HUKUM SUAMI MENCUCI PAKAIAN DALAM ISTRI
Assalamualaikum wr. wb
nama saya mz, saya gres menikah kurang lebih 4 bulan, saya dan istri saya sama-sama bekerja,
1. saya mau menanyakan bagaimana aturan suami yg mencucikan pakaian istrinya, hingga pakaian dalam istrinya juga di cucikan, selama ini saya mencucikan baju dan pakaian dalam istri saya, mengingat kita mengembangkan kiprah dalam urusan rumah tangga, mohon klarifikasi berdasarkan persepsi islam, dan adakah riwayat atau hadis yang memperbolehkan atau tidak.
2. dan bagaimana ihwal jawaban yang selama ini khususnya dalam tradisi jawa yg membuktikan mencuci pakain dalam istri akan kualat,
terima kasih wassalamualaikum wr. wb
TOPIK KONSULTASI ISLAM
JAWABAN
1. Pembagian kiprah rumah tangga antara suami dan istri ialah problem muamalah atau urusan horizontal antarmanusia, bukan problem ibadah. Oleh alasannya ialah itu, Islam menyerahkan sepenuhnya pada kedua belah pihak dalam soal pembagian tugasnya. Walaupun umumnya secara tradisi istri yang melaksanakan kiprah mencuci, tapi jikalau disepakati suami yang mengambil peran, alasannya ialah satu dan lain hal, maka tidak ada masalah. Dan jikalau suami kebagian mencuci tentu saja termasuk mencuci pakaian dalam istri. Tidak ada istilah kualat dalam Islam. Selagi tidak melanggar syariah, maka hal itu boleh dilakukan.
Namun demikian, jikalau anda berada di lingkungan yang kehidupan bertetangganya dekat satu sama lain, maka perlu berhati-hati dengan kebiasaan yang tidak lazim dan menyalahi tradisi ini alasannya ialah akan timbul fitnah di kalangan tetangga yang mengasumsikan anda sebagai kelompok suami takut istri. Sebaiknya, kebiasaan ini agak dirahasiakan jangan hingga tetangga tahu.
2. Tidak benar anggapan bahwa hal itu akan kualat alasannya ialah tidak ada dasarnya dalam Alquran dan hadis.
URAIAN
Dalam sebuah hadis sahih riwayat Bukhari dari Aisyah ia berkata:
كان صلى الله عليه وسلم يكون في مهنة أهله، يعني خدمة أهله، فإذا حضرت الصلاة خرج إلى الصلاة
Assalamualaikum wr. wb
nama saya mz, saya gres menikah kurang lebih 4 bulan, saya dan istri saya sama-sama bekerja,
1. saya mau menanyakan bagaimana aturan suami yg mencucikan pakaian istrinya, hingga pakaian dalam istrinya juga di cucikan, selama ini saya mencucikan baju dan pakaian dalam istri saya, mengingat kita mengembangkan kiprah dalam urusan rumah tangga, mohon klarifikasi berdasarkan persepsi islam, dan adakah riwayat atau hadis yang memperbolehkan atau tidak.
2. dan bagaimana ihwal jawaban yang selama ini khususnya dalam tradisi jawa yg membuktikan mencuci pakain dalam istri akan kualat,
terima kasih wassalamualaikum wr. wb
TOPIK KONSULTASI ISLAM
- HUKUM SUAMI MENCUCI PAKAIAN DALAM ISTRI
- ISTRI TIDAK TAAT, SUAMI DIMARAHI MERTUA
- CARA KONSULTASI SYARIAH ISLAM
JAWABAN
1. Pembagian kiprah rumah tangga antara suami dan istri ialah problem muamalah atau urusan horizontal antarmanusia, bukan problem ibadah. Oleh alasannya ialah itu, Islam menyerahkan sepenuhnya pada kedua belah pihak dalam soal pembagian tugasnya. Walaupun umumnya secara tradisi istri yang melaksanakan kiprah mencuci, tapi jikalau disepakati suami yang mengambil peran, alasannya ialah satu dan lain hal, maka tidak ada masalah. Dan jikalau suami kebagian mencuci tentu saja termasuk mencuci pakaian dalam istri. Tidak ada istilah kualat dalam Islam. Selagi tidak melanggar syariah, maka hal itu boleh dilakukan.
Namun demikian, jikalau anda berada di lingkungan yang kehidupan bertetangganya dekat satu sama lain, maka perlu berhati-hati dengan kebiasaan yang tidak lazim dan menyalahi tradisi ini alasannya ialah akan timbul fitnah di kalangan tetangga yang mengasumsikan anda sebagai kelompok suami takut istri. Sebaiknya, kebiasaan ini agak dirahasiakan jangan hingga tetangga tahu.
2. Tidak benar anggapan bahwa hal itu akan kualat alasannya ialah tidak ada dasarnya dalam Alquran dan hadis.
URAIAN
Dalam sebuah hadis sahih riwayat Bukhari dari Aisyah ia berkata:
كان صلى الله عليه وسلم يكون في مهنة أهله، يعني خدمة أهله، فإذا حضرت الصلاة خرج إلى الصلاة
Artinya: Rasulullah biasa membantu istrinya. Apabila datang waktu shalat, maka ia keluar untuk shalat. (Lihat: Sahih Bukhari 2/129; 9/418; Tirmidzi dalam Mukhollas 3/314, 1/66; Ibnu Saad 1/366.
Tirmidzi dalam Al-Syamail, hlm. 2/185, meriwayatkan hadis sahih serupa sebagai berikut:
كان بشراً من البشر؛ يفلي ثوبه، ويحلب شاته، ويخدم نفسه
Artinya: Nabi ialah seorang insan menyerupai yang lain. Ia membersihkan bajunya, memeras susu unta, dan melayani dirinya sendiri. (Ahmad dan Abu Bakar meriwayatkan hadis ini dengan sanad sahih dan ditahqiq dalam kitab Silsilah Al-Ahadits Al-Sohihah, hlm. 670).
Namun, pada kesempatan yang lain, Rasulullah juga menyuruh Aisyah mengambil dan mengasah pisau. Dalam sebuah hadis riwayat Muslim Nabi menyuruh Aisyah untuk memasak daging qurban:
: يا عائشة ، هلمي المدية ، ثم قال : اشحذيها بحجر ، ففعلت ، ثم أخذها وأخذ الكبش ، فأضجعه ثم ذبحه ، ثم قال : بسم الله اللهم تقبل من محمد ، وآل محمد ، ومن أمة محمد ، ثم ضحى به
Artinya: Wahai Aisyah, bawakan pisau, kemudian ia berkata : Tajamkanlah (asahlah) dengan batu. Lalu ia melakukannya. Kemudian Nabi SAW mengambil pisau tersebut dan mengambil domba, kemudian menidurkannya dan menyembelihnya dengan menyampaikan : Bismillah, wahai Allah! Terimalah dari Muhammad dan keluarga Muhammad dan dari umat Muhammad, kemudian menyembelihnya.
Ibnu Qayyim dalam Zadul Ma'ad, pecahan "في حكم النبي صلى الله عليه وسلم في خدمة المرأة لزوجها" mengutip ucapan Ibnu Habib dalam kitab Al-Wadihah menyatakan:
Artinya: Ibnu Habib dalam Al-Wadihah berkata: Nabi menghukumi problem rumah tangga antara Ali bin Abi Talib dan istrinya Fatimah binti Rasulillah dikala keduanya melaporkan problem pelayan. Nabi memutuskan Fatimah mengurus urusan dalam, urusan rumah. Dan meminta Ali mengurus urusan luar rumah. Yang dimaksud 'layanan dalam' ialah menciptakan roti, memasak, menyapu rumah, .. dan seluruh pekerjaan rumah.
Dari sejumlah hadits di atas sanggup disimpulkan bahwa kiprah keseharian rumah tangga bersifat fleksibel, tidak kaku. Walaupun tradisi universal menganut sistem istri bertugas di rumah dan suami di luar rumah, sebagaimana disebut dalam hadis Ali dan Fatimah di atas, namun ulama hebat fiqih setuju itu tidak mutlak. Dalam kondisi tertentu sanggup saja kiprah itu dibalik atau bergantian menyerupai perilaku Nabi yang sesekali mengurusi urusan internal rumah tangga menyerupai membersihkan baju dan memeras susu.
Dalam kitab Al-Mausuah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah 19/44 dijelaskan pendapat 4 mazhab soal ini:
Pendapat detail para ulama empat mazhab sanggup dilihat di sini.
____________________________
ISTRI TIDAK TAAT, SUAMI DIMARAHI MERTUA
Perkenalkan terlebih dahulu nama saya Mn dan istri saya Sp. Saya dan istri saya ialah pasangan suami istri yang gres menikah tanggal 15 desember 2014. Saya menikah atas kemauan kami sendiri di luar nikah. Saya menikahi istri saya dikala hamil 3 bln.
Kami menikah dan tinggal di kawasan abang saya alasannya ialah rumah tidak di tempati/kosong. Saya kini seorang tenaga honorer guru di SDN Mandaran Rejo II dan insyaAllah di terima sebagai admin di JNE pasuruan.
Dulu sehabis menikah posisi saya belum bekerja alasannya ialah keluar dari gaji di sebuah madrasah di sidogiri, saya ingin mencari pekerjaan lain alasannya ialah sudah berkeluarga. Tapi saya punya uang tabungan untuk menafkahi istri dan calon bayi kami, untuk biaya persalinan istri saya pun sudah saya persiapkan.
Yang ingin saya tanyakan ustad/ustadzah, kurang lebih 1bln kami tinggal bersama berdua dgn calon bayi kami, istri saya ingin membantu pakdhe/om nya di program pernikahannya. Saya melarang istri saya pergi alasannya ialah dengan alasan istri sudah membantu 2x dan juga sedang hamil 27minggu.
Kejadian itu terjadi sehabis shubuh hari ahad tanggal 15 februari 2015 istri saya meminta izin pada saya tapi saya melarangnya demi kesehatan istri dan calon anak kami, di rumah saja pekerjaan sudah saya yang kerjakan termasuk basuh piring, basuh baju istri saya, nyapu, kecuali basuh pakaian dalam istri saya, kok istri malah pergi? Saya sakit hati alasannya ialah saya tidak memberi izin dan tidak menjemput istri saya ke rumah mertua sehabis slese membantu program omnya.
Selama itu saya menunggu istri saya kembali meskipun istri menyuruh saya menjemputnya dengan alasan saya ingin mendidik istri saya biar tidak nusyus. Pada tanggal 27 April 2015 istri saya melahirkan sesar di RSUD Soedarsono (purut) dan saya tidak memdapat kabar. Ketika saya mendengar dari orang/tetangga istri saya, saya ke rumah mertua saya pada tanggal 13 mei 2015 dan tidak di bukakan pintu. Keesokan harinya saya kesana lagi dengan hasrat ingin bertemu anak kami tapi bukan anak yang saya temukan melainkan cacian, hujatan, bahaya dari mertua wanita dan adik istri saya.
1. Tolong pencerahan dan solusi alasannya ialah rumah tangga saya di ambang perceraian?
Assalamualikum ustad/ustadzah.
JAWABAN
1. Rumah tangga anda berada di ambang perceraian alasannya ialah satu hal: anda melaksanakan tindakan yang sebetulnya sempurna tapi di waktu yang salah sehingga menciptakan semua keluarga pihak istri marah. Untuk memperbaiki situasi ini, segera lakukan permohonan maaf pada istri dan mertua. Dalam undangan maaf itu harap diingat: (a) akui semua itu ialah kesalahan anda; (b) jangan katakan bahwa istri juga bersalah alasannya ialah tidak mentaati perintah anda. Biarlah hal ini anda simpan hingga waktunya nanti. Baca juga: Cara Harmonis dalam Rumah Tangga
Sumber https://www.alkhoirot.net
Tirmidzi dalam Al-Syamail, hlm. 2/185, meriwayatkan hadis sahih serupa sebagai berikut:
كان بشراً من البشر؛ يفلي ثوبه، ويحلب شاته، ويخدم نفسه
Namun, pada kesempatan yang lain, Rasulullah juga menyuruh Aisyah mengambil dan mengasah pisau. Dalam sebuah hadis riwayat Muslim Nabi menyuruh Aisyah untuk memasak daging qurban:
: يا عائشة ، هلمي المدية ، ثم قال : اشحذيها بحجر ، ففعلت ، ثم أخذها وأخذ الكبش ، فأضجعه ثم ذبحه ، ثم قال : بسم الله اللهم تقبل من محمد ، وآل محمد ، ومن أمة محمد ، ثم ضحى به
Artinya: Wahai Aisyah, bawakan pisau, kemudian ia berkata : Tajamkanlah (asahlah) dengan batu. Lalu ia melakukannya. Kemudian Nabi SAW mengambil pisau tersebut dan mengambil domba, kemudian menidurkannya dan menyembelihnya dengan menyampaikan : Bismillah, wahai Allah! Terimalah dari Muhammad dan keluarga Muhammad dan dari umat Muhammad, kemudian menyembelihnya.
Ibnu Qayyim dalam Zadul Ma'ad, pecahan "في حكم النبي صلى الله عليه وسلم في خدمة المرأة لزوجها" mengutip ucapan Ibnu Habib dalam kitab Al-Wadihah menyatakan:
قال ابن حبيب في "الواضحة" : حكم النبي صلى الله عليه وسلم بين على بن أبى طالب رضي الله عنه ، وبين زوجته فاطمة رضي الله عنها حين اشتكيا إليه الخدمة ، فحكم على فاطمة بالخدمة الباطنة ، خدمة البيت ، وحكم على علي بالخدمة الظاهرة ، ثم قال ابن حبيب : والخدمة الباطنة: العجين ، والطبخ ، والفرش ، وكنس البيت ، واستقاء الماء ، وعمل البيت كله
Artinya: Ibnu Habib dalam Al-Wadihah berkata: Nabi menghukumi problem rumah tangga antara Ali bin Abi Talib dan istrinya Fatimah binti Rasulillah dikala keduanya melaporkan problem pelayan. Nabi memutuskan Fatimah mengurus urusan dalam, urusan rumah. Dan meminta Ali mengurus urusan luar rumah. Yang dimaksud 'layanan dalam' ialah menciptakan roti, memasak, menyapu rumah, .. dan seluruh pekerjaan rumah.
Dari sejumlah hadits di atas sanggup disimpulkan bahwa kiprah keseharian rumah tangga bersifat fleksibel, tidak kaku. Walaupun tradisi universal menganut sistem istri bertugas di rumah dan suami di luar rumah, sebagaimana disebut dalam hadis Ali dan Fatimah di atas, namun ulama hebat fiqih setuju itu tidak mutlak. Dalam kondisi tertentu sanggup saja kiprah itu dibalik atau bergantian menyerupai perilaku Nabi yang sesekali mengurusi urusan internal rumah tangga menyerupai membersihkan baju dan memeras susu.
Dalam kitab Al-Mausuah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah 19/44 dijelaskan pendapat 4 mazhab soal ini:
Tidak ada perbedaan antara ulama fiqih bahwa istri boleh melayani suami di rumah hanya saja ulama berbeda atas wajib atau tidaknya: (a) Mayoritas ulama (mazhab Syafi'i, Hanbali dan sebagian Maliki) menyatakan tidak wajib istri melayani suami hanya saja lebih utama melaksanakan itu sesuai dengan tradisi yang berlaku; (b) mazhab Hanafi beropini wajibnya istri melaksanakan itu.
Pendapat detail para ulama empat mazhab sanggup dilihat di sini.
____________________________
ISTRI TIDAK TAAT, SUAMI DIMARAHI MERTUA
Perkenalkan terlebih dahulu nama saya Mn dan istri saya Sp. Saya dan istri saya ialah pasangan suami istri yang gres menikah tanggal 15 desember 2014. Saya menikah atas kemauan kami sendiri di luar nikah. Saya menikahi istri saya dikala hamil 3 bln.
Kami menikah dan tinggal di kawasan abang saya alasannya ialah rumah tidak di tempati/kosong. Saya kini seorang tenaga honorer guru di SDN Mandaran Rejo II dan insyaAllah di terima sebagai admin di JNE pasuruan.
Dulu sehabis menikah posisi saya belum bekerja alasannya ialah keluar dari gaji di sebuah madrasah di sidogiri, saya ingin mencari pekerjaan lain alasannya ialah sudah berkeluarga. Tapi saya punya uang tabungan untuk menafkahi istri dan calon bayi kami, untuk biaya persalinan istri saya pun sudah saya persiapkan.
Yang ingin saya tanyakan ustad/ustadzah, kurang lebih 1bln kami tinggal bersama berdua dgn calon bayi kami, istri saya ingin membantu pakdhe/om nya di program pernikahannya. Saya melarang istri saya pergi alasannya ialah dengan alasan istri sudah membantu 2x dan juga sedang hamil 27minggu.
Kejadian itu terjadi sehabis shubuh hari ahad tanggal 15 februari 2015 istri saya meminta izin pada saya tapi saya melarangnya demi kesehatan istri dan calon anak kami, di rumah saja pekerjaan sudah saya yang kerjakan termasuk basuh piring, basuh baju istri saya, nyapu, kecuali basuh pakaian dalam istri saya, kok istri malah pergi? Saya sakit hati alasannya ialah saya tidak memberi izin dan tidak menjemput istri saya ke rumah mertua sehabis slese membantu program omnya.
Selama itu saya menunggu istri saya kembali meskipun istri menyuruh saya menjemputnya dengan alasan saya ingin mendidik istri saya biar tidak nusyus. Pada tanggal 27 April 2015 istri saya melahirkan sesar di RSUD Soedarsono (purut) dan saya tidak memdapat kabar. Ketika saya mendengar dari orang/tetangga istri saya, saya ke rumah mertua saya pada tanggal 13 mei 2015 dan tidak di bukakan pintu. Keesokan harinya saya kesana lagi dengan hasrat ingin bertemu anak kami tapi bukan anak yang saya temukan melainkan cacian, hujatan, bahaya dari mertua wanita dan adik istri saya.
1. Tolong pencerahan dan solusi alasannya ialah rumah tangga saya di ambang perceraian?
Assalamualikum ustad/ustadzah.
JAWABAN
1. Rumah tangga anda berada di ambang perceraian alasannya ialah satu hal: anda melaksanakan tindakan yang sebetulnya sempurna tapi di waktu yang salah sehingga menciptakan semua keluarga pihak istri marah. Untuk memperbaiki situasi ini, segera lakukan permohonan maaf pada istri dan mertua. Dalam undangan maaf itu harap diingat: (a) akui semua itu ialah kesalahan anda; (b) jangan katakan bahwa istri juga bersalah alasannya ialah tidak mentaati perintah anda. Biarlah hal ini anda simpan hingga waktunya nanti. Baca juga: Cara Harmonis dalam Rumah Tangga
Sumber https://www.alkhoirot.net
Buat lebih berguna, kongsi: