
Gambar ilustrasi (foto: tribunnews.com)
Menarik untuk diketahui...
Sholat berjamaah dan doa bersama menyambut tamat dan awal tahun hijriah ini.
Adakah kedua doa tersebut dalam tuntunan Islam yang diajarkan Rasulullah SAW?
Berikut klarifikasi para Ulama!
Akhir tahun dan menyambut awal tahun hijriah, muslim seringkali diingatkan untuk berdoa.
Doa yang banyak beredar di kalangan muslim yaitu doa tamat tahun yang diucapkan sebelum dan setelah maghrib.
Amalan ini begitu tersebar di banyak sekali masjid di negeri kita ini. Sehingga sangat penting sekali kita mengetahui ada dasar ataukah tidak amalan tersebut.
Syaikh Bakr Bin Abdillah Abu Zaid rahimahullah berkata,
“Syariat Islam tidak pernah mengajarkan atau menganjurkan doa atau dzikir untuk awal tahun. Manusia dikala ini banyak yang menciptakan kreasi gres dalam hal amalan berupa doa, dzikir atau tukar menukar ucapan selamat, demikian pula puasa awal tahun baru, menghidupkan malam pertama bulan Muharram dengan shalat, dzikir atau do’a, puasa tamat tahun dan sebagainya yang semua ini tidak ada dalilnya sama sekali.” (Tashih Ad Du’a’, hal.107)
Demikian juga Syaikh ‘Abdullah At Tuwaijiriy berkata,
“Sebagian orang menciptakan penemuan gres dalam ibadah dengan membuat-membuat doa awal tahun dan tamat tahun. Sehingga dari sini orang-orang awam ikut-ikutan mengikuti ritual tersebut di banyak sekali masjid, bahkan terdapat para imam pun mengikutinya. Padahal, doa awal dan tamat tahun tersebut tidak ada pendukung dalil sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan juga dari para sahabatnya, begitu pula dari para tabi’in. Tidak ada satu hadits pun yang mendukungnya dalam banyak sekali kitab musnad atau kitab hadits.” (Al Bida’ Al Hawliyah, hal. 399).
Dilanjutkan pula oleh Syaikh At Tuwaijiriy di halaman yang sama,
“Kita tahu bahwa doa yaitu ibadah. Pengkhususan suatu ibadah itu harus tawqifiyah (harus dengan dalil). Doa awal dan tamat tahun sendiri tidak ada tuntunan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak pula pernah dicontohkan oleh para sahabat radhiyallahu ‘anhum.”
Dijelaskan pula oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau berkata,
“Setiap masalah yang faktor pendorong untuk melakukannya di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ada dan mengandung suatu maslahat, namun ia shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukannya, maka ketahuilah bahwa masalah tersebut bukanlah maslahat. Namun, apabila faktor tersebut gres muncul setelah ia shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat dan hal itu bukanlah maksiat, maka masalah tersebut yaitu maslahat.“ (Iqtidho’ Shirotil Mustaqim, 2: 101)
Ketika penetapan awal dan tamat tahun pun, kita tidak dapati para sahabat memanjatkan doa awal dan tamat tahun. Tidak ada di antara para sahabat yang menciptakan ritual tersebut padahal sanggup saja mereka melakukannya, menyerupai dilansir dari rumaysho.com.
Syaikh Muhammad bin Husain Al Jizani berkata,
“Setiap ibadah yang tidak dilakukan oleh salafush sholeh dari kalangan sahabat, tabi’in dan yang mengikuti jejak mereka, atau tidak ada nukilan, tulisan, atau penyampaian di dalam majelis, maka perbuatan tersebut disebut bid’ah dengan syarat ada faktor pendorong untuk melakukannya dan tidak ada penghalang yang menghalangi untuk melaksanakan ibadah tersebut.” (Qawa’id Ma’rifatil Bida’, hal. 181)
Baca Juga:
Sama halnya dengan doa awal dan tamat tahun. Itu pun tidak pernah dilakukan di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga tidak pernah dilakukan di masa para sahabat.
Padahal dikala itu sanggup saja dilakukan alasannya masih adanya faktor pendorong dan tidak ada yang menghalanginya, namun hal itu tidak dilakukan.
Dzun Nuun Al Mishri berkata,
“Tanda seseorang cinta pada Allah yaitu mengikuti habibullah (kekasih Allah yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) dalam akhlak, perbuatan, urusan dan sunnahnya.” (Al I’tishom, 1: 152).
Abu ‘Ali Muhammad bin ‘Abdul Wahhab Ats Tsaqofi berkata,
“Allah tidaklah mendapatkan amalan kecuali amalan tersebut showab (benar). Amalan yang benar yaitu amalan yang ikhlas. Amalan yang nrimo yaitu amalan yang sesuai dengan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Al I’tishom, 1: 156).
Berdoa itu boleh alasannya potongan dari syariat, namun mengkhususkannya sebgai suatu ritual pada waktu tertentu yang tidak terdapat tuntunan baik dari Rasulullah maupun sahabat dan tabi’ien, tentunya jangan hingga dijadikan tradisi.
Sebab, masalah ibadah tentu harus merujuk terlebih dahulu pada sumber Islam yang terpercaya yaitu Quran dan sunnah.
Demikian, Wallahu A'lam.
Sumber http://www.wajibbaca.com
Dilanjutkan pula oleh Syaikh At Tuwaijiriy di halaman yang sama,
“Kita tahu bahwa doa yaitu ibadah. Pengkhususan suatu ibadah itu harus tawqifiyah (harus dengan dalil). Doa awal dan tamat tahun sendiri tidak ada tuntunan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak pula pernah dicontohkan oleh para sahabat radhiyallahu ‘anhum.”
Dijelaskan pula oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau berkata,
“Setiap masalah yang faktor pendorong untuk melakukannya di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ada dan mengandung suatu maslahat, namun ia shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukannya, maka ketahuilah bahwa masalah tersebut bukanlah maslahat. Namun, apabila faktor tersebut gres muncul setelah ia shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat dan hal itu bukanlah maksiat, maka masalah tersebut yaitu maslahat.“ (Iqtidho’ Shirotil Mustaqim, 2: 101)
Perlu dipahami pula bahwa penetapan tarikh hijriyah (kalender Hijriyah) gres ada di masa khalifar Umar bin Al Khattab radhiyallahu ‘anhu.
Berdasarkan kesepatakan para sahabat, bulan Muharram ditetapkan sebagai awal tahun dan bulan Dzulhijjah ditetapkan sebagai tamat tahun.Ketika penetapan awal dan tamat tahun pun, kita tidak dapati para sahabat memanjatkan doa awal dan tamat tahun. Tidak ada di antara para sahabat yang menciptakan ritual tersebut padahal sanggup saja mereka melakukannya, menyerupai dilansir dari rumaysho.com.
Syaikh Muhammad bin Husain Al Jizani berkata,
“Setiap ibadah yang tidak dilakukan oleh salafush sholeh dari kalangan sahabat, tabi’in dan yang mengikuti jejak mereka, atau tidak ada nukilan, tulisan, atau penyampaian di dalam majelis, maka perbuatan tersebut disebut bid’ah dengan syarat ada faktor pendorong untuk melakukannya dan tidak ada penghalang yang menghalangi untuk melaksanakan ibadah tersebut.” (Qawa’id Ma’rifatil Bida’, hal. 181)
Baca Juga:
- Kenapa Orang Bermaksiat Rezekinya Ngalir Terus? Ternyata Ini "Rahasia" Dari Allah SWT
- Na'udzubillah! Kisah Nyata Tangan Pemandi Jenazah Melekat Pada Kemaluan Mayit Pelacur
- Astagfirullah, 7 Kekhawatiran Ali Bin Abi Thalib Kini Makara Kenyataan
Sama halnya dengan doa awal dan tamat tahun. Itu pun tidak pernah dilakukan di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga tidak pernah dilakukan di masa para sahabat.
Padahal dikala itu sanggup saja dilakukan alasannya masih adanya faktor pendorong dan tidak ada yang menghalanginya, namun hal itu tidak dilakukan.
Dzun Nuun Al Mishri berkata,
“Tanda seseorang cinta pada Allah yaitu mengikuti habibullah (kekasih Allah yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) dalam akhlak, perbuatan, urusan dan sunnahnya.” (Al I’tishom, 1: 152).
Abu ‘Ali Muhammad bin ‘Abdul Wahhab Ats Tsaqofi berkata,
“Allah tidaklah mendapatkan amalan kecuali amalan tersebut showab (benar). Amalan yang benar yaitu amalan yang ikhlas. Amalan yang nrimo yaitu amalan yang sesuai dengan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Al I’tishom, 1: 156).
Berdoa itu boleh alasannya potongan dari syariat, namun mengkhususkannya sebgai suatu ritual pada waktu tertentu yang tidak terdapat tuntunan baik dari Rasulullah maupun sahabat dan tabi’ien, tentunya jangan hingga dijadikan tradisi.
Sebab, masalah ibadah tentu harus merujuk terlebih dahulu pada sumber Islam yang terpercaya yaitu Quran dan sunnah.
Demikian, Wallahu A'lam.
Sumber http://www.wajibbaca.com
Buat lebih berguna, kongsi: