
jual beli via ekonomiislam.net
Memang dalam Al Qur'an telah dijelaskan bahwa kalau kita ingin menjadi kaya maka jadilah pedagang. Tapi jangan sembarang kalau ingin rezeki perdagangan kita barokah.
Kenapa? Karena bisa saja jual beli kita dengan pembeli bisa dihukumi HARAM. Maka perhatikan hal-hal berikut ini kalau melaksanakan jual beli.
Jual Beli ialah salah satu bentuk acara muamalah dalam Islam. Hukum asal bagi jual beli ialah mubah atau diperbolehkan. Meski demikian, acara jual beli ini hukumnya bisa menjadi haram apabila sistemnya ijon atau apabila barang yang diperjual belikan hukumnya haram. Berikut ini hal-hal ynag wajib anda ketahui dalam jual beli.
Jual Beli Menurut 4 Madzhab
1. Mazhab HanafiMenurut mazhab Hanafi, jual beli mengandung dua makna, yakni:
1) Makna khusus, yaitu menukarkan barang dengan dua mata uang, yakni emas dan perak dan yang sejenisnya. Kapan saja lafal diucapkan, tentu kembali kepada arti ini.
2) Makna umum, yaitu ada dua belas macam, diantaranya ialah makna khusus ini.
2. Mazhab Maliki
Menurut Mazhab Maliki, jual beli atau bai’ berdasarkan istilah ada dua pengertian, yakni:
1) Pengertian untuk seluruh satuannya bai’ (jual beli), yang meliputi kesepakatan sharaf, salam dan lain sebagainya.
2) Pengertian untuk satu satuan dari beberapa satuan yaitu sesuatu yang dipahamkan dari lafal bai’ secara mutlak berdasarkan uruf (adat kebiasaan).
3. Mazhab Hanbali
Menurut ulama Hanbali jual beli berdasarkan syara’ ialah menukarkan harta dengan harta atau menukarkan manfaat yang mubah dengan suatu manfaat yang mubah pula untuk selamanya
4. Mazhab Syafi’i
Ulama mazhab Syafi’i mendefinisikan bahwa jual beli berdasarkan syara’ ialah kesepakatan penukaran harta dengan harta dengan cara tertentu.
Dari definisi-definisi di atas sanggup dipahami inti jual beli ialah suatu perjanjian tukar menukar benda (barang) yang mempunyai nilai,atas dasar kerelaaan (kesepakatan)antara dua belah pihak sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang dibenarkan oleh syara’.[3]
Apa Saja Rukun Jual Beli ?
Berikut ialah rukun dari Jual Beli dalam islam:● Ada penjual dan juga pembeli.
● Ada uang (harga) ada barang yang akan dibeli.
● Ada Ijab dan Qabul antara penjual dan pembeli.
Itu ialah apa saja rukun jual beli yang benar. Agar jual beli tersbut sah ada beberapa syarat. Apa saja syarat jual beli biar sah? Simak berikut ini.
Apa Saja Syarat Jual Beli ?
Berikut ini ialah apa saja syarat jual beli yang wajib dipenuhi.
- Berakal – pihak yang bertransaksi haruslah telah baligh, mempunyai kemampuan mengatur uang, dan kompeten dalam melaksanakan jual beli.
- Kehendak sendiri – Para pihak yang terlibat melaksanakan tranasaksi dengan ridha dan sukarela, alasannya ialah kalau dilakukan dengan paksaan, termasuk transaksi yang bathil (Q.S An-Nissa: 29).
- Mengetahui – Para pihak telah mengetahui barang dan harga jualnya, tidak boleh ada ketidak jelasan (ghoror) menyerupai membeli susu yang masih belum diperah.
- Suci barangnya – barang yang diperjualbelikan bukan benda najis atau yang barang yang haram.
- Barang bermanfaat – barang pada transksi jual beli mempunyai manfaat sehingga tidak mubazir.
- Barang sudah dimiliki – penjual telah mempunyai hak untuk menjual barang tersebut, baik itu dengan telah membeli telebih dahulu dari suplier/produsen, atau telah memperoleh izin untuk menjual dari pemilik barang. (kecuali kalau melaksanakan jual beli salam).
- Barang sanggup diserahterimakan – barang yang tidak sanggup diserahkan, menyerupai jual beli burung yang sedang terbang, berpotensi besar tidak terealisasi, sehingga mengakibatkan kerugian pada salah satu pihak.
- Ijab dan qabul transaksi harus berafiliasi (tidak ada pemisah) meskipun berbeda daerah (mazhab hanafi).
- Lafadz dan perbuatan jelas – pengucapan menjual dan membeli oleh para pihak harus terang dan saling berkait, selain itu ijab qabul juga sanggup dilakukan sesuai kebiasan perdagangan setempat, menyerupai menyerahkan uang dan penjual menyerahkan barang.
Nah itulah apa saja syarat jual beli yang harus dipenuhi. Selanjutnya apa saja kesepakatan jual beli ? berikut ini penjelasanya.
Apa Saja Akad Jual Beli ?
Akad jual beli bisa dengan bentuk perkataan maupun perbuatan.1. Perkataan
Bentuk perkataan terdiri dari:
Ijab yaitu kata yang keluar dari penjual menyerupai ucapan ” saya jual”, dan
Qobul yaitu ucapan yang keluar dari pembeli dengan ucapan “saya beli”.
2. Perbuatan
Bentuk perbuatan yaitu muaathoh (saling memberi) yang terdiri dari perbuatan mengambil dan memberi menyerupai penjual memperlihatkan barang dagangan kepadanya (pembeli) dan (pembeli) memperlihatkan harga yang masuk akal (telah ditentukan).
Dan kadang bentuk kesepakatan terdiri dari ucapan dan perbuatan sekaligus
Berkata Syaikh Taqiyuddin Ibnu Taimiyah rahimahullah : jual beli Muathoh ada beberapa gambaran
Penjual hanya melaksanakan ijab lafadz saja, dan pembeli mengambilnya menyerupai ucapan ” ambilah baju ini dengan satu dinar, maka lalu diambil, demikian pula kalau harga itu dengan sesuatu tertentu menyerupai mengucapkan “ambilah baju ini dengan bajumu”, maka lalu dia mengambilnya.
Pembeli mengucapkan suatu lafadz sedang dari penjual hanya memberi, sama saja apakah harga barang tersebut sudah niscaya atau dalam bentuk suatu jaminan dalam perjanjian.(dihutangkan)
Keduanya tidak mengucapkan lafadz apapun, bahkan ada kebiasaan yaitu meletakkan uang (suatu harga) dan mengambil sesuatu yang telah dihargai.
Allah Ta’ala berfirman :
“Dan Allah menghalalkan jual beli..”(Al Baqarah : 275)
Allah Ta’ala berfirman :
“Tidaklah dosa bagi kalian untuk mencari keutaman (rizki) dari Rabbmu..” (Al Baqarah : 198, ayat ini berkaitan dengan jual beli di animo haji)
Dan Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Dua orang yang saling berjual beli punya hak untuk saling menentukan selama mereka tidak saling berpisah, maka kalau keduianya saling jujur dalam jual beli dan menandakan keadaan barang-barangnya (dari malu dan cacat), maka akan diberikan barokah jual beli bagi keduanya, dan apabila keduanya saling berdusta dan saling menyembunyikan aibnya maka akan dicabut barokah jual beli dari keduanya”. (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa’i, dan shahihkan oleh Syaikh Al Bany dalam shahih Jami no. 2886)
Para ulama telah ijma (sepakat) atas masalah (bolehnya) jual beli, adapun qiyas yaitu dari satu sisi bahwa kebutuhan insan mendorong kepada masalah jual beli, alasannya ialah kebutuhan insan berkaitan dengan apa yang ada pada orang lain baik berupa harga atau sesuaitu yang dihargai (barang dan jasa) dan dia tidak sanggup mendapatkannya kecuali dengan menggantinya dengan sesuatu yang lain, maka jelaslah nasihat itu menuntut dibolehkannya jual beli untuik hingga kepada tujuan yang dikehendaki.
Jual beli ialah menukar harta dengan harta. Namun, ternyata ada jual beli yang diharamkan. Berikut ini jual beli yang mengandung riba yaitu :
1. Jual beli ‘inah
Definisi yang paling masyhur ialah seseorang menjual barang secara tidak tunai kepada seorang pembeli, lalu ia membelinya lagi dari pembeli tadi secara tunai dengan harga lebih murah. Tujuan dari transaksi ini ialah untuk mengakal-akali supaya menerima laba dalam transaksi utang piutang.
Larangan jual beli ‘inah disebutkan dalam hadits,
“Jika kalian berjual beli dengan cara ‘inah, mengikuti ekor sapi (maksudnya: sibuk dengan peternakan), ridha dengan bercocok tanam (maksudnya: sibuk dengan pertanian) dan meninggalkan jihad (yang ketika itu fardhu ‘ain), maka Allah akan menguasakan kehinaan atas kalian. Allah tidak akan mencabutnya dari kalian hingga kalian kembali kepada agama kalian” (HR. Abu Daud no. 3462. Syaikh Al Albani menyampaikan bahwa hadits ini shahih. Lihat ‘Aunul Ma’bud, 9: 242).
2. Jual beli muzabanah dan muhaqolah
Muzabanah ialah setiap jual beli pada barang yang tidak diketahui takaran, timbangan atau jumlahnya ditukar dengan barang lain yang sudah terang takarannya, timbangan atau jumlahya. Contohnya ialah menukar kurma yang sudah dikilo dengan kurma yang masih di pohon.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
نَهَى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – عَنِ الْمُحَاقَلَةِ وَالْمُزَابَنَةِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari jual beli muhaqolah dan muzabanah” (HR. Bukhari no. 2187 dan Muslim no. 1536).
3. Jual beli daging dengan hewan
Tidak boleh melaksanakan jual beli semacam ini. Yang mesti dilakukan, terlebih dahulu binatang tersebut higienis dari tulang, sesudah itu boleh ditukar dengan daging.
Dari Sa’id bin Al Musayyib, ia berkata,
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنْ بَيْعِ اللَّحْمِ بِالْحَيَوَانِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari jual beli daging dan hewan” (HR. Malik dalam muwatho’nya 2: 655, Al Baihaqi 5: 296, Hakim dalam mustadroknya 5: 357.
4. Jual beli kredit lewat pihak ketiga (leasing)
Jual beli secara kredit asalnya boleh selama tidak melaksanakan hal yang terlarang. Namun perlu diperhatikan bahwa kebolehan jual beli kredit harus melihat beberapa kriteria.
Kriteria pertama, barang yang dikreditkan sudah menjadi milik penjual (bank).
Kriteria kedua, barang tersebut bukan menjadi milik si penjual (bank), namun menjadi milik pihak ketiga.
Jika salah satu dari dua syarat di atas tidak bisa dipenuhi, maka akan terjerumus pada pelanggaran.
5. Jual beli utang dengan utang
Bentuknya ialah seseorang membeli sesuatu pada yang lain dengan tempo, namun barang tersebut belum diserahkan. Ketika jatuh tempo, barang yang dipesan pun belum jadi.
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari jual beli utang dengan utang” (HR. Ad Daruquthni 3: 71, 72. Syaikh Al Albani menyampaikan bahwa hadits ini dho’if sebagaimana dalam Dho’iful Jaami’ 6061). Namun makna hadits ini benar dan disepakati oleh para ulama, yaitu terlarang jual beli utang dengan utang.
Sistem jual beli ijon ialah jual beli buah-buahan atau biji-bijian atau hasil flora yang masih di pohonnya dan belum siap untuk dipanen.
Jual beli ijon ialah jual beli yang terlarang di dalam Islam alasannya ialah ia mengandung unsur gharar/ketidak jelasan.
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata :
“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual-beli yang mengandung unsur gharar/ketidak jelasan.” (HR. Muslim : 1513).
Dan makna dari Gharar ialah sebagaimana yang diterangkan oleh Syaikh Wahbah Az-Zuhaili :
“Jual beli gharar ialah jual beli yang mengandung ancaman yang mengancam salah satu dari penjual atau pembeli sehingga menimbulkan lenyap atau musnahnya harta salah satu dari keduanya”. (Fiqih Islami Wa Adillatuhu : 4/437).
Jual beli ijon dengan tanpa keraguan sama sekali terang mengandung apa yang dia isyaratkan. Karena buah yang sudah dibeli bisa saja rusak sebelum dipanen baik alasannya ialah peristiwa atau hama atau faktor lainnya. Maka dari itu dalam hadits lain yang lebih gamblang Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam melarang jenis jual beli menyerupai ini.
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu gotong royong Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli buah-buahan hingga menua? Para sobat bertanya ; ‘Apa maksudnya telah menua?”. Beliau menjawab ; ‘Bila telah berwarna merah.’ Kemudian dia bersabda ; ‘Bila Allah menghalangi masa panen buah-buahan tersebut, maka apa alasannya engkau mengambil harta saudaramu ?” (HR. Bukhari : 2198, Muslim : 1555).
Syaikh Shadiq Muhammad Amin Adh-Dharir berkata ketika mengomentari hadits pertama yang tadi kita nukilkan di awal :
“Hadits tersebut mempunyai tiga faidah aturan :
Yang pertama : Pengharaman jual beli Gharar, alasannya ialah redaksi larangan itu memperlihatkan pengharaman berdasarkan pendapat dari para ulama hebat ushul yang terpilih dan tidak dipakai pada selainnya kecuali majaz.
Yang kedua : Rusaknya kesepakatan jual beli Gharar maksudnya tidak ada konsekwensi apapun yang harus ditanggung berdasarkan pendapat lebih banyak didominasi para ulama.
Yang ketiga : Pengharaman serta rusaknya kesepakatan jual beli Gharar itu meliputi semua jenis jual beli Gharar, berdasarkan pendapat para ulama yang menyatakan bahwa perkataan sobat : ‘Larangan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dari ini dan itu, memperlihatkan keumuman”. (Al-Gharar Fil ‘Uqud Wa Atsaruhu Fit Tathbiqatil Mu’ashirah : 10).
Allah Swt mensyari’atkan jual beli sebagai penggalan dari bentuk ta’awun (saling menolong) antar sesama manusia, juga sebagai tunjangan keleluasaan, alasannya ialah insan secara langsung mempunyai kebutuhan berupa sandang, pangan, papan dsb. Dengan memahami ketentuan jual beli serta jual beli yang dihentikan tersebut semoga sanggup menambah ilmu anda. Demikian artikel ini kami buat. Semoga bermanfaat. Amiin.
Sumber http://www.wajibbaca.com
Penjual hanya melaksanakan ijab lafadz saja, dan pembeli mengambilnya menyerupai ucapan ” ambilah baju ini dengan satu dinar, maka lalu diambil, demikian pula kalau harga itu dengan sesuatu tertentu menyerupai mengucapkan “ambilah baju ini dengan bajumu”, maka lalu dia mengambilnya.
Pembeli mengucapkan suatu lafadz sedang dari penjual hanya memberi, sama saja apakah harga barang tersebut sudah niscaya atau dalam bentuk suatu jaminan dalam perjanjian.(dihutangkan)
Keduanya tidak mengucapkan lafadz apapun, bahkan ada kebiasaan yaitu meletakkan uang (suatu harga) dan mengambil sesuatu yang telah dihargai.
Apa Saja Hukum Jual Beli ?
Jual beli ialah masalah yang diperbolehkan berdasarkan al Kitab, as Sunnah, ijma serta qiyas :Allah Ta’ala berfirman :
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ
Allah Ta’ala berfirman :
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ
Dan Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Dua orang yang saling berjual beli punya hak untuk saling menentukan selama mereka tidak saling berpisah, maka kalau keduianya saling jujur dalam jual beli dan menandakan keadaan barang-barangnya (dari malu dan cacat), maka akan diberikan barokah jual beli bagi keduanya, dan apabila keduanya saling berdusta dan saling menyembunyikan aibnya maka akan dicabut barokah jual beli dari keduanya”. (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa’i, dan shahihkan oleh Syaikh Al Bany dalam shahih Jami no. 2886)
Para ulama telah ijma (sepakat) atas masalah (bolehnya) jual beli, adapun qiyas yaitu dari satu sisi bahwa kebutuhan insan mendorong kepada masalah jual beli, alasannya ialah kebutuhan insan berkaitan dengan apa yang ada pada orang lain baik berupa harga atau sesuaitu yang dihargai (barang dan jasa) dan dia tidak sanggup mendapatkannya kecuali dengan menggantinya dengan sesuatu yang lain, maka jelaslah nasihat itu menuntut dibolehkannya jual beli untuik hingga kepada tujuan yang dikehendaki.
Kenapa Jual Beli Haram ?
Apakah Jual Beli Termasuk riba yang dihentikan ? Apa saja jual beli terlarang berdasarkan islam ? Beriku ini jawabnnya.Jual beli ialah menukar harta dengan harta. Namun, ternyata ada jual beli yang diharamkan. Berikut ini jual beli yang mengandung riba yaitu :
1. Jual beli ‘inah
Definisi yang paling masyhur ialah seseorang menjual barang secara tidak tunai kepada seorang pembeli, lalu ia membelinya lagi dari pembeli tadi secara tunai dengan harga lebih murah. Tujuan dari transaksi ini ialah untuk mengakal-akali supaya menerima laba dalam transaksi utang piutang.
Larangan jual beli ‘inah disebutkan dalam hadits,
إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ
2. Jual beli muzabanah dan muhaqolah
Muzabanah ialah setiap jual beli pada barang yang tidak diketahui takaran, timbangan atau jumlahnya ditukar dengan barang lain yang sudah terang takarannya, timbangan atau jumlahya. Contohnya ialah menukar kurma yang sudah dikilo dengan kurma yang masih di pohon.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
نَهَى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – عَنِ الْمُحَاقَلَةِ وَالْمُزَابَنَةِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari jual beli muhaqolah dan muzabanah” (HR. Bukhari no. 2187 dan Muslim no. 1536).
3. Jual beli daging dengan hewan
Tidak boleh melaksanakan jual beli semacam ini. Yang mesti dilakukan, terlebih dahulu binatang tersebut higienis dari tulang, sesudah itu boleh ditukar dengan daging.
Dari Sa’id bin Al Musayyib, ia berkata,
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنْ بَيْعِ اللَّحْمِ بِالْحَيَوَانِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari jual beli daging dan hewan” (HR. Malik dalam muwatho’nya 2: 655, Al Baihaqi 5: 296, Hakim dalam mustadroknya 5: 357.
4. Jual beli kredit lewat pihak ketiga (leasing)
Jual beli secara kredit asalnya boleh selama tidak melaksanakan hal yang terlarang. Namun perlu diperhatikan bahwa kebolehan jual beli kredit harus melihat beberapa kriteria.
Kriteria pertama, barang yang dikreditkan sudah menjadi milik penjual (bank).
Kriteria kedua, barang tersebut bukan menjadi milik si penjual (bank), namun menjadi milik pihak ketiga.
Jika salah satu dari dua syarat di atas tidak bisa dipenuhi, maka akan terjerumus pada pelanggaran.
5. Jual beli utang dengan utang
Bentuknya ialah seseorang membeli sesuatu pada yang lain dengan tempo, namun barang tersebut belum diserahkan. Ketika jatuh tempo, barang yang dipesan pun belum jadi.
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنْ بَيْعِ الْكَالِئِ بِالْكَالِئِ
Kenapa Jual Beli Ijon Dilarang ?
jual beli ijon via bimbinganislam.com
Jual beli ijon ialah jual beli yang terlarang di dalam Islam alasannya ialah ia mengandung unsur gharar/ketidak jelasan.
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata :
أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم نَهَى عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ. رواه مسلم
Dan makna dari Gharar ialah sebagaimana yang diterangkan oleh Syaikh Wahbah Az-Zuhaili :
والخلاصة أن بيع الغرر هو البيع الذي يتضمن خطرا يلحق أحد المتعاقدين فيؤدي إلى ضياع ماله
Jual beli ijon dengan tanpa keraguan sama sekali terang mengandung apa yang dia isyaratkan. Karena buah yang sudah dibeli bisa saja rusak sebelum dipanen baik alasannya ialah peristiwa atau hama atau faktor lainnya. Maka dari itu dalam hadits lain yang lebih gamblang Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam melarang jenis jual beli menyerupai ini.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم نَهَى عَنْ بَيْعِ الثَّمَرَةِ حَتَّى تُزْهِىَ قَالُوا وَمَا تُزْهِىَ قَالَ تَحْمَرُّ. فَقَالَ إِذَا مَنَعَ اللَّهُ الثَّمَرَةَ فَبِمَ تَسْتَحِلُّ مَالَ أَخِيكَ؟. متفق عليه
Syaikh Shadiq Muhammad Amin Adh-Dharir berkata ketika mengomentari hadits pertama yang tadi kita nukilkan di awal :
يستفاد من هذا الحديث ثلاثة أحكام : الحكم الأول تحريم بيع الغرر لأن صيغة النهي تدل على التحريم على القول المختار عند الأصوليين ولا تستعمل في غيره إلا مجازا. الحكم الثاني فساد عقد بيع الغرر أي عدم ترتب أي أثر عليه على رأي جماهير العلماء. الحكم الثالث شمول التحريم والفساد لكل بيوع الغرر على رأي القائلين بأن قول الصحابي : نهي النبي صلى الله عليه وسلم عن كذا يدل على العموم
Yang pertama : Pengharaman jual beli Gharar, alasannya ialah redaksi larangan itu memperlihatkan pengharaman berdasarkan pendapat dari para ulama hebat ushul yang terpilih dan tidak dipakai pada selainnya kecuali majaz.
Yang kedua : Rusaknya kesepakatan jual beli Gharar maksudnya tidak ada konsekwensi apapun yang harus ditanggung berdasarkan pendapat lebih banyak didominasi para ulama.
Yang ketiga : Pengharaman serta rusaknya kesepakatan jual beli Gharar itu meliputi semua jenis jual beli Gharar, berdasarkan pendapat para ulama yang menyatakan bahwa perkataan sobat : ‘Larangan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dari ini dan itu, memperlihatkan keumuman”. (Al-Gharar Fil ‘Uqud Wa Atsaruhu Fit Tathbiqatil Mu’ashirah : 10).
Allah Swt mensyari’atkan jual beli sebagai penggalan dari bentuk ta’awun (saling menolong) antar sesama manusia, juga sebagai tunjangan keleluasaan, alasannya ialah insan secara langsung mempunyai kebutuhan berupa sandang, pangan, papan dsb. Dengan memahami ketentuan jual beli serta jual beli yang dihentikan tersebut semoga sanggup menambah ilmu anda. Demikian artikel ini kami buat. Semoga bermanfaat. Amiin.
Sumber http://www.wajibbaca.com
Buat lebih berguna, kongsi: