Hukum Jabat Tangan Atau Salaman Bukan Muhrim

Hukum Jabat Tangan atau Salaman Bukan Muhrim Hukum Jabat Tangan atau Salaman Bukan Muhrim
Hukum Jabat Tangan atau Salaman antara laki-laki perempuan Bukan Muhrim

Perempuan dalam konteks hubungannya dengan laki-laki ada dua macam yaitu perempuan mahram (secara salah kaprah disebut muhrim) yang mempunyai kekerabatan sangat akrab atau perempuan non-mahram (Arab, ajnabiyah). Wanita bukan mahram ada tiga macam: dewasa, anak kecil dan usia lanjut. Dalam syariah Islam, berjabatan tangan (bahasa Arab, musafahah; Jawa, salaman) antara lelaki dan perempuan yang bukan mahram hukumnya haram (dilarang). Kecuali apabila perempuan non-mahram tersebut sudah renta atau masih anak-anak. Sedangkan bersalaman atau bersentuhan dengan wanita yang mahram hukumnya boleh.
Keterangan gambar: Raja Salman bersalaman dengan Puan Maharani di Istana Merdeka 2 Maret 2017

TOPIK SYARIAH ISLAM
  1. Hukum Salaman dengan Perempuan Mahram (Muhrim)
  2. Hukum Jabat Tangan dengan Wanita Bukan Mahram
    1. Hukum Jabatan Tangan dengan Wanita Tua Anak Kecil Bukan Mahram
    2. Hukum Jabatan Tangan dengan Wanita Muda Bukan Mahram
  3. Pendapat Yusuf Qardhawi seputar Jabat Tangan dengan Wanita
  4. Hukum Jabat Tangan dengan Wanita Bukan Muhrim Menurut 4 (Empat) Madzhab
  5. CARA KONSULTASI SYARIAH ISLAM


I. HUKUM JABAT TANGAN DENGAN PEREMPUAN MAHRAM

Berjabatan tangan/bersalaman, bersentuhan dengan perempuan yang mahram hukumnya boleh. Berdasarkan sebuah hadits riwayat Abu Daud dan Tirmidzi, bahwa Nabi Muhammad pernah mencium putrinya Fatimah dan Fatimah juga pernah mencium Nabi apabila Nabi tiba ke rumahnya.[1] Hadits ini menjadi dalil ulama untuk menetapkan bolehnya berjabatan tangan antara laki-laki dengan perempuan mahram. Karena, jikalau bersentuhan boleh, maka bersalaman juga boleh sebab jatabtangan menjadi belahan dari bersentuhan.

Hal lain yang boleh dilakukan antara laki-laki dan perempuan yang mahram yakni memandang anggota badan perempuan selain antara pusar dan lutut, bepergian bersama, dan khalwat (berduaan dalam kamar tertutup).


II. HUKUM JABAT TANGAN DENGAN WANITA BUKAN MAHRAM

Wanita yang bukan mahram ada dua macam. Perempuan renta dan perempuan muda. Kedunya mempunyai konsekuensi aturan yang berbeda dalam berjabatan tangan.

II.A. HUKUM JABAT TANGAN DENGAN WANITA TUA BUKAN MAHRAM

Bersalaman dengan perempuan renta renta hukumnya boleh dengan syarat (a) perempuan itu sudah tidak menarik dan tidak tertarik lawan jenis; (b) kedua belah pihak terbebas syahwat (nafsu). Berjabat tangan dengan anak (gadis) kecil hukumnya sama dengan perempuan tua. Abu Bakar--khalifah pertama--biasa bersalaman dengan perempuan tua.

Namun, berdasarkan madzhab Syafi'i, hukumnya tetap haram. ٍ


II.B. HUKUM JABAT TANGAN DENGAN WANITA MUDA BUKAN MAHRAM

Bersalaman dengan perempuan non-mahram yang masih muda haram secara mutlak dan disepakati oleh madzhab yang empat (Syafi'i, Maliki, Hanafi, Hanbali).

Menurut madzhab Hanbali:

Haram berjabatan tangan dengan perempuan bukan mahram yang masih muda, walaupun menggunakan kain penghalang (ha'il). Berdasarkan sebuh hadits sahih riwayat Tabrani dan Baihaqi Nabi bersabda: "Memasukkan tangan ke besi yang panas itu lebih baik daripada menyentuh perempuan yang tidak halal (bukan mahram atau istri)"[2] Bersalaman merupakan belahan dari bersentuhan.

Sebuah hadits dari Aisyah menyatakan bahwa telapak tangan Nabi tidak pernah menyentuh tangan perempuan lain sama sekali. Nabi berkata pada para perempuan apabila hendak membaiat mereka, "Aku akan membaiat kalian dengan kata-kata."[3]

Menurut Madzhab Syafi'i:

Imam Nawawi berkata: perempuan yang haram dilihat, maka haram disentuh. Boleh memandang perempuan hanya apabila hendak melamarnya. Tapi tetap tidak boleh menyentuhnya.[4]

Nabi tidak pernah menyentuh tangan perempuan dikala membaiat

Ada hadits riwayat Ummu Athiyah yang terkesan seolah-olah Nabi pernah memegang tangan perempuan dikala membaiat mereka. Anggapan itu tidak betul. Hadits riwayat Ummu Athiyah tersebut menceritakan bahwa Nabi mengutus Umar bin Khatab membaiat sekelompok perempuan Anshar. Umar lalu membaiat mereka dari luar pintu atau luar rumah sedang perempuan itu berada dalam rumah.[5] Di situ tidak disebut secara terang apakah tangan Umar menyentuh atau tidak. Di samping itu, Ibnu Hajar pensyarah Sahih Bukhari menyatakan bahwa kesaksian Ummu Athiyah tersebut tertolak dengan hadits Aisyah.[6]

Sebagian ulama menafsiri hadits Ummu Athiyah itu dengan sahnya baiat dengan bersalaman yang menggunakan penghalang.


III. PENDAPAT YUSUF QARDHAWI SEPUTAR JABAT TANGAN DENGAN WANITA BUKAN MAHRAM

Dr. Yusuf Qaradawi mempunyai pandangan yang agak berbeda dalam soal jabat tangan dengan perempuan bukan mahram. Menurut Qardhawi, aturan bersalaman dengan perempuan non-mahram yakni makruh alias tidak haram dengan syarat:

(a) tidak ada syahwat;

(b) kondusif dari atau tidak ada fitnah. Apabila dikuatirkan terjadi fitnah dari salah satu pihak atau bangkitnya syahwat, maka hukumnya haram. Bahkan, bersalaman dengan perelpuan mahram pun, jikalau membangkitkan syahwat, hukumnya haram. Seperti bersalaman dengan ibu mertua, bibi, istri ayah, dan lain-lain yang termasuk dari perempuan mahram.

(c) Hendaknya bersalaman dengan singkat.[7]

Yusuf Qardhawi membahas aspek aturan secara mendalam sebelum hingga pada kesimpulan di atas. Termasuk dalam menganalisa dasar-dasar dari Alquran dan hadits yang sebagian dikutip di catatan kaki di bawah.[8]


IV. HUKUM JABAT TANGAN DENGAN WANITA BUKAN MAHRAM MENURUT MADZHAB 4 (EMPAT)

Berikut pendapat para ulama 4 (empat) madzhab atau madzahib al-arba'ah seputar aturan berjabatan tangan atau salaman antara laki-laki dan perempuan bukan mahram (muhrim)

1. Madzhab Hanafi berdasarkan pendapat Ibnu Najim yang menyampaikan bahwa tidak boleh menyentuh wajah dan telapak tangan perempuan walaupun kondusif dari syahwat sebab adanya keharaman dan tidak adanya darurat (keperluan mendesak) (Al Bahr Ar-Raiq VIII/219).

قال ابن نجيم :
ولا يجوز له أن يمس وجهها ولا كفها وإن أمن الشهوة لوجود المحرم ولانعدام الضرورة .
" البحر الرائق " ( 8 / 219 )

Artinya: Laki-laki tidak boleh menyentuh wajah dan telapak tangan perempuan walaupun kondusif dari syahwat sebab itu diharamkan dan tidak adanya hal yang mendesak (darurat)

2. Madzhab Maliki. Muhammad bin Ahmad berkata tidak boleh menyentuh wajah dan telapak tangan perempuan bukan mahram tanpa (kain) penghalang (Minah al-Jalil ala Syarh Mukhtasar Khalil I/223).

قال محمد بن أحمد ( عليش ) :
ولا يجوز للأجنبي لمس وجه الأجنبية ولا كفيها ، فلا يجوز لهما وضع كفه على كفها بلا حائل ، قالت عائشة رضي الله تعالى عنها " ما بايع النبي صلى الله عليه وسلم امرأة بصفحة اليد قط إنما كانت مبايعته صلى الله عليه وسلم النساء بالكلام " ، وفي رواية " ما مست يده يد امرأة وإنما كان يبايعهن بالكلام " .

3. Madzhab Syafi'i. Menurut Imam Nawawi hukumnya haram berjabat tangan dengan perempuan bukan mahram (Al-Majmuk IV/515). Imam Waliuddin Al-Iraqi menyampaikan bahwa Nabi tidak pernah menyentuh perempuan yang selain istri-istrinya baik dikala membaiat atau situasi lain. Apabila Nabi yang sudah terpelihara dari banyak sekali macam keraguan tidak melakukannya, maka yang lain semestinya lebih dari itu (tidak melaksanakan jabat tangan) (Tarhut Tatsrib VII/45-46).

وقال ولي الدين العراقي :
وفيه : أنه عليه الصلاة والسلام لم تمس يده قط يد امرأة غير زوجاته وما ملكت يمينه ، لا في مبايعة ، ولا في غيرها ، وإذا لم يفعل هو ذلك مع عصمته وانتفاء الريبة في حقه : فغيره أولى بذلك ، والظاهر أنه كان يمتنع من ذلك لتحريمه عليه ؛ فإنه لم يُعدَّ جوازه من خصائصه ، وقد قال الفقهاء من أصحابنا وغيرهم : إنه يحرم مس الأجنبية ولو في غير عورتها كالوجه ، وإن اختلفوا في جواز النظر حيث لا شهوة ولا خوف فتنة، فتحريم المس آكد من تحريم النظر ، ومحل التحريم ما إذا لم تدع لذلك ضرورة فإن كان ضرورة كتطبيب وفصد وحجامة وقلع ضرس وكحل عين ونحوها مما لا يوجد امرأة تفعله جاز للرجل الأجنبي فعله للضرورة .

4. Mdzhab Hanbali. Hukumnya haram berjabat tangan (Al-Adab Asy-Syar'iyyah II/257).

وقال ابن مفلح :
وسئل أبو عبد الله – أي الإمام أحمد – عن الرجل يصافح المرأة قال : لا وشدد فيه جداً ، قلت : فيصافحها بثوبه ؟ قال : لا ...
والتحريم اختيار الشيخ تقي الدين ، وعلل بأن الملامسة أبلغ من النظر )
Pandangan Madzhab Empat soal ini sanggup juga dilihat di sini.

CATATAN DAN RUJUKAN

[1] أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يقبل فاطمة رضي الله عنها وتقبله إذا دخل عليها

[2] لأن يطعن في رأس أحدكم بمخيط من حديد خير له من أن يمس امرأة لا تحل له

[3] والله ما أخذ رسول الله صلى الله عليه وسلم النساء قط إلا بما أمره الله تعالى، وما مست كف رسول الله صلى الله عليه وسلم كف امرأة قط، وكان يقول لهن إذا أخذ عليهن البيعة: قد بايعتكن كلاما
Dalam hadits serupa di Sahih Muslim hadits no. 3470 Aisyah berkata: أَنَّهُ يُبَايِعُهُنَّ بِالْكَلامِ .. وَمَا مَسَّتْ كَفُّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَفَّ امْرَأَةٍ قَطُّ

Dalam Sahih Bukhari hadits no. 6674 Aisyah berkata bahwa Nabi tidak pernah menyentuh tangan perempuan selain istrinya: مَا مَسَّتْ يَدُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَ امْرَأَةٍ إِلا امْرَأَةً يَمْلِكُهَا

[4] قال النووي رحمه الله : وقد قال أصحابنا: كل من حرم النظر إليه حرم مسه، بل المس أشد، فإنه يحل النظر إلى الأجنبية إذا أراد أن يتزوجها، ولا يجوز مسها

[5] Teks hadits sebagai berikut: عن أم عطية قالت: لما قدم رسول الله صلى الله عليه وسلم جمع نساء الأنصار في بيت، ثم أرسل
إلينا عمر بن الخطاب ـ رضي الله عنه ـ فقام على الباب وسلّم علينا فرددن أو فرددنا عليه السلام، ثم قال: أنا رسولُ رسولِ الله صلى الله عليه وسلم إليكن، قالت: فقلنا: مرحباً برسول الله، وبرسولِ رسولِ الله، فقال: تبايعن على أن لا تشركن بالله شيئاً ولا تسرقن ولا تزنين، قالت: فقلنا: نعم، قالت: (فمدّ يده من خارج الباب أو البيت، ومددنا أيدينا من داخل البيت، ثم قال: اللهم اشهد

[6] Fathul Bari VIII/4888.

[7] Yusuf Al Qaradawi, Fatawa Mu'ashirah, hlm. 291-302.

[8] Yang terpenting antara lain sebagai berikut:
والذي يطمئن إليه القلب من هذه الروايات أن مجرد الملامسة ليس حرامًا..فإذا وجدت أسباب الخلطة كما كان بين النبي ((صلى الله عليه وسلم)) وأم حرام وأم سليم، وأمنت الفتنة من الجانبين، فلا بأس بالمصافحة عند الحاجة كمثل القادم من سفر، والقريب إذا زار قريبة له أو زارته، من غير محارمه، كابنة الخال، أو ابنة الخالة، أو ابنة العم، أو ابنة العمة، أو امرأة العم، أو امرأة الخال أو نحو ذلك، وخصوصًا إذا كان اللقاء بعد طول غياب.
Lihat, Qardhawi, ibid, atau link ini: Fatwa Qardhawi perihal Salaman Bukan Muhrim
Sumber https://www.alkhoirot.net
Buat lebih berguna, kongsi:
close