Cara Mengatasi Was-Was Pada Najis

 Saya resah dengan tatacara menjaga kesucian tubuh Cara Mengatasi Was-was pada Najis
Ket. gambar: Tata busana karya Santri Putri Al-Khoirot Malang

MENGATASI WAS-WAS PADA NAJIS

Assalamu 'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

Saya mau bertanya ;
Saya resah dengan tatacara menjaga kesucian badan, pakaian & daerah biar kita sanggup beribadah dengan benar. Saya merasa sangat "phobia" (rasa takut yang berlebihan) pada najis, setiap kali saya bersentuhan dengan sesuatu yang saya anggap menjijikan (sesuatu yang lengket, basah, kotor atau berdebu) saya segera membersihkannya dengan air. Dalam membersihkan serpihan tubuh (misal tangan atau kaki) yang saya anggap terkena najis, cara yang saya lakukan agak "ribet", harus dengan air yang mengalir, jikalau ada serpihan lain yang sedikit terkena percikan air ketika membersihkan serpihan yang kotor segera saya membasuhnya juga, sehingga yang harusnya sanggup saya lakukan dengan cepat malah jadi lama. Bahkan untuk mandi pun saya membutuhkan waktu lebih dari 15 menit, untuk mencuci 1 buah celana membutuhkan waktu hampir 1 jam, untuk mencuci beberapa pakaian sanggup hingga 2 jam atau lebih. Dimarahi keluarga akhir duduk kasus ini bagi saya sudah hal biasa.

DAFTAR ISI
  1. Cara Mengatasi Was-was pada Najis
  2. Suami Tidak Memberi Nafkah Dan Ada Gangguan Mental

Hal ini menciptakan saya kesulitan untuk beribadah (terutama sholat, lantaran sholat harus dilakukan dalam keadaan suci). Saat saya sholat sering terlintas dalam pikiran (serasa ibarat bisikan) bahwa saya masih "kotor", saya "belum suci", ini menciptakan saya kesulitan untuk sholat dengan khusyu'. Sehingga alhasil saya malas untuk mendirikan sholat, lantaran ketika saya sholat malah gelisah. Saya sempat berpikir "kalau semua orang di dunia ibarat saya mungkin tidak ada orang yang sanggup menjalankan ibadah dengan baik dan benar." Dari situ saya menyimpulkan bahwa saya sudah terjebak perilaku berlebih-lebihan dalam mengamalkan agama (ghuluw). Tapi meskipun saya menyadari sudah berlebih-lebihan dalam mengamalkan agama (ghuluw), saya belum sanggup meninggalkan kebiasaan jelek saya ini, saya kesulitan untuk berlepas diri dari "ghuluw" yang sudah usang membelenggu cara berpikir saya ketika mengamalkan agama.

Yang saya tanyakan:

1. Mohon beritahu saya, bagaimana solusinya biar saya terbebas dari kebiasaan jelek saya ini ?
2. Kemudian yang ingin saya tanyakan, apakah membersihkan tubuh atau pakaian harus dengan air mengalir ?
3. Bagaimana jikalau mencuci dengan air yang ditampung di kolam (mencuci di dalam bak, tidak dengan air yang mengalir), sucikah ?
4. Bagaimana dengan serpihan lain yang terkena percikan air ketika kita membersihkan serpihan yang kotor, haruskah dibasuh / dibersihkan juga ?

Demikian pertanyaan dari saya, terimakasih atas perhatiannya. Jazakumullaah khoir...
Wassalamu 'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh


JAWABAN MENGATASI WAS-WAS PADA NAJIS

1. Solusi untuk terbebas dari was-was atau rasa takut pada najis ialah dengan mengetahui segala sesuatu yang dianggap najis berdasarkan syariah dan apa saja yang suci dan bagaimana cara mensucikan najis. Di sinilah duduk kasus Anda sehingga Anda menganggap semua hal sebagai najis.

2. Membersihkan tubuh atau pakaian diharuskan memakai air yang suci, baik air itu mengalir atau diam. Air suci ialah segala jenis air alami yang ada di bumi yang tidak terkena najis. Seperti air sumur, air sumber, air hujan, air salju, air sungai, air di kamar mandi, dll.

3. Boleh mencuci dengan air yang ditampung di kolam (mencuci di dalam bak, tidak dengan air yang mengalir). Namun, setelah dicuci dengan sabun, hendaknya memakai air tersendiri ketika membilas atau menghilangkan bekas-bekas sabun di baju yang dicuci.

4. Bagian kotor itu ada dua macam (a) kotor suci dan (b) kotor najis. Untuk kotor suci tidak duduk kasus walaupun bekas cuciannya memercik. Sedangkan percikan dari kotor najis yang mengena baju lain, maka harus disiram di serpihan yang diyakini terkena najis, tanpa perlu mencuci lagi.

Perkara yang najis adalah: darah, nanah, kencing, kotoran (tinja binatang dan manusia), madzi, bangkai, anjing dan babi. Adapun selain itu hukumnya tidak najis.

____________________________


SUAMI TIDAK MEMBERI NAFKAH DAN ADA GANGGUAN MENTAL

assalamu'alaikum wr wb
bismillah hirrohmaanirrohiim

semoga rubrik ini sanggup memecahkan duduk kasus yang saya hadapi ketika ini.

Pak Ustadz saya ada duduk kasus rumah tangga. nama saya U. saya menikah sudah 9 tahun dikaruniai 1 orang putri berusia 8 tahun. sebelum menikahpun saya sudah mengetahui bahwa calon suami saya tidak memiliki pekerjaan tetap. tapi saya berharap kelak jikalau kami menikah beliau akan berubah dengan rajin bekerja. sejujurnya saya tidak pernah minta sasaran suami harus kasih uang belanja berapa. lantaran dari awal sayalah yang punya pekerjaan tetap. 2 tahun diawal ijab kabul kami, memang beliau rajin bekerja walaupun pendapatannya tidak seberapa tapi saya sangat bersyukur sekali, ternyata beliau bertanggung jawab. ditahun ke 3 ijab kabul kami, suami sakit awalnya ambeien tapi usang kelamaan menjadi tumor jinak itu berlangsung kira-kira 10 bulan. dengan berobat ke dokter & pengobatan alternatif Alhamdulillah suami saya sembuh. semenjak kejadian sakit itulah suami menjadi malas bekerja. saya masih sanggup toleransi. selama saya masih sanggup dan berpengaruh bekerja saya akan jalani dengan ikhlas. setelah itu ada kejadian yang menciptakan kami berpisah Pak Ustadz, kronologinya ibarat ini :

waktu itu bulan december 2012-january 2013 suami mengajak saya & putri saya mudik ke Gresik (ini kampung orang bau tanah saya) suami aslinya orang bekasi. saya ambil cuti dari kantor selama 18 hari. selama 18 hari di kampung terjadilah perubahan pada diri suami saya, ibarat bukan dirinya. beliau uring2an, pemarah malah beliau menuduh saya berselingkuh dengan abang ipar saya. sepulang dari kampung pun semakin parah, setiap saya pulang kerja suami menuduh saya berselingkuh dengan banyak pria. hari2 yang kami lalui selalu dengan pertengkaran2.

saya sudah berusaha untuk membawa ke daerah orang bakir ibarat ke pak kyai tapi beliau selalu menolak. beliau merasa sanggup mengobati dirinya sendiri. hingga alhasil saya pindahkan putri saya ke rumah neneknya di gresik untuk sekolah disana.
lantaran selama dalam pengasuhan ayahnya, anak saya menjadi malas mengerjakan PR sekolah, malas ngaji, tidak fokus di sekolah. berdasarkan inilah saya bawa putri saya ke gresik tanpa sepengetahuan ayahnya. tega tak tega tapi saya harus menyelamatkan putri saya. setelah suami saya tahu kalo anaknya saya bawa ke gresik beliau marah, semenjak kejadian itu beliau tidak lagi tinggal di rumah. beliau lebih menentukan tinggal di rumah kakaknya. tapi sesekali beliau pulang cuman minta jatah hubungan suami istri, itupun saya masih layani.

pertemuan terakhir dengan suami di bulan agustus 2013, suami tiba ke rumah minta kertas & bulpen, beliau menciptakan surat pernyataan yang isinya kurang lebih ibarat ini : dalam surat pernyataan itu menyatakan kalau saya yang menggugat cerai suami saya. duduk kasus pengasuhan anak akan di nyatakan oleh pengadilan agama. surat itu bermaterai. dan saya di paksa untuk tanda tangan, alhasil saya tanda tangan asal2an lantaran saya tidak berniat gugat cerai suami saya. semenjak ketika itu saya tidak lagi bertemu dengannya. malahan beliau sudah tidak tinggal di rumah kakaknya di bekasi. info terakhir yang saya dengan suami tinggal di rumah sepupunya di jakarta. saya masih berusaha untuk mengajaknya pulang melalui teman-temannya tapi beliau tidak mau. dan terakhir yang saya dengar Pak Ustadz suami saya menjadi kurang waras.

pertanyaan saya ialah :
1. apakah ijab kabul ibarat ini masih sanggup dilanjutkan ? dengan kondisi beliau tidak memperlihatkan nafkah selama 7 tahun, dan kami sudah berpisah semenjak agustus 2013. dalam kondisi beliau yang ketika ini kurang waras, jujur saja saya menjadi takut kalau harus bertemu dengannya. apalagi harus satu atap dengannya.
2. apa yang harus saya lakukan Pak Ustadz.

saya berharap Pak Ustadz sanggup memperlihatkan solusi atas duduk kasus yang saya hadapi ketika ini.
sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terima kasih banyak.

wassalam wr wb

JAWABAN

1. Kalau anda tidak menerima nafkah dari suami baik lahir atau batin, maka anda sanggup meminta cerai pada suami. Kalau suami menolak, maka anda sanggup melaksanakan gugat cerai ke Pengadilan Agama.
2. Lihat poin 1. Lebih detail lihat: http://www.fatihsyuhud.net/2013/10/hukum-gugat-cerai-khuluk-dalam-islam/
Sumber https://www.alkhoirot.net
Buat lebih berguna, kongsi:
close