-sahabatnya dari para ulama:
“Di tengah perjalanan hijrah bersama Nabi Muhammad SAW, dikala itu sedang ekspresi dominan panas yang sangat luar biasa. Di siang yang terik sekali, kami mencari naungan untuk beristirahat hingga matahari agak condong ke arah barat. Setelah menemukan naungan, saya membersihkan tempatnya kemudian saya gelar selimut kain untuk bantalan tidur kemudian saya mempersilakan dia untuk beristirahat.
Ketika saya lihat Nabi Muhammad sudah memejamkan mata, saya melihat keadaan sekitar dan melihat pengembala dengan kawanan kambingnya. Saya menuju orang tersebut dan bertanya kambing itu milik siapa. Pengembala itu menyebutkan nama seseorang yang sangat saya kenal dan mempunyai hubungan baik dengan mereka di Kota Makkah. Kemudian saya meminta pengembala tersebut untuk memerahkan semangkuk susu. Begitu dapat, saya berusaha untuk mendinginkannya. Saya kemudian mengalirkan air di bawah mangkuk tersebut semoga susunya menjadi dingin. Setelah itu saya menuju ke daerah Nabi SAW, saya tunggu hingga dia bangun. Begitu Nabi bangun, saya sodorkan susu tersebut dan menceritakan dari mana susu tersebut berasal. Nabi kemudian mengambilnya dan meminumnya, hingga habis susu tersebut dan hilanglah dahagaku.”
Ajaib kah? Pertama, Sayyidina Abu Bakar mempersilakan Rasul untuk beristirahat sementara dia berjaga. Padahal yang bepergian mereka berdua, seharusnya yang kelelahan juga niscaya mereka berdua. Di bencana selanjutnya, dia bahkan tidak mencecap susu satu tetes pun, namun dia menyampaikan hanya dengan melihat Nabi meminumnya, maka dahaga dia ikut hilang dan seolah-olah ikut mencicipi kesegarannya. Karena bagi dia, keselamatan Nabi, kenyamanan Nabi, lebih daripada kenyamanannya sendiri. Ini jalan cinta, yang diambil oleh para sahabat-sahabat Nabi SAW.
Betapa cinta sahabat kepada Rasulullah saw., tergambar ketika Rasulullah saw. bersama Abu Bakar ash-Shiddiq beristirahat di Gua Tsur dalam perjalanan hijrah dari Makkah ke Madinah secara sembunyi-sembunyi. Kala itu Rasulullah saw. tertidur berbantalkan paha Abu Bakar. Tiba-tiba Abu Bakar merasa kesakitan lantaran kakinya digigit kalajengking. Tapi, dia berusaha sekuat tenaga menahan sakit, hingga mencucurkan air mata, jangan hingga pahanya bergerak, khawatir Rasulullah saw. terbangun.
Abu Thalhah radhiallahu’anhu pada waktu Perang Uhud, dia membabi buta melemparkan panah-panah ke arah musuh hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat ada sedikit rasa iba kepada musuh. Maka Abu Thalhah radhiallahu’anhu, “Demi bapak dan ibuku yang jadi tebusanmu, wahai Rasulullah, jangan engkau merasa iba dengan mereka, lantaran panah-panah mereka telah melukai dan menusukmu, sesungguhnya leherku jadi tameng lehermu.” (HR. Bukhari, no.3600 dan Muslim, no.1811).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a bahwa Tsumamah bin Tsaal berkata: Ya Muhammad, demi Allah, dulu tidak ada di muka bumi ini satu wajah pun yang paling saya benci daripada wajahmu. Tapi, balasannya wajahmu menjadi wajah yang paling saya cintai. Demi Allah, dulu tidak ada suatu agama pun yang paling saya benci daripada agamamu, tapi kini agamamu menjadi agama yang paling saya cintai. Demi Allah, dulu tidak ada suatu negeri pun yang paling saya benci daripada negerimu, tapi kini negerimu menjadi negeri yang paling saya cintai. (Mutafaq ‘alaih).
Diriwayatkan dari ‘Aisyah r.a bahwa Saad pernah berkata: Ya Allah, sungguh engkau mengetahui bahwa tidak ada seorang pun yang lebih saya sukai untuk diperangi karenamu daripada suatu kaum yang mendustakan Rasul-Mu dan mengusirnya. (Mutafaq 'Alaih).
Anas bin Malik berkata: Sesunguhnya Rasulullah saw. pada dikala perang Uhud telah terpojok sendirian bersama tujuh orang Anshar dan dua orang Quraisy (Muhajirin). Ketika musuh (kaum Musyrik) telah merangsek mendekati beliau, dia bersabda, “Siapa yang bisa menolak mereka dari kita, maka ia akan masuk nirwana atau menjadi temanku di surga.” Maka majulah seorang pria dari kaum Anshar kemudian memerangi musuh hingga terbunuh. Kemudian musuh kembali merangsek mendekat. Beliau bersabda, “Siapa yang bisa menolak mereka dari kita, maka ia akan masuk nirwana atau menjadi temanku di surga.” Maka majulah seorang pria dari kaum Anshar, kemudian memerangi musuh hingga ia terbunuh. Hal menyerupai itu terjadi berulang-ulang hingga terbunuhlah tujuh orang Anshar. Rasulullah bersabda kepada dua sahabatnya (dari Muhajirin), “Kita tidak sebanding dengan para sahabat kita itu.”(HR. Muslim)
Kisah kecintaan Abu Bakr Ash Shiddiq r.a. Pada dikala pertama kali dia dan Rasulullah s.a.w pergi ke Ka'bah untuk menyatakan keIslamannya dihadapan kafir-kafir Quraisy, Rasulullah s.a.w menyarankan jangan, tetapi lantaran kecintaan dia kepada Agama Allah SWT dan Rasulul-Nya. Beliau eksklusif saja mengucapkan kalimah tauhid dihadapan pemuka-pemuka kaum kafir Quraisy, pada dikala itulah belau dan Rasulullah s.a.w diserang oleh orang Quraisy dan Abu bakr r.a melindungi badan Rasulullah s.a.w dengan tubuhnya. Abu Bakr r.a ditendang, dipukul dengan terompah (sepatu/kasut) sehingga berdarah badan dia sedemikian parahnya sehingga dia tidak sadarkan diri 1 hari lamanya, dalam keadaan yang demikian, Bani Teen, orang dari suku dia membawa dia pulang, sedang Rasulullah s.a.w telah Allah SWT selamatkan dengan Qudrah-Nya.Setelah usang tak sadarkan diri Abu Bakr r.a. membuka mata dan kata-kata yang pertama keluar dari verbal dia ialah:"Bagaimana keadaan Rasulullah s.a.w ?" Kata-kata ini berulang-ulang terucap dari verbal dia dan berkata:"Demi Allah, saya tidak akan makan sesuatu apapun sehingga saya melihat wajah Rasulullah s.a.w."
Dari Abdullah bin Abu Bakar ra., '.Sesungguhnya Sa'ad bin Muadz r.a berkata kepada Nabi SAW. "Ya Rasulullah. mahukah engkau kami buatkan sebuah benteng dan kami siapkan di sisimu sebuah kenderaan. Kemudian kami maju berhadapan dengan musuh, jikalau kami diberi kemenangan oleh ALLAH maka itulah yang kami harapkan. tapi jikalau terjadi sebaliknya, maka engkau sanggup segera pergi dengan kenderaan ini. Menemui pasukan kita yang masih ada di belakang kita. Sebab di belakang kami tertinggal sejumlah kaum yang sangat mencintaimu. Sungguh andaikata mereka tahu bahwa engkau akan berperang niscaya mereka akan ikut semuanya. Akan tetapi di sebabkan mereka tidak tahu bahwa engkau akan menemui pasukan musuh menyerupai ini. Maka tidaklah hairan jikalau sebahagian orang tidak ikut bersama engkau." Maka Rasullah SAW menyatakan terimakasihnya dan mendoakan kebaikan baginya, kemudian mereka membangunkan sebuah benteng bagi Nabi.
(Ibnu Ishaq, Al-Bidayah 3/268)
Diriwayatkan dari ‘Aisyah r.a: Maka Abu Bakar berkata, “Demi Allah, sungguh saya lebih cinta bersilaturrahmi kepada kerabat Rasulullah saw. daripada kepada kerabatku.” (HR. Bukhari).
Alibi Abi Thalib, Beliau pernah ditanya perihal cintanya kepada Rasulullah s.a.w. dia menjawab: "Demi Allah, kami menganggap Rasulullah s.a.w, lebih berharga dari belum dewasa kami dan ibu-ibu kami. Untuk berada disamping baginda yaitu lebih berharga kepada kami daripada meminum air sejuk ketika terasa terlalu dahaga."
Ali bin Abi Thalib pulalah yang mengantikan daerah tidur Rasulullah s.a.w pada dikala rumah Rasulullah s.a.w dikepung oleh pemuda-pemuda dan tukang bunuh dari aneka macam kabilah di Quraisy dengan senjata terhunus, demi menyelamatkan Rasulullah s.a.w dia tidur mengantikan tenpat tidur nabi dan dia Rasulullah s.a.w tugaskan untuk memulangkan barang amanah yang pernah dititipkan oleh kaum Quraisy kepada Rasulullah s.a.w.
Kisah kecintaan Tsauban, Sahabat Nabi Muhammad SAW ini tinggal di Madinah sepanjang hidup Rasul SAW. Namun suatu dikala dari hari ke hari tubuhnya semakin kurus dan ringkih. Ketika ditanya oleh sahabat-sahabat yang lain, dia tidak mau menjawab. Namun dikala ditanya sendiri oleh Nabi, Tsauban menjawab,
“Wahai Rasul, saya ini bergotong-royong orang yang kuat. Saya sanggup menahan lapar dan haus saya dikala sedang tidak ada masakan atau minuman. Saya juga tahan pergi perang dan tidak bertemu berbulan-bulan dengan keluarga saya. Tapi ada satu hal yang saya tidak tahan, yaitu apabila tiba kerinduan kepadamu di siang hari, tak bisa saya tunggu malam untuk berjumpa denganmu. Apabila tiba kerinduan padamu di malam hari, tak bisa ku tunggu pagi untuk berjumpa denganmu. Sepanjang waktu itu saya berada dalam keadaan gelisah, susah, tidak yummy makan dan tidur hingga saya sanggup berjumpa denganmu, ya Rasulullah.
Masalahnya, dikala di dunia, engkau begitu gampang ditemui. Yang saya pikirkan nanti di hari akhirat. Engkau yaitu Rasulullah, sementara saya hanyalah Tsauban. Engkau niscaya akan ditempatkan bersama para Nabi di surganya yang paling tinggi. Sementara aku, andai pun Allah mengampuni dosa-dosaku dan berada di surga, niscaya surgaku berada di bawah surgamu, ya Rasulullah. Dan apalah artinya nirwana jikalau saya tidak sanggup berjumpa denganmu ya, Rasulullah. Inilah yang menciptakan saya terus kepikiran dan membuatku semakin kurus dan pucat wajahku.”
Nabi bengong kemudian Allah menawarkan isu bangga kepada “Tsauban-Tsauban berikutnya hingga sekarang”, sebuah wahyu lewat malaikat Jibril. Nabi segera tersenyum dan berkata, “Wahai Tsauban, dengarkanlah, Allah telah mengirimkan untukmu satu ayat yang merupakan jaminan bagimu. Satu ayat yang merupakan kabar bangga untukmu dan orang-orang yang mengikuti jalanmu: “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bantu-membantu dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah sahabat yang sebaik-baiknya.” (QS 4: 69)
Simaklah Cerita Sayyidina Abu Bakar kepada sahabat-sahabatnya dari para ulama:
“Di tengah perjalanan hijrah bersama Nabi Muhammad SAW, dikala itu sedang ekspresi dominan panas yang sangat luar biasa. Di siang yang terik sekali, kami mencari naungan untuk beristirahat hingga matahari agak condong ke arah barat. Setelah menemukan naungan, saya membersihkan tempatnya kemudian saya gelar selimut kain untuk bantalan tidur kemudian saya mempersilakan dia untuk beristirahat.
Ketika saya lihat Nabi Muhammad sudah memejamkan mata, saya melihat keadaan sekitar dan melihat pengembala dengan kawanan kambingnya. Saya menuju orang tersebut dan bertanya kambing itu milik siapa. Pengembala itu menyebutkan nama seseorang yang sangat saya kenal dan mempunyai hubungan baik dengan mereka di Kota Makkah. Kemudian saya meminta pengembala tersebut untuk memerahkan semangkuk susu. Begitu dapat, saya berusaha untuk mendinginkannya. Saya kemudian mengalirkan air di bawah mangkuk tersebut semoga susunya menjadi dingin. Setelah itu saya menuju ke daerah Nabi SAW, saya tunggu hingga dia bangun. Begitu Nabi bangun, saya sodorkan susu tersebut dan menceritakan dari mana susu tersebut berasal. Nabi kemudian mengambilnya dan meminumnya, hingga habis susu tersebut dan hilanglah dahagaku.”
Ajaib kah? Pertama, Sayyidina Abu Bakar mempersilakan Rasul untuk beristirahat sementara dia berjaga. Padahal yang bepergian mereka berdua, seharusnya yang kelelahan juga niscaya mereka berdua. Di bencana selanjutnya, dia bahkan tidak mencecap susu satu tetes pun, namun dia menyampaikan hanya dengan melihat Nabi meminumnya, maka dahaga dia ikut hilang dan seolah-olah ikut mencicipi kesegarannya. Karena bagi dia, keselamatan Nabi, kenyamanan Nabi, lebih daripada kenyamanannya sendiri. Ini jalan cinta, yang diambil oleh para sahabat-sahabat Nabi SAW.
Bagaimana? luar biasa bukan kecintaan mereka kepada Rasululah SAW, adapaun kita ummatnya yang berharap bayak pada beliau. apa yang sudah kita perbuat? sudahkan kita mencintainya? sudahkan kita mengikuti pemikiran dan sunnahnya?. melihat cinta sahabat kepada dia yang luar biasa saja sudah menciptakan kita terheran heran. bagaiman dengan cinta Nabi Muhammad SAW kepada sahabat dan kita umatnya? kita tak akan bisa mengitungnya. renungkanlah. allahumma sholli alaa Muhammad.
Buat lebih berguna, kongsi: