Sikap Tawadhu' Dan Rendah Hati Nabi Muhammad Saw

Sikap Tawadhu' dan Rendah Hati Nabi Muhammad SAW - Kisra –sebutan untuk raja-raja Persia- mempunyai kebiasaan yang unik dikala bertemu dengan rakyat bahkan pejabatnya. Ia menciptakan jarak, jarak yang menegaskan bahwa akulah penguasa dan selainku ialah orang biasa. Jarak yang menawarkan ia ialah saya ialah tuan sedangkan kalian ialah hamba atau bawahan. Bahkan Kisra menjadikan dirinya Tuhan.

Barisan pertama, orang-orang terdekat Kisra ialah para dukun dan penyihir kerajaan, juga para amir dan mentri-mentri. Ketika mereka bertemu dengan sang raja, mereka wajib berdiri dengan jarak minimal 5 meter dari Kisra Persia itu. Kemudian barulah orang-orang sehabis mereka yang jaraknya tidak kurang dari 10 meter.

Orang-orang Persia menyumpal ekspresi mereka dengan kain putih dikala memasuki aula sang Kisra. Agar keagungan ruang kerajaan tidak terkontaminasi dengan nafas-nafas mereka.

baca juga : sholawat Fatih

Utusan Penguasa Alam Semesta Yang Rendah Hati


Sementara di tengah-tengah Jazirah Arabia, ada seorang pria yang jauh menitik ketinggian kemuliaannya dibanding Raja Persia ini, menyambut insan dengan kerendahan hatinya. Dialah Rasulullah Muhammad ﷺ.

Rasulullah ﷺ menemui masyarakat umum, menyalami tangan-tangan mereka. Beliau tidak melepaskan jabatnya hingga orang-orang lebih dulu mengurai tangan mereka. Hal itu dia lakukan walaupun dengan seorang Arab desa (Arab badui). Beliau tidak palingkan padangan wajahnya, hingga orang terlebih dahulu mengalihkan tatapnya. Beliau tidak menjulurkan kaki kala duduk-duduk bersama-sama. Demikian kata Anas bin Malik, sebagaimana diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan Ibnu Majah.

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, ia berkata,

عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال: كانت الأمة من إماء أهل المدينة لتأخذ بيد رسول الله صلى الله عليه وسلم، فتنطلق به حيث شاءت.

“Ada seorang anak wanita di Kota Madinah, ia menggapai tangan Rasulullah ﷺ, kemudian menggandengnya (menarik) kemana saja yang ia inginkan.” (HR. al-Bukhari 5724).

Pelajaran bagi kita, jangan hingga anak sendiri saja meraih tangan kita kemudian menarik-nariknya ke arah yang ia inginkan, namun kita malah memarahinya.

Raja Dunia Mengartikan Dunia


Suatu hari, Umar bin al-Khattab pernah menangis, iba melihat keadaannya. Umar menjumpai utusan Penguasa alam semesta itu bangkit tidur dan anyaman tikar mengecap di tubuhnya. Rasulullah ﷺ bertanya kepadanya, “Mengapa engkau menangis, wahai Umar?”

“Bagaimana saya tidak menangis, Kisra dan Kaisar duduk di atas singgasana bertatakan emas,” sementara tikar ini telah menjadikan bekas di tubuhmu, wahai Rasulullah. Padahal engkau ialah kekasih-Nya,” jawab Umar.
Rasulullah ﷺ kemudian menghibur Umar, dia bersabda: “Mereka ialah kaum yang kesenangannya telah disegerakan sekarang, dan tak usang akan sirna, tidakkah engkau rela mereka mempunyai dunia sementara kita mempunyai akhirat…?”

Kemudian dia ﷺ melanjutkan, “Kita ialah kaum yang menangguhkan kesenangan kita untuk hari akhir. Perumpamaan hubunganku dengan dunia menyerupai orang bepergian di bawah terik panas. Dia berlindung sejenak di bawah pohon, kemudian pergi meninggalkannya”.

Ramah Terhadap Anak Kecil


Di Madinah, ada seorang anak kecil yang berkun-yah Abu Umair. Si Anak mempunyai binatang peliharan seekor burung. Ia suka bermain dengan burung peliharaannya itu. Suatu hari, burung itu mati, dan Rasulullah ﷺ menyapa dan menghiburnya. Dari Anas bin Malik, ia berkata,

“Nabi ﷺ tiba menemui Ummu Sulaim yang mempunyai seorang putra yang diberi kun-yah Abu Umair. Rasulullah suka mencadainya. Suatu hari, dia melihat Abu Umair bersedih. Lalu dia ﷺ bertanya,

فقال: “مَا لِي أَرَى أَبَا عُمَيْرٍ حَزِينًا؟!” فقالوا: مات نُغْرُه

“Mengapa kulihat Abu Umair bersedih?” Orang-orang menjawab, “Nughrun (burung kecil menyerupai burung pipit yang lekuk matanya berwarna merah)nya yang biasa bermain dengannya mati.”

Kemudian dia menyapanya untuk menghibur si anak yang kehilangan mainannya ini,

أبَا عُمَيْرٍ، مَا فَعَلَ النُّغَيْرُ؟

“Abu Umair, burung kecilmu sedang apa?” (HR. al-Bukhari 5850).

Tentu tidak terbayang di benak kita, Kaisar (raja-raja Romawi) dan Kisra melaksanakan hal serupa.

Mengerjakan Pekerjaan Rumah

عن عائشة أنها سُئلت ما كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يعمل في بيته، قالت: “كَانَ يَخِيطُ ثَوْبَهُ، وَيَخْصِفُ نَعْلَهُ، وَيَعْمَلُ مَا يَعْمَلُ الرِّجَالُ فِي بُيُوتِهِمْ”.

Dari Aisyah, ia pernah ditanya apa yang dilakukan Rasulullah ﷺ di rumah. Aisyah radhiallahu ‘anha menjawab, “Beliau menjahit pakaiannya sendiri, memperbaiki sendalnya, dan mengerjakan segala apa yang (layaknya) para suami lakukan di dalam rumah.” (HR. Ahmad 23756).

Bergaul Dengan Penduduk Desa


Sebagian orang kadang aib jikalau ada orang desa yang polos, yang mungkin terlihat kuno, mau berteman bersahabat dengan mereka. Televisi-televisi kita menyugukan tayangan bagaimana belum dewasa gaul, aib berteman dengan yang terlihat culun. Hal itu disaksikan anak-anak, sehingga mereka meniru. Tentu ini berbahaya jikalau tidak direspon oleh orang bau tanah dengan pendidikan adat dan etika yang mulia. Ketika orang bau tanah bisa menampilkan pola dari Rasulullah ﷺ, seorang tokoh berkedudukan tinggi di masyarakat, mau berteman dengan orang biasa, tentu hal itu akan menjadikan kesan yang berbeda pada diri anak-anak.


عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ ، أَنَّ رَجُلا مِنْ أَهْلِ الْبَادِيَةِ كَانَ اسْمُهُ زَاهِرًا , وَكَانَ يُهْدِي إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , هَدِيَّةً مِنَ الْبَادِيَةِ ، فَيُجَهِّزُهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , إِذَا أَرَادَ أَنْ يَخْرُجَ ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إِنَّ زَاهِرًا بَادِيَتُنَا وَنَحْنُ حَاضِرُوهُ ” وَكَانَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحِبُّهُ وَكَانَ رَجُلا دَمِيمًا , فَأَتَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , يَوْمًا وَهُوَ يَبِيعُ مَتَاعَهُ وَاحْتَضَنَهُ مِنْ خَلْفِهِ وَهُوَ لا يُبْصِرُهُ ، فَقَالَ : مَنْ هَذَا ؟ أَرْسِلْنِي . فَالْتَفَتَ فَعَرَفَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَعَلَ لا يَأْلُو مَا أَلْصَقَ ظَهْرَهُ بِصَدْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ عَرَفَهُ ، فَجَعَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , يَقُولُ : ” مَنْ يَشْتَرِي هَذَا الْعَبْدَ ” ، فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِذًا وَاللَّهِ تَجِدُنِي كَاسِدًا ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” لَكِنْ عِنْدَ اللَّهِ لَسْتَ بِكَاسِدٍ ” أَوْ قَالَ : ” أَنتَ عِنْدَ اللَّهِ غَالٍ ” .
Dari Anas bin Malik: ‘Bahwasanya ada seorang dari penduduk desa (Arab badui) yang berjulukan Zahir, dia selalu menghadiahkan banyak sekali hadiah dari desa untuk Nabi ﷺ. Jika Nabi ﷺ hendak keluar, dia menyiapkan perbekalannya. Lalu bersabda: ‘Sesungguhnya Zahir ialah desa kami (maksudnya dia ﷺ bisa berguru darinya sebagaimana orang Badui mengambil manfaat dari padang Sahara) dan kami ialah kotanya (yang membuka pintu Madinah lebar-lebar untuk kehadirannya, ini ialah salah satu bukti pergaulan yang baik).

Nabi ﷺ mencintainya, dia ialah seorang yang buruk (tidak tampan) namun baik hatinya. Suatu hari Nabi ﷺ mendatanginya sementara ia sedang menjual barangnya, kemudian dia mendekapnya dari belakang, sementara dia tidak bisa melihat beliau. Dia berseru: ‘Siapa ini? Lepaskan aku!’ Kemudian ia menengok ke belakang dan ia tahu bahwa itu ialah Nabi ﷺ. Ketika dia tahu, dia tetap merapatkan punggungnya semoga bersentuhan dengan dada Nabi ﷺ. Lalu Nabi ﷺ berseru, ‘Siapa yang mau membeli hamba sahaya ini?’ Zahir menjawab, ‘Wahai Rasulullah, kalau begitu demi Allah, engkau akan mendapatiku (terjual) sangat murah.’ Nabi ﷺ bersabda, ‘Akan tetapi, di sisi Allah engkau tidaklah murah.’ atau ‘Di sisi Allah engkau sangat mahal.’ (HR. Ahmad 12669).

Lihatlah bagaimana dia ﷺ bercanda dengan teman-teman beliau. Pertemanan dia tidak didasari oleh tampilan fisik, bahan kekayaan, namun dia mendasari pertemanan menurut ketaatan.

Kita semua tahu, Nabi ﷺ ialah insan paling mulia yang pernah ada dan selama-lamanya. Ada para raja, pemimpin negara dan pejabat negara, orang-orang kaya, tidak satu pun yang melebihi kedudukan dia ﷺ. Dan mereka tidak layak dibandingkan dia ﷺ. Tapi lihatlah, alangkah rendah hatinya dia dalam pergaulannya. Dalam kehidupan sosialnya.

Dan kita berlindung kepada Allah ﷻ, kita yang tidak mempunyai jabatan dan kedudukan, untuk berbuat sombong dan meremehkan orang lain.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad…

sumber : kisahmuslimdotcom
Buat lebih berguna, kongsi:

Trending Kini: