Gambar dilansir dari konfrontasi.com
Bukan hanya istri idaman
Islam juga mengajarkan ihwal menjadi suami idaman, dan yang niscaya akan membawa kebaikan dalam rumah tangga. Seperti apa suami idaman itu? yuk simak.
Pria idaman bagi perempuan tentu berbeda-beda, Ini alasannya kaum hawa punya kriteria sendiri ihwal menyerupai apa laki-laki yang bisa membuatnya jatuh cinta.
Meski demikian, Islam juga mempunyai kriteria mengenai menyerupai apa suami idaman. menyerupai dilansir dari rumaysho.com
Inilah suami idaman yang niscaya akan membawa kebaikan dalam rumah tangga.
1. Suami memahami agama sehingga menjadi imam terbaik bagi keluarga di rumah
Allah Ta’ala berfirman,إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian ialah yang paling bertaqwa.” (QS. Al Hujurat: 13)
Dalam hadits dari Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ
“Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapat seluruh kebaikan, maka Allah akan memahamkan dia ihwal agama.” (HR. Bukhari, no. 71 dan Muslim, no. 1037)
Ibnul Qayyim mengatakan, “Siapa yang tidak mencar ilmu agama, maka tidak akan mendapat kebaikan. Sebaliknya, siapa yang ingin sanggup kebaikan, maka ia akan dipahamkan dalam agama. Siapa yang dipahamkan dalam agama, maka ia telah diinginkan jadi baik jikalau memang ia memahami ilmu agama itu sambil diamalkan. Jika ia jadikan ilmu hanya sebagai wacana saja, ia tidaklah disebut faqih (paham) dan tidak mendapat kebaikan. Karenanya faqih (paham agama sambil diamalkan, pen.) merupakan syarat untuk mendapatan kebaikan.” (Miftah Dar As-Sa’adah, 1:243)
2. Suami peduli pada kebagusan agama istri dan anaknya, bukan terus memenuhi kepentingan dunianya saja
Allah Ta’ala berfirman,يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At- Tahrim: 6)
حَقُّ عَلَى المسْلِمِ أَنْ يُعَلِّمَ أَهْلَهُ، مِنْ قُرَابَتِهِ وَإِمَائِهِ وَعَبِيْدِهِ، مَا فَرَضَ اللهُ عَلَيْهِمْ، وَمَا نَهَاهُمُ اللهُ عَنْهُ
“Menjadi kewajiban seorang muslim untuk mengajari keluarganya, termasuk kerabat, hingga pada hamba sahaya laki-laki atau perempuannya. Ajarkanlah mereka masalah wajib yang Allah perintahkan dan larangan yang Allah larang.” (HR. Ath-Thabari, dengan sanad shahih dari jalur Said bin Abi ‘Urubah, dari Qatadah. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7:321)
Kepala rumah tangga yang baik mengajak anaknya untuk shalat sebagaimana yang suri tauladan kita perintahkan,
مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ
“Perhatikanlah belum dewasa kalian untuk melaksanakan shalat ketika mereka berumur 7 tahun. Jika mereka telah berumur 10 tahun, namun mereka enggan, pukullah mereka.” (HR. Abu Daud, no. 495; Ahmad, 2: 180. Al-Hafizh Abu Thahir menyampaikan bahwa hadits ini shahih).
Coba perhatikan nikmatnya jikalau rumah tangganya dibina dengan agama
Sungguh nikmat dan seuju. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyuruh suami-istri untuk shalat malam bareng,
رَحِمَ اللهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَصَلَّتْ، فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ، وَرَحِمَ اللهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَصَلَّى فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ الْمَاءَ
“Semoga Allah merahmati seorang lelaki yang bangkit di waktu malam kemudian mengerjakan shalat dan ia membangunkan istrinya kemudian si istri mengerjakan shalat. Bila istrinya enggan untuk bangun, ia percikkan air di wajah istrinya. Semoga Allah merahmati seorang perempuan yang bangkit di waktu malam kemudian mengerjakan shalat dan ia membangunkan suami kemudian si suami mengerjakan shalat. Bila suaminya enggan untuk bangun, ia percikkan air di wajah suaminya.” (HR. Abu Daud, no. 1450; An-Nasa’i, no. 1611. Al-Hafizh Abu Thahir menyampaikan bahwa sanad hadits ini hasan).
أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ – أَوِ اكْتَسَبْتَ – وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحْ وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِى الْبَيْتِ
“Engkau memberinya makan sebagaimana engkau makan. Engkau memberinya pakaian sebagaimana engkau berpakaian -atau engkau usahakan-, dan engkau tidak memukul istrimu di wajahnya, dan engkau tidak menjelek-jelekkannya serta tidak memboikotnya (dalam rangka nasehat) selain di rumah.” (HR. Abu Daud, no. 2142. Syaikh Al-Albani menyampaikan bahwa hadits ini hasan shahih).
Besaran nafkah itu menyerupai apa?
Allah Ta’ala berfirman,
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آَتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آَتَاهَا
“Hendaklah orang yang bisa memberi nafkah berdasarkan kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya.” (QS. Ath Tholaq: 7).
Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah berkata, “Yang sempurna dan lebih benar sebagaimana yang dinyatakan oleh kebanyakan ulama (baca: jumhur) bahwa nafkah suami pada istri kembali pada kebiasaan masyarakat (kembali pada ‘urf) dan tidak ada besaran tertentu yang ditetapkan oleh syari’at. Nafkah itu berbeda sesuai dengan perbedaan tempat, zaman, keadaan suami istri dan budpekerti yang ada.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 34: 83)
Bagaimana jikalau suami tidak memberi nafkah?
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa Hindun binti ‘Utbah, istri dari Abu Sufyan, telah tiba berjumpa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, gotong royong Abu Sufyan itu orang yang sangat pelit. Ia tidak memberi kepadaku nafkah yang mencukupi dan mencukupi anak-anakku sehingga membuatku mengambil hartanya tanpa sepengetahuannya. Apakah berdosa jikalau saya melaksanakan menyerupai itu?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خُذِى مِنْ مَالِهِ بِالْمَعْرُوفِ مَا يَكْفِيكِ وَيَكْفِى بَنِيكِ
“Ambillah dari hartanya apa yang mencukupi anak-anakmu dengan cara yang patut.” (HR. Bukhari, no. 5364; Muslim, no. 1714)
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bercerita,
أَنَّهَا كَانَتْ مَعَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فِى سَفَرٍ قَالَتْ فَسَابَقْتُهُ فَسَبَقْتُهُ عَلَى رِجْلَىَّ فَلَمَّا حَمَلْتُ اللَّحْمَ سَابَقْتُهُ فَسَبَقَنِى فَقَالَ « هَذِهِ بِتِلْكَ السَّبْقَةِ ».
Ia pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam safar. ‘Aisyah lantas berlomba lari bersama dia dan ia mengalahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tatkala ‘Aisyah sudah bertambah gemuk, ia berlomba lari lagi bersama Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun kala itu ia kalah. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ini akhir untuk kekalahanku dahulu.” (HR. Abu Daud, no. 2578 dan Ibnu Majah, no. 1979. Al-Hafizh Abu Thahir menyampaikan bahwa sanad hadits ini shahih).
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
رَأَيْتُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – يَسْتُرُنِى بِرِدَائِهِ ، وَأَنَا أَنْظُرُ إِلَى الْحَبَشَةِ يَلْعَبُونَ فِى الْمَسْجِدِ ، حَتَّى أَكُونَ أَنَا الَّذِى أَسْأَمُ ، فَاقْدُرُوا قَدْرَ الْجَارِيَةِ الْحَدِيثَةِ السِّنِّ الْحَرِيصَةِ عَلَى اللَّهْوِ
“Aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menutup-nutupi pandanganku dengan pakaiannya, sementara saya melihat ke arah orang-orang Habasyah yang sedang bermain di dalam Masjid hingga saya sendirilah yang merasa puas. Karenanya, sebisa mungkin kalian bisa menyerupai gadis belia yang suka bercanda” (HR. Bukhari, no. 5236 dan Muslim, no. 892)
لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِىَ مِنْهَا آخَرَ
“Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah. Jika si laki-laki tidak menyukai suatu susila pada si wanita, maka hendaklah ia melihat sisi lain yang ia ridhai.” (HR. Muslim, no. 1469)
BACA JUGA: Jangan Menceritakan "ini" Kepada Siapapun Bahkan Sampai Mati Sekalipun
Nabi–shallallahu ‘alaihi wa sallam–telah mempersaudarakan Salman dan Abu Darda’. Suatu ketika Salman mengunjungi –saudaranya- Abu Darda’. Ketika itu Salman melihat istrinya, Ummu Darda’, dalam keadaan tidak mengenakkan. Salman pun berkata kepada Ummu Darda’, “Kenapa keadaanmu menyerupai ini?” “Saudaramu, Abu Darda’, seolah-olah ia tidak lagi mempedulikan dunia”, jawab perempuan tersebut. Abu Darda’ kemudian datang. Salman pun berbagi makanan untuk Abu Darda’. Salman berkata, “Makanlah”. “Maaf, saya sedang puasa”, jawab Abu Darda’. Salman pun berkata, “Aku pun tidak akan makan hingga engkau makan.” Lantas Abu Darda’ menyantap makanan tersebut.
Ketika malam hari tiba, Abu Darda’ pergi melaksanakan shalat malam. Salman malah berkata pada Abu Darda’, “Tidurlah”. Abu Darda’ pun tidur. Namun kemudian ia pergi lagi untuk shalat. Kemudian Salman berkata lagi yang sama, “Tidurlah”. Ketika sudah hingga final malam, Salman berkata, “Mari kita berdua shalat.” Lantas Salman berkata lagi pada Abu Darda’,
إِنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، فَأَعْطِ كُلَّ ذِى حَقٍّ حَقَّهُ
“Sesungguhnya engkau mempunyai kewajiban kepada Rabbmu. Engkau juga mempunyai kewajiban terhadap dirimu sendiri (yaitu memberi supply makanan dan mengistirahatkan badan, pen), dan engkau pun punya kewajiban pada keluargamu (yaitu melayani istri, pen). Maka berilah porsi yang pas untuk masing-masing kewajiban tadi.” Abu Darda’ lantas mengadukan Salman pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas dia bersabda, “Salman itu benar” (HR. Bukhari, no. 968).
إِذَا قَدِمَ أَحَدُكُمْ لَيْلاً فَلاَ يَأْتِيَنَّ أَهْلَهُ طُرُوْقًا حَتَّى تَسْتَحِدَّ الْمَغِيْبَةُ وَتَمْتَشِطَ الشَّعِثَةُ
“Jika salah seorang dari kalian tiba pada malam hari maka janganlah ia mendatangi istrinya. (Berilah kabar terlebih dahulu) semoga perempuan yang ditinggal suaminya mencukur bulu-bulu kemaluannya dan menyisir rambutnya.” (HR. Bukhari, no. 5246 dan Muslim, no. 715).
BACA JUGA: Rasulullah Melarang Keras Orang Tua Pilih Kasih Antar Anak, Selain Dosa ini Efek Buruknya
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ يَطْرُقَ الرَّجُلُ أَهْلَهُ لَيْلاً يَتَخَوَّنُهُمْ أَوْ يَلْتَمِسُ عَثَرَاتِهِمْ
“Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam melarang seseorang mendatangi istrinya di malam hari untuk mencari-cari tahu apakah istrinya berkhianat kepadanya atau untuk mencari-cari kesalahannya.” (HR. Muslim no. 715).
Hadits semacam ini kata Al-Muhallab ialah dalil yang menunjukkan terlarang mencari-cari kesalahan dan kelengahan istri alasannya ini ialah bab dari fitnah dan termasuk berburuk sangka padanya (Lihat Syarh Al-Bukhari li Ibni Batthol, 13:372, Asy-Syamilah).
Demikian, dan semoga bermanfaat.
Sumber http://www.wajibbaca.com
3. Memberi nafkah kepada keluarga dengan baik
Dari Mu’awiyah Al-Qusyairi radhiyallahu ‘anhu, ia bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai kewajiban suami pada istri, lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ – أَوِ اكْتَسَبْتَ – وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحْ وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِى الْبَيْتِ
“Engkau memberinya makan sebagaimana engkau makan. Engkau memberinya pakaian sebagaimana engkau berpakaian -atau engkau usahakan-, dan engkau tidak memukul istrimu di wajahnya, dan engkau tidak menjelek-jelekkannya serta tidak memboikotnya (dalam rangka nasehat) selain di rumah.” (HR. Abu Daud, no. 2142. Syaikh Al-Albani menyampaikan bahwa hadits ini hasan shahih).
Besaran nafkah itu menyerupai apa?
Allah Ta’ala berfirman,
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آَتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آَتَاهَا
“Hendaklah orang yang bisa memberi nafkah berdasarkan kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya.” (QS. Ath Tholaq: 7).
Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah berkata, “Yang sempurna dan lebih benar sebagaimana yang dinyatakan oleh kebanyakan ulama (baca: jumhur) bahwa nafkah suami pada istri kembali pada kebiasaan masyarakat (kembali pada ‘urf) dan tidak ada besaran tertentu yang ditetapkan oleh syari’at. Nafkah itu berbeda sesuai dengan perbedaan tempat, zaman, keadaan suami istri dan budpekerti yang ada.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 34: 83)
Bagaimana jikalau suami tidak memberi nafkah?
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa Hindun binti ‘Utbah, istri dari Abu Sufyan, telah tiba berjumpa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, gotong royong Abu Sufyan itu orang yang sangat pelit. Ia tidak memberi kepadaku nafkah yang mencukupi dan mencukupi anak-anakku sehingga membuatku mengambil hartanya tanpa sepengetahuannya. Apakah berdosa jikalau saya melaksanakan menyerupai itu?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خُذِى مِنْ مَالِهِ بِالْمَعْرُوفِ مَا يَكْفِيكِ وَيَكْفِى بَنِيكِ
“Ambillah dari hartanya apa yang mencukupi anak-anakmu dengan cara yang patut.” (HR. Bukhari, no. 5364; Muslim, no. 1714)
4. Berusaha meluangkan waktu untuk istri dan anak
Lihatlah bagaimanakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meluangkan waktu untuk istrinya.‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bercerita,
أَنَّهَا كَانَتْ مَعَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فِى سَفَرٍ قَالَتْ فَسَابَقْتُهُ فَسَبَقْتُهُ عَلَى رِجْلَىَّ فَلَمَّا حَمَلْتُ اللَّحْمَ سَابَقْتُهُ فَسَبَقَنِى فَقَالَ « هَذِهِ بِتِلْكَ السَّبْقَةِ ».
Ia pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam safar. ‘Aisyah lantas berlomba lari bersama dia dan ia mengalahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tatkala ‘Aisyah sudah bertambah gemuk, ia berlomba lari lagi bersama Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun kala itu ia kalah. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ini akhir untuk kekalahanku dahulu.” (HR. Abu Daud, no. 2578 dan Ibnu Majah, no. 1979. Al-Hafizh Abu Thahir menyampaikan bahwa sanad hadits ini shahih).
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
رَأَيْتُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – يَسْتُرُنِى بِرِدَائِهِ ، وَأَنَا أَنْظُرُ إِلَى الْحَبَشَةِ يَلْعَبُونَ فِى الْمَسْجِدِ ، حَتَّى أَكُونَ أَنَا الَّذِى أَسْأَمُ ، فَاقْدُرُوا قَدْرَ الْجَارِيَةِ الْحَدِيثَةِ السِّنِّ الْحَرِيصَةِ عَلَى اللَّهْوِ
“Aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menutup-nutupi pandanganku dengan pakaiannya, sementara saya melihat ke arah orang-orang Habasyah yang sedang bermain di dalam Masjid hingga saya sendirilah yang merasa puas. Karenanya, sebisa mungkin kalian bisa menyerupai gadis belia yang suka bercanda” (HR. Bukhari, no. 5236 dan Muslim, no. 892)
5. Banyak memaklumi kekurangan satu sama lain dan terus memperbaiki diri
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِىَ مِنْهَا آخَرَ
“Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah. Jika si laki-laki tidak menyukai suatu susila pada si wanita, maka hendaklah ia melihat sisi lain yang ia ridhai.” (HR. Muslim, no. 1469)
BACA JUGA: Jangan Menceritakan "ini" Kepada Siapapun Bahkan Sampai Mati Sekalipun
6. Suami punya kewajiban memenuhi hajat istri
Ada kisah Abu Darda’ dan Salman yang dipersaudarakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai berikut,Nabi–shallallahu ‘alaihi wa sallam–telah mempersaudarakan Salman dan Abu Darda’. Suatu ketika Salman mengunjungi –saudaranya- Abu Darda’. Ketika itu Salman melihat istrinya, Ummu Darda’, dalam keadaan tidak mengenakkan. Salman pun berkata kepada Ummu Darda’, “Kenapa keadaanmu menyerupai ini?” “Saudaramu, Abu Darda’, seolah-olah ia tidak lagi mempedulikan dunia”, jawab perempuan tersebut. Abu Darda’ kemudian datang. Salman pun berbagi makanan untuk Abu Darda’. Salman berkata, “Makanlah”. “Maaf, saya sedang puasa”, jawab Abu Darda’. Salman pun berkata, “Aku pun tidak akan makan hingga engkau makan.” Lantas Abu Darda’ menyantap makanan tersebut.
Ketika malam hari tiba, Abu Darda’ pergi melaksanakan shalat malam. Salman malah berkata pada Abu Darda’, “Tidurlah”. Abu Darda’ pun tidur. Namun kemudian ia pergi lagi untuk shalat. Kemudian Salman berkata lagi yang sama, “Tidurlah”. Ketika sudah hingga final malam, Salman berkata, “Mari kita berdua shalat.” Lantas Salman berkata lagi pada Abu Darda’,
إِنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، فَأَعْطِ كُلَّ ذِى حَقٍّ حَقَّهُ
“Sesungguhnya engkau mempunyai kewajiban kepada Rabbmu. Engkau juga mempunyai kewajiban terhadap dirimu sendiri (yaitu memberi supply makanan dan mengistirahatkan badan, pen), dan engkau pun punya kewajiban pada keluargamu (yaitu melayani istri, pen). Maka berilah porsi yang pas untuk masing-masing kewajiban tadi.” Abu Darda’ lantas mengadukan Salman pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas dia bersabda, “Salman itu benar” (HR. Bukhari, no. 968).
7. Tidak banyak curiga pada istri
Inilah mengapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan semoga suami tidak terlalu penuh curiga ketika ia meninggalkan istrinya kemudian tiba dan ingin mengungkap aib-aibnya. Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,إِذَا قَدِمَ أَحَدُكُمْ لَيْلاً فَلاَ يَأْتِيَنَّ أَهْلَهُ طُرُوْقًا حَتَّى تَسْتَحِدَّ الْمَغِيْبَةُ وَتَمْتَشِطَ الشَّعِثَةُ
“Jika salah seorang dari kalian tiba pada malam hari maka janganlah ia mendatangi istrinya. (Berilah kabar terlebih dahulu) semoga perempuan yang ditinggal suaminya mencukur bulu-bulu kemaluannya dan menyisir rambutnya.” (HR. Bukhari, no. 5246 dan Muslim, no. 715).
BACA JUGA: Rasulullah Melarang Keras Orang Tua Pilih Kasih Antar Anak, Selain Dosa ini Efek Buruknya
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ يَطْرُقَ الرَّجُلُ أَهْلَهُ لَيْلاً يَتَخَوَّنُهُمْ أَوْ يَلْتَمِسُ عَثَرَاتِهِمْ
“Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam melarang seseorang mendatangi istrinya di malam hari untuk mencari-cari tahu apakah istrinya berkhianat kepadanya atau untuk mencari-cari kesalahannya.” (HR. Muslim no. 715).
Hadits semacam ini kata Al-Muhallab ialah dalil yang menunjukkan terlarang mencari-cari kesalahan dan kelengahan istri alasannya ini ialah bab dari fitnah dan termasuk berburuk sangka padanya (Lihat Syarh Al-Bukhari li Ibni Batthol, 13:372, Asy-Syamilah).
Demikian, dan semoga bermanfaat.
Sumber http://www.wajibbaca.com
Buat lebih berguna, kongsi:
