Shalat Jumat Di Sekolah, Sah Atau Batal?

 mohon bimbingan dan petunjuk berkaitan dengan keabsahan sholat jum Shalat Jumat Di Sekolah, Sah Atau Batal?
SHALAT JUMAT DI SEKOLAH, SAH ATAU BATAL?

Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh

Yang terhormat bapak Ustadz/Kyai, mohon bimbingan dan petunjuk berkaitan dengan keabsahan sholat jum’at yang dilaksanakan di lingkungan sekolah. Adapun kondisi yang ada di sekolah kami yaitu sebagai berikut:

1. Alasan diadakan sholat jum’at di sekolah yaitu untuk mengantisipasi para siswa yang berkeliaran pada ketika pelaksanaan sholat jum’at, baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah.

2. Sholat Jum’at dilaksanakan di dalam aula, lantaran sekolah belum mempunyai masjid kecuali hanya mushola yang tidak begitu besar. Selain dipakai sholat jum’at, aula juga dipakai untuk aktivitas olah raga, hiburan, pertemuan, dan kadang juga dipakai aktivitas agama lain.

3. Ada -lebih kurang- 3 masjid di sekitar sekolah yang jaraknya kurang dari 1 km, dan masjid-masjid tersebut mengadakan sholat jum’at (1 masjid di dalam kampung; 1 masjid milik instansi pemerintah; 1 masjid umum di lingkungan perkantoran).

Demikian, atas bimbingan dan petunjuknya kami sampaikan terima kasih.
Wassalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh

JAWABAN

Shalat Jumat di sekolah ada dua kemungkinan: pertama, para jamaah yang merupakan kalangan siswa yaitu penduduk orisinil (mustawtin) di tempat tersebut dan jumlah penduduk aslinya mencapai 40 atau lebih. Dalam kasus ini maka hukumnya sah secara mutlak.

Kedua, kalangan siswa yang menjadi jamaah shalat Jumat bukan penduduk orisinil tempat tersebut atau ada yang penduduk orisinil tapi kurang dari 40 orang, maka dalam hal ini ada dua pendapat. Pendapat pertama menyatakan sah, pendapat kedua menyatakan tidak sah. Apabila demikian, maka tidak ada duduk kasus mengadakan shalat Jumat di sekolah apalagi dengan alasan kemaslahatan.

Syairazi dalam Al-Muhadzab, hlm. 1/110, menyatakan:
وَهَلْ تَنْعَقِدُ بِمُقِيمِينَ غَيرِ مُسْتَوْطِنِينَ؟ فِيهِ وَجْهَانِ : قَالَ أَبُو عَلِيِّ بْنُ أَبِي هُرَيْرَةَ : تَنْعَقِدُ بِهِمّ؛ لأَنَّهُ تَلْزَمُهُمُ الجُمْعَةُ، فَانْعَقَدَتْ بِهِمْ؛ كَالمُسْتَوْطِنِينَ.وَقَالَ أَبُو إسْحَاقَ : لاَ تَنْعَقِدُ بِهِمْ؛ لأَنَّ النَّبِيَّ خَرَجَ إلَى عَرَفَات، وَكَانَ مَعَهُ أَهْلُ مَكَّةَ، وَهُمْ فِي ذَلِكَ المَوْضِعِ مُقِيمُونَ غَيْرُ مُسْتَوْطِنِينَ، فَلَوْ انْعَقَدَتْ بِهِمُ الجُمْعَةُ لاّقَامَهَا، فَإنْ أَحْرَمَ بِالعَدَدِ، ثُمَّ انْفَضُّوا عَنْهُ
Artinya: Apakah sah shalat Jumat mukimin yang bukan mustawtin (penduduk asli)? Ada dua pendapat: Abu Ali bin Abi Hurairah berkata: Shalatnya sah. Karena, mereka berkewajiban melaksanakan Jumat maka shat shalatnya sebagaimana penduduk asli. Abu Ishaq berkata: Tidak sah dengan alasan lantaran Nabi keluar ke Arafah bersama penduduk Makkah di mana mereka (pada ketika di Arafah) yaitu mukimin yang tidak mustawtin. Seandainya Jumatnya sah pasti Nabi akan mendirikan Jumat.

Dalam mengomentari pernyataan Syairazi di atas, Imam Nawawi dalam Al-Majmuk, hlm. 4/420, menyatakan:

وأما قول المصنف (هل تنعقد بمقيمين غير مستوطنين ؟) فيه وجهان مشهوران أصحهما لا تنعقد، اتفقوا على تصحيحه، ممن صححه المحاملي وإمام الحرمين والبغوي والمتولي وآخرون، وسيأتي إن شاء الله تعالى في الفرع الآتي بيان محل الوجهين
Artinya: Adapun ucapan musannif (Apakah mukimin bukan mustawtin sah Jumatnya?) di sini ada dua pendapat yang masyhur. Yang paling sahih yaitu tidak sah. Mereka setuju atas kesahihannya. Termasuk yang mentashih pandangan ini yaitu Al-Mahamili, Imamul Haramain, Al-Baghawi, Al-Mutawalli, dan lainnya. Argumen detail akan dijelaskan kemudian.

MAKSUD QS AN-NISA 4:160-161

Asssalamu'alaikum wr wb,

Afwan nanya ustadz...

160 - { فبظلم } أي فبسبب ظلم { من الذين هادوا } هم اليهود { حرمنا عليهم طيبات أحلت لهم } هي التي في قوله تعالى : { حرمنا كل ذي ظفر } الآية { وبصدهم } الناس { عن سبيل الله } دينه صدا { كثيرا }
161 - { وأخذهم الربا وقد نهوا عنه } في التوراة { وأكلهم أموال الناس بالباطل } بالرشا في الحكم { وأعتدنا للكافرين منهم عذابا أليما } مؤلما

An-nisa’ 160-161
Kalo tidak salah, taurat turun secara ma’ bruk
sementara dalam ayat tersebut saya menangkapnya kok pengharaman hal yang tayyib itu jawaban kedzaliman yang mereka lakukan, juga lantaran hal lain……

Afwan mohon ijabahnya pak ustadz terhormat, syukron jazilan

JAWABAN

Arti kedua ayat itu sbb:
Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan lantaran mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, (4:160)

dan disebabkan mereka memakan riba, padahal bahwasanya mereka telah dihentikan daripadanya, dan lantaran mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih. (4:161)

Masalah ini sanggup dijelaskan dalam konteks berikut:
(a) Dihalalkannya masakan yang baik-baik itu terjadi sebelum turunnya Taurat. Yakni melalui Sahifah (semacam kitab tapi lebih kecil) yang diturunkan pada Nabi Musa sebelum Taurat; atau
(b) Dihalalkannya masakan yang baik itu terjadi bahkan sebelum Nabi Musa, yakni pada Nabi-nabi Bani Israil sebelumnya ibarat Nabi Yaqub, Nabi Yusuf, Nabi Ayub, dll.
(c) Kedua poin a dan b benar semuanya.

Ibnu Hibban dalam Al-Sirah, Bab Al-Sanah Al-Asyirah, hlm. 384. meriwayatkan sebuah hadits panjang dari Abu Dzar yang sebagian kami kutip sbb:

قال : يا رسول الله ! كم أنزل الله من كتاب ؟ قال : مائة كتاب و أربعة كتب أنزل على شيث خمسين صحيفة و على إدريس ثلاثين صحيفة و أنزل على إبراهيم عشر صحائف و أنزل على موسى قبل التوراة عشر صحائف

Artinya: Abu Dzar bertanya: Wahai Rasulullah berapa Kitab suci yang diturunkan Allah? Nabi menjawab: 104 Kitab. Diturunkan pada Nabi Syis 50 shahifah, pada Nabi Idris 30 Sahifah, diturunkan pada Nabi Ibrahim 10 sahifah, diturunkan pada Musa sebelum Taurat 10 Sahifah.

Baca juga:
- Hari kelahiran dan wafat Nabi
- Putra putri Nabi
- Istri Nabi Luth dan Nuh Kafir?
- Hukum Merayakan Maulid Nabi

MENELAN SISA MAKANAN SAAT SHALAT MEMBATALKAN SHALAT?

Assalamu'alaikum ustadz. Ustadz apakah menelan sisa masakan ketika shalat membatalkan shalat?

JAWABAN

Iya. Karena salah satu kasus yang membatalkan shalat yaitu makan dan minum.
Menurut Al-Ghazi dalam Fathul Qorib, jika melaksanakan itu lantaran tidak tahu maka shalatnya tidak sah.

(والأكل والشرب) كثيراً كان المأكول والمشروب أو قليلاً إلا أن يكون الشخص في هذه الصورة جاهلاً تحريم ذلك
Artinya: (termasuk membatalkan shalat adalah) makan dan minum, baik masakan dan minuman itu banyak ataupun sedikit. Kecauli apabila seorang yang melakukannya tidak tahu akan keharaman hal tersebut.

Baca detail
Sumber https://www.alkhoirot.net
Buat lebih berguna, kongsi:

Trending Kini: