Makna Idul Adha - Idul Adha yaitu sebuah hari raya Islam. Pada hari ini diperingati insiden kurban, yaitu ketika Nabi Ibrahim (Abraham), yang bersedia untuk mengorbankan putranya Ismail untuk Allah, akan mengorbankan putranya Ismail, kemudian digantikan oleh-Nya dengan domba.
Pada hari raya ini, umat Islam berkumpul pada pagi hari dan melaksanakan salat Ied bahu-membahu di tanah lapang, menyerupai ketika merayakan Idul Fitri. Setelah salat, dilakukan penyembelihan binatang kurban, untuk memperingati perintah Allah kepada Nabi Ibrahim yang menyembelih domba sebagai pengganti putranya.
Hari Raya Idul Adha jatuh pada tanggal 10 bulan Dzulhijjah, hari ini jatuh persis 70 hari sesudah perayaan Idul Fitri. Hari ini juga beserta hari-hari Tasyrik diharamkan puasa bagi umat Islam.
Pada hari raya idula adha, kaum muslimin selain dianjurkan melaksanakan shalat sunnah dua rekaat, juga dianjurkan untuk menyembelih binatang kurban bagi yang mampu. Anjuran berkurban ini bermula dari kisah penyembelihan Nabi Ibrahim kepada putra terkasihnya yakni Nabi Ismail.
Pada hari raya ini, umat Islam berkumpul pada pagi hari dan melaksanakan salat Ied bahu-membahu di tanah lapang, menyerupai ketika merayakan Idul Fitri. Setelah salat, dilakukan penyembelihan binatang kurban, untuk memperingati perintah Allah kepada Nabi Ibrahim yang menyembelih domba sebagai pengganti putranya.
Hari Raya Idul Adha jatuh pada tanggal 10 bulan Dzulhijjah, hari ini jatuh persis 70 hari sesudah perayaan Idul Fitri. Hari ini juga beserta hari-hari Tasyrik diharamkan puasa bagi umat Islam.
Pada hari raya idula adha, kaum muslimin selain dianjurkan melaksanakan shalat sunnah dua rekaat, juga dianjurkan untuk menyembelih binatang kurban bagi yang mampu. Anjuran berkurban ini bermula dari kisah penyembelihan Nabi Ibrahim kepada putra terkasihnya yakni Nabi Ismail.
Disamping Idul Adha dinamakan hari raya haji, juga dinamakan “Idul Qurban”, alasannya yaitu pada hari itu Allah memberi kesempatan kepada kita untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Bagi umat muslim yang belum bisa mengerjakan perjalanan haji, maka ia diberi kesempatan untuk berkurban, yaitu dengan menyembelih binatang qurban sebagai simbol ketakwaan dan kecintaan kita kepada Allah SWT.
Jika kita menengok sisi historis dari perayaan Idul Adha ini, maka pikiran kita akan teringat kisah teladan Nabi Ibrahim, yaitu ketika Beliau diperintahkan oleh Allah SWT untuk menempatkan istrinya Hajar bersama Nabi Ismail putranya, yang ketika itu masih menyusu. Mereka ditempatkan disuatu lembah yang tandus, gersang, tidak tumbuh sebatang pohon pun. Lembah itu demikian sunyi dan sepi tidak ada penghuni seorangpun. Nabi Ibrahim sendiri tidak tahu, apa maksud sebetulnya dari wahyu Allah yang menyuruh menempatkan istri dan putranya yang masih bayi itu, ditempatkan di suatu daerah paling asing, di sebelah utara kurang lebih 1600 KM dari negaranya sendiri palestina. Tapi baik Nabi Ibrahim, maupin istrinya Siti Hajar, mendapatkan perintah itu dengan lapang dada dan penuh tawakkal.
Karena pentingnya insiden tersebut. Allah mengabadikannya dalam Al-Qur’an:
رَّبَّنَا إِنِّي أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُواْ الصَّلاَةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُم مِّنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
Artinya: Ya Tuhan kami sesunggunnya saya telah menempatkan sebagian keturunanku di suatu lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumahmu (Baitullah) yang dimuliakan. Ya Tuhan kami (sedemikian itu) semoga mereka mendirikan shalat. Maka jadikanlah gati sebagia insan cenderung kepada mereka dan berizkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. (QS Ibrahim: 37)
Seperti yang diceritakan oleh Ibnu Abbas bahwa tatkala Siti Hajar kehabisan air minum hingga tidak biasa menyusui nabi Ismail, dia mencari air kian kemari sambil lari-lari kecil (Sa’i) antara bukit Sofa dan Marwah sebanyak 7 kali. Tiba-tiba Allah mengutus malaikat jibril menciptakan mata air Zam Zam. Siti Hajar dan Nabi Ismail memperoleh sumber kehidupan.
Lembah yang dulunya gersang itu, mempunyai persediaan air yang melimpah-limpah. Datanglah insan dari banyak sekali pelosok terutama para pedagang ke daerah siti hajar dan nabi ismail, untuk membeli air. Datang rejeki dari banyak sekali penjuru, dan makmurlah daerah sekitarnya. Akhirnya lembah itu hingga ketika ini populer dengan kota mekkah, sebuah kota yang kondusif dan makmur, berkat do’a Nabi Ibrahim dan berkat kecakapan seorang ibu dalam mengelola kota dan masyarakat. Kota mekkah yang kondusif dan makmur dilukiskan oleh Allah kepada Nabi Muhammad dalam Al-Qur’an:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَـَذَا بَلَداً آمِناً وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُم بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِArtinya: Dan ingatlah ketika Ibrahim berdo’a: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, sebagai negeri yang kondusif sentosa dan berikanlah rizki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kiamat.” (QS Al-Baqarah: 126)
Dari ayat tersebut, kita memperoleh bukti yang terang bahwa kota Makkah hingga ketika ini mempunyai kemakmuran yang melimpah. Jamaah haji dari seluruh penjuru dunia, memperoleh kemudahan yang cukup, selama melaksanakan ibadah haji maupun umrah.
Hal itu membuktikan tingkat kemakmuran modern, dalam tata pemerintahan dan ekonomi, serta kaemanan hukum, sebagai faktor utama kemakmuran rakyat yang mengagumkan. Yang semua itu menjadi dalil, bahwa do’a Nabi Ibrahim dikabulkan Allah SWT. Semua kemakmuran tidak hanya dinikmati oleh orang islam saja. Orang-orang yang tidak beragama Islam pun ikut menikmati.
Allah SWT berfirman:
Hal itu membuktikan tingkat kemakmuran modern, dalam tata pemerintahan dan ekonomi, serta kaemanan hukum, sebagai faktor utama kemakmuran rakyat yang mengagumkan. Yang semua itu menjadi dalil, bahwa do’a Nabi Ibrahim dikabulkan Allah SWT. Semua kemakmuran tidak hanya dinikmati oleh orang islam saja. Orang-orang yang tidak beragama Islam pun ikut menikmati.
Allah SWT berfirman:
قَالَ وَمَن كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلاً ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ الْمَصِيرُArtinya: Allah berfirman: “Dan kepada orang kafirpun, saya beri kesenangan sementara, kemudian saya paksa ia menjalani siksa neraka. Dan itulah seburuk jelek daerah kembali.” (QS. Al-Baqarah: 126)
Idul Adha dinamai juga “Idul Nahr” artinya hari raya penyembelihan. Hal ini untuk memperingati ujian paling berat yang menimpa Nabi Ibrahim. Akibat dari kesabaran dan ketabahan Ibrahim dalam menghadapi banyak sekali ujian dan cobaan, Allah memberinya sebuah anugerah, sebuah kehormatan “Khalilullah” (kekasih Allah).
Setelah gelar Al-khalil disandangnya, Malaikat bertanya kepada Allah: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menimbulkan Ibrahim sebagai kekasihmu. Padahal ia disibukkan oleh urusan kekayaannya dan keluarganya?” Allah berfirman: “Jangan menilai hambaku Ibrahim ini dengan ukuran lahiriyah, tengoklah isi hatinya dan amal baktinya!”
Sebagai realisasi dari firmannya ini, Allah SWT mengizinkan pada para malaikat menguji keimanan serta ketaqwaan Nabi Ibrahim. Ternyata, kekayaan dan keluarganya dan tidak membuatnya lalai dalam taatnya kepada Allah.
Dalam kitab “Misykatul Anwar” disebutkan bahwa konon, Nabi Ibrahim mempunyai kekayaan 1000 ekor domba, 300 lembu, dan 100 ekor unta. Riwayat lain mengatakan, kekayaan Nabi Ibrahim mencapai 12.000 ekor ternak. Suatu jumlah yang berdasarkan orang di zamannya yaitu tergolong milliuner. Ketika pada suatu hari, Ibrahim ditanya oleh seseorang “milik siapa ternak sebanyak ini?” maka dijawabnya: “Kepunyaan Allah, tapi kini masih milikku. Sewaktu-waktu bila Allah menghendaki, saya serahkan semuanya. Jangankan cuma ternak, bila Allah meminta anak kesayanganku Ismail, pasti akan saya serahkan juga.”
Ibnu Katsir dalam tafsir Al-Qur’anul ‘adzim mengemukakan bahwa, pernyataan Nabi Ibrahim yang akan mengorbankan anaknya bila dikehendaki oleh Allah itulah yang kemudian dijadikan materi ujian, yaitu Allah menguji kepercayaan dan taqwa Nabi Ibrahim melalui mimpinya yang haq, semoga ia mengorbankan putranya yang kala itu masih berusia 7 tahun. Anak yang elok rupawan, sehat lagi cekatan ini, supaya dikorbankan dan disembelih dengan memakai tangannya sendiri. Sungguh sangat mengerikan! Peristiwa spektakuler itu dinyatakan dalam Al-Qur’an:
قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Artinya: Ibrahim berkata : “Hai anakkku sesungguhnay saya melihat dalam mimpi bahwa saya menyembelihmu “maka fikirkanlah apa pendapatmu? Ismail menjawab: Wahai bapakku kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. InsyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS Aa-saffat: 102)Ketika keduanya siap untuk melaksanakan perintah Allah, datanglah setan sambil berkata, “Ibrahim, kau orang bau tanah macam apa kata orang nanti, anak saja disembelih?” “Apa kata orang nanti?” “Apa tidak malu? Tega sekali, anak satu-satunya disembeli!” “Coba lihat, anaknya lincah menyerupai itu!” “Anaknya pandai lagi, yummy dipandang, anaknya patuh menyerupai itu kok dipotong!” “Tidak punya lagi nanti sesudah itu, tidak punya lagi yang menyerupai itu! Belum tentu nanti ada lagi menyerupai dia.” Nabi Ibrahim sudah mempunya tekat. Ia mengambil kerikil kemudian mengucapkan, “Bismillahi Allahu akbar.” Batu itu dilempar. Akhirnya seluruh jamaah haji kini mengikuti apa yang dulu dilakukan oleh Nabi Ibrahim ini di dalam mengusir setan dengan melempar kerikil sambil mengatakan, “Bismillahi Allahu akbar”. Dan hal ini kemudian menjadi salah satu rangkaian ibadah haji yakni melempar jumrah.
Ketika sang ayah belum juga mengayunkan pisau di leher putranya. Ismail mengira ayahnya ragu, seraya ia melepaskan tali pengikat tali dan tangannya, semoga tidak muncul suatu kesan atau image dalam sejarah bahwa sang anak berdasarkan untuk dibaringkan alasannya yaitu dipaksa ia meminta ayahnya mengayunkan pisau sambil berpaling, supaya tidak melihat wajahnya.
Nabi Ibrahim memantapkan niatnya. Nabi Ismail pasrah bulat-bulat, menyerupai ayahnya yang telah tawakkal. Sedetik sesudah pisau nyaris digerakkan, tiba-tiba Allah berseru dengan firmannya, menyuruh menghentikan perbuatannya tidak usah diteruskan pengorbanan terhadap anaknya. Allah telah meridloi kedua ayah dan anak memasrahkan tawakkal mereka. Sebagai imbalan keikhlasan mereka, Allah mencukupkan dengan penyembelihan seekor kambing sebagai korban, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an surat As-Saffat ayat 107-110:
وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
“Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”
وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ“Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) dikalangan orang-orang yang tiba kemudian.”
سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ“Yaitu kesejahteraan semoga dilimpahkan kepada Nabi Ibrahim.”
كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ“Demikianlah kami memberi jawaban kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Menyaksikan bencana penyembelihan yang tidak ada bandingannya dalam sejarah umat insan itu, Malaikat Jibril kagum, seraya terlontar darinya suatu ungkapan “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.” Nabi Ibrahim menjawab “Laailaha illahu Allahu Akbar.” Yang kemudian dismbung oleh Nabi Ismail “Allahu Akbar Walillahil Hamdu.’
Pengorbanan Nabi Ibrahim AS yang paling besar dalam sejarah umat umat insan itu menciptakan Ibrahim menjadi seorang Nabi dan Rasul yang besar, dan mempunyai arti besar. Peristiwa yang dialami Nabi Ibrahim bersama Nabi Ismail diatas, bagi kita harus dimaknai sebagai pesan simbolik agama, yang mengandung pembelajaran paling tidak pada tiga hal;
Pengorbanan Nabi Ibrahim AS yang paling besar dalam sejarah umat umat insan itu menciptakan Ibrahim menjadi seorang Nabi dan Rasul yang besar, dan mempunyai arti besar. Peristiwa yang dialami Nabi Ibrahim bersama Nabi Ismail diatas, bagi kita harus dimaknai sebagai pesan simbolik agama, yang mengandung pembelajaran paling tidak pada tiga hal;
- ketakwaan. Pengertian taqwa terkait dengan ketaatan seorang hamba pada Sang Khalik dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan Nya. Koridor agama (Islam) mengemas kehidupan secara harmoni menyerupai halnya kehidupan dunia-akherat. Bahwa mereaih kehidupan baik (hasanah) di akhierat kelak perlu melalui kehidupan di dunia yang merupakan ladang untuk memperbanyak kebajikan dan memohon ridho Nya semoga tercapai kehidupan dunia dan akherat yang hasanah. Sehingga kehidupan di dunia tidak terpisah dari upaya meraih kehidupan hasanah di akherat nanti. Tingkat ketakwaan seseorang dengan demikian sanggup diukur dari kepeduliannya terhadap sesamanya. Contoh seorang wakil rakyat yang mempunyai tingkat ketakwaan yang tinggi tentu tidak akan memanfaatkan wewenang yang dimiliki untuk memperkaya dirinya sendiri bahkan orang menyerupai ini akan merasa aib bila kehiudpannya lebih glamor dari pada rakyat yang diwakilinya. Kesiapsediaan Ibrahim untuk menyembelih anak kesayangannya atas perintah Allah membuktikan tingginya tingkat ketakwaan Nabi Ibrahim, sehingga tidak terjerumus dalam kehidupan hedonis sesaat yang sesat. Lalu dengan kuasa Allah ternyata yang disembelih bukan Ismail melainkan domba. Peristiwa ini pun mencerminkan Islam sangat menghargai nyawa dan kehidupan manusia, Islam menjunjung tinggi peradaban manusia.
- Kedua, hubungan antar manusia. Ibadah-ibadah umat Islam yang diperintahkan Tuhan senantiasa mengandung dua aspek tak terpisahkan yakni kaitannya dengan kekerabatan kepada Allah (hablumminnalah) dan kekerabatan dengan sesama insan atau hablumminannas. Ajaran Islam sangat memerhatikan solidaritas sosial dan mengejawantahkan sikap kepekaan sosialnya melalui media ritual tersebut. Saat kita berpuasa tentu mencicipi bagaimana susahnya hidup seorang dhua'afa yang memenuhi kebutuhan poangannya sehari-hari saja sulit. Lalu dengan menyembelih binatang kurban dan membagikannya kepada kaum tak berpunya itu merupakan salah satu bentuk kepedualian sosial seoarng muslim kepada sesamanya yang tidak mampu. Kehidupan saling tolong menolong dan gotong royong dalam kebaikan merupakan ciri khas fatwa Islam. Hikmah yang sanggup dipetik dalam konteks ini yaitu seorang Muslim diingatkan untuk siap sedia berkurban demi kebahagiaan orang lain khususnya mereka yang kurang beruntung, waspada atas godaan dunia semoga tidak terjerembab sikap tidak terpuji menyerupai keserakahan, mementingkan diri sendiri, dan kelalaian dalam beribadah kepada sang Pencipta.
- peningkatan kualitas diri. Hikmah ketiga dari ritual keagaamaan ini yaitu memperkukuh empati, kesadaran diri, pengendalian dan pengelolaan diri yang merupakan cikal bakal budbahasa terpuji seorang Muslim. Akhlak terpuji dicontohkan Nabi menyerupai membantu sesama insan dalam kebaikan, kebajikan, memuliakan tamu, mementingkani orang lain (altruism) dan senantiasa sigap dalam menjalankan segala perintah agama dan menjauhi hal-hal yang dilarang. Dalam Al Alquran disebutkan bahwa Nabi Muhammad mempunyai budbahasa yang agung (QS Al-Qalam: 4). Dalam Islam kedudukan budbahasa sangat penting merupakan "buah" dari pohon Islam berakarkan keyakinan dan berdaun syari"ah. Segala acara insan tidak terlepas dari sikap yang melahirkan perbuatan dan tingkah laris manusia. Sebaliknya, budbahasa tercela dipastikan berasal dari orang yang bermasalah dalam keimanan merupakan manisfestasi dari sifat-sifat syetan dan iblis.
Dari sejarahnya itu, maka lahirlah kota Makkah dan Ka’bah sebagai kiblat umat Islam seluruh dunia, dengan air zam-zam yang tidak pernah kering, semenjak ribuan tahunan yang silam, sekalipun tiap harinya dikuras berjuta liter, sebagai tonggak jasa seorang perempuan yang paling sabar dan sabar yaitu Siti Hajar dan putranya Nabi Ismail.
Sejarah Qurban Idul Adha (Hari Raya Kurban)
Sejarah qurban idul adha dijelaskan secara singkat dan terang dalam Al Alquran surat As Shoffat ayat 102. Dalam QS AS Shoffat tersebut bisa diceritakan sejarah qurban yaitu sebagai berikut. Saat Ismail berusia remaja, ayahnya Ibrahim memanggil Ismail (anak Ibrahim) untuk mendiskusikan sesuatu.
Ibrahim menceritakan kepada Ismail bahwa Ibrahim telah mendapatkan perintah dari Allah melalui mimpi untuk menyembelih Ismail. Dari sini, Ibrahim menanyakan kepada Ismail: "Bagaimana menurutmu, wahai Ismail?"
Lantas, Ismail menjawab: "Wahai ayah, laksanakan perintah Allah yang dimandatkan untukmu. Saya akan sabar dan lapang dada atas segala yang diperintahkan Allah," ujar Ismail kepada ayahnya, Ibrahim. Dalam hal ini, Ibrahim mengkonfirmasikan mimpinya jangan-jangan mimpinya tiba dari setan.
Ternyata tidak, Ibrahim mendapatkan perintah dari Allah sebanyak 3 (tiga) kali melalui mimpi. Setelah mendapatkan petunjuk dan yakin bahwa itu yaitu perintah Allah, maka Ibrahim dengan lapang dada akan menyembelih puteranya sendiri, yaitu Ismail.
Setelah Ibrahim dan Ismail kedua-duanya lapang dada untuk menjalankan perintah Allah, ternyata Allah mengganti Ismail menjadi domba. Dari insiden ini, sudah mulai bisa diketahui arti, makna, dan hakikat idul adha qurban. Peristiwa ini kemudian dijadikan sebagai hari raya umat Islam selain hari raya idul fitri.
Ibrahim menceritakan kepada Ismail bahwa Ibrahim telah mendapatkan perintah dari Allah melalui mimpi untuk menyembelih Ismail. Dari sini, Ibrahim menanyakan kepada Ismail: "Bagaimana menurutmu, wahai Ismail?"
Lantas, Ismail menjawab: "Wahai ayah, laksanakan perintah Allah yang dimandatkan untukmu. Saya akan sabar dan lapang dada atas segala yang diperintahkan Allah," ujar Ismail kepada ayahnya, Ibrahim. Dalam hal ini, Ibrahim mengkonfirmasikan mimpinya jangan-jangan mimpinya tiba dari setan.
Ternyata tidak, Ibrahim mendapatkan perintah dari Allah sebanyak 3 (tiga) kali melalui mimpi. Setelah mendapatkan petunjuk dan yakin bahwa itu yaitu perintah Allah, maka Ibrahim dengan lapang dada akan menyembelih puteranya sendiri, yaitu Ismail.
Setelah Ibrahim dan Ismail kedua-duanya lapang dada untuk menjalankan perintah Allah, ternyata Allah mengganti Ismail menjadi domba. Dari insiden ini, sudah mulai bisa diketahui arti, makna, dan hakikat idul adha qurban. Peristiwa ini kemudian dijadikan sebagai hari raya umat Islam selain hari raya idul fitri.
Arti Qurban Idul Adha
Arti kata idul adha qurban ada dua makna. Pertama, arti qurban yaitu dekat yang diambil dari bahasa Arab Qarib. Pandangan umum menyampaikan bahwa qurban yaitu upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Kedua, arti qurban yaitu udhhiyah atau bisa dikatakan dhahiyyah yang artinya yaitu binatang sembelihan. Dari arti makna qurban ini, maka menjadi tradisi sebagaimana lazim dilakukan umat muslim di dunia untuk menyembelih binatang dengan cara kurban atau mengorbankan binatang yang menjadi sebagian hartanya untuk kegiatan sosial.
"Tradisi kurban dalam hari raya idul adha mempunyai dua dimensi. Pertama, makna qurban mempunyai dimensi ibadah-spiritual. Kedua, makna qurban punya dimensi sosial," ujar Lismanto, aktivis teori aktualisasi syariat (dalam Hukum Islam Progresif, 2014) ketika dihubungi Islamcendekia.com via telepon.
Dimensi ibadah dalam tradisi qurban, lanjut Lismanto, sudah terang menjadi bentuk ketaatan hamba kepada Tuhannya. Ketaatan itu harus dilandasi dengan rasa lapang dada sepenuhnya, sehingga kita menjadi dekat dengan Allah. Hal inilah yang dimaksud qurban dalam pengertian ibadah, yakni qarib.
Sementara itu, tutur Lismanto, dimensi sosial dalam tradisi qurban sudah bisa dibaca dengan kasat mata bahwa ibadah qurban memperlihatkan kesejahteraan kepada lingkungan sosial berupa daging kurban yang notabene hanya bisa dijangkau kalangan elite. "Ini berlaku di desa, bukan di kota-kota yang memang sudah terbiasa makan daging. Dengan qurban dari perspektif sosial, ini menjadi penggalan dari ketakwaan kita kepada Allah secara horizontal," imbuh Lismanto.
"Jadi, Allah selalu memerintah hamba-Nya untuk selalu mengharmonisasikan antara ibadah vertikal (hablum minallah) dan ibadah horizontal (hablum minannas). Keduanya berjalan beriringan tanpa ada sekat dan harus senantiasa berdialektika," tutur Lismanto.
Dari klarifikasi tersebut, kita bisa simpulkan bahwa arti qurban dalam tradisi idul adha mempunyai dua makna. Makna pertama merujuk pada kata qarib yang identik pada ibadah vertikal, dan arti qurban kedua merujuk pada makna kata udhhiyah atau dhahiyyah yang dilekatkan pada ibadah horizontal.
Kurban idul adha diambil dari bahasa Arab, yaitu qaruba, yaqrabu, dan qurban wa qurbaanan di mana artinya yaitu mendekati atau menghampiri. Sementara itu, arti kata qurban secara harfiah berarti binatang sembelihan yang diambil dari kata udhhiyah atau dhahiyyah.
Kedua, arti qurban yaitu udhhiyah atau bisa dikatakan dhahiyyah yang artinya yaitu binatang sembelihan. Dari arti makna qurban ini, maka menjadi tradisi sebagaimana lazim dilakukan umat muslim di dunia untuk menyembelih binatang dengan cara kurban atau mengorbankan binatang yang menjadi sebagian hartanya untuk kegiatan sosial.
"Tradisi kurban dalam hari raya idul adha mempunyai dua dimensi. Pertama, makna qurban mempunyai dimensi ibadah-spiritual. Kedua, makna qurban punya dimensi sosial," ujar Lismanto, aktivis teori aktualisasi syariat (dalam Hukum Islam Progresif, 2014) ketika dihubungi Islamcendekia.com via telepon.
Dimensi ibadah dalam tradisi qurban, lanjut Lismanto, sudah terang menjadi bentuk ketaatan hamba kepada Tuhannya. Ketaatan itu harus dilandasi dengan rasa lapang dada sepenuhnya, sehingga kita menjadi dekat dengan Allah. Hal inilah yang dimaksud qurban dalam pengertian ibadah, yakni qarib.
Sementara itu, tutur Lismanto, dimensi sosial dalam tradisi qurban sudah bisa dibaca dengan kasat mata bahwa ibadah qurban memperlihatkan kesejahteraan kepada lingkungan sosial berupa daging kurban yang notabene hanya bisa dijangkau kalangan elite. "Ini berlaku di desa, bukan di kota-kota yang memang sudah terbiasa makan daging. Dengan qurban dari perspektif sosial, ini menjadi penggalan dari ketakwaan kita kepada Allah secara horizontal," imbuh Lismanto.
"Jadi, Allah selalu memerintah hamba-Nya untuk selalu mengharmonisasikan antara ibadah vertikal (hablum minallah) dan ibadah horizontal (hablum minannas). Keduanya berjalan beriringan tanpa ada sekat dan harus senantiasa berdialektika," tutur Lismanto.
Dari klarifikasi tersebut, kita bisa simpulkan bahwa arti qurban dalam tradisi idul adha mempunyai dua makna. Makna pertama merujuk pada kata qarib yang identik pada ibadah vertikal, dan arti qurban kedua merujuk pada makna kata udhhiyah atau dhahiyyah yang dilekatkan pada ibadah horizontal.
Kurban idul adha diambil dari bahasa Arab, yaitu qaruba, yaqrabu, dan qurban wa qurbaanan di mana artinya yaitu mendekati atau menghampiri. Sementara itu, arti kata qurban secara harfiah berarti binatang sembelihan yang diambil dari kata udhhiyah atau dhahiyyah.
Makna Qurban Idul Adha
Makna dan arti yaitu dua kata yang bisa jadi berbeda. Arti lebih kepada arti secara eksplisit atau kasat mata. Sementara itu, makna mengharuskan sebuah tafsir yang mendalam atas suatu teks. Dari sini makna qurban dalam tradisi idul adha dimaknai lebih dalam sebagai sebuah bentuk ketakwaan kita kepada Allah.
Makna qurban dalam idul adha yaitu bahwa kita harus lapang dada dalam menjalankan cobaan dari Allah. Kata lainnya yaitu ketika kita "disembelih" Allah, maka ikhlaslah dan bertawakal sehingga dengan keikhlasan itu kita akan mendapatkan "domba" sebagai penggantinya.
Sayangnya, ketika kita menjadi penggalan dari sembelihan Allah, kemungkinan kita tidak lapang dada dan berat sehingga tentu kita tidak mendapatkan gantinya berupa domba. Oleh alasannya yaitu itu, atas segala sesuatu yang terjadi kepada kita alasannya yaitu cobaan dari Allah, kita mesti lapang dada menjalaninya.
Muhammad Ainun Najib atau yang lebih bersahabat disapa Cak Nun dalam hal quran idul adha, menjelaskan, kalau kita sedang "disembelih" Allah, maka kita harus lapang dada dan tulus semoga kita mendapatkan domba sebagaimana Ibrahim menyembelih Ismail. Masalahnya, kita seringkali tidak lapang dada ketika disembelih Allah. Inilah hal yang paling berat, yaitu lapang dada dan tulus.
Makna qurban dalam idul adha yaitu bahwa kita harus lapang dada dalam menjalankan cobaan dari Allah. Kata lainnya yaitu ketika kita "disembelih" Allah, maka ikhlaslah dan bertawakal sehingga dengan keikhlasan itu kita akan mendapatkan "domba" sebagai penggantinya.
Sayangnya, ketika kita menjadi penggalan dari sembelihan Allah, kemungkinan kita tidak lapang dada dan berat sehingga tentu kita tidak mendapatkan gantinya berupa domba. Oleh alasannya yaitu itu, atas segala sesuatu yang terjadi kepada kita alasannya yaitu cobaan dari Allah, kita mesti lapang dada menjalaninya.
Muhammad Ainun Najib atau yang lebih bersahabat disapa Cak Nun dalam hal quran idul adha, menjelaskan, kalau kita sedang "disembelih" Allah, maka kita harus lapang dada dan tulus semoga kita mendapatkan domba sebagaimana Ibrahim menyembelih Ismail. Masalahnya, kita seringkali tidak lapang dada ketika disembelih Allah. Inilah hal yang paling berat, yaitu lapang dada dan tulus.
Hakikat Qurban Idul Adha
Hakikat qurban idul adha yaitu bahwa kita harus kembali kepada tujuan hidup, yaitu beribadah kepada Allah. Karena insan dan jin tidaklah diciptakan, kecuali untuk beribadah.
Sebagaimana ujian Allah kepada nabi Ibrahim, hikmah dari segala peistiwa qurban tidak lain tidak bukan yaitu untuk memperoleh ridha Allah melalui ibadah dengan menjalankan apa yang menjadi perintah Allah. Namun, tidak sekadar ibadah, kita harus lapang dada dalam menjalankan setiap perintah Allah. Kalau tidak, apa yang kita kerjakan dan berdasarkan kita ibadah, itu menjadi sia-sia alasannya yaitu tidak dilakukan dengan ikhlas. Inilah hakikat dari insiden qurban dalam idul adha.
Serbagaimana arti kata qurban yang bermakna qarib atau dekat kepada Allah, maka hakikat kurban yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan menjalankan segala perintah dan menjauhi larangan-Nya. Karena itu, makna qurban dalam pengertian Islam yaitu bentuk pendekatan diri kita kepada Allah melalui karena binatang ternak yang dikurbankan atau disembelih.
Demikian Sejarah makna dan hakikat idul adha dan Hari Qurban dalam tradisi Islam yang dibangun semenjak sepeninggal Nabi Ibrahim hingga sekarang. Semoga artikel ihwal arti makna dan hakikat qurban idul adha dalam Islam memperlihatkan manfaat nyata kepada pembaca untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagaimana ujian Allah kepada nabi Ibrahim, hikmah dari segala peistiwa qurban tidak lain tidak bukan yaitu untuk memperoleh ridha Allah melalui ibadah dengan menjalankan apa yang menjadi perintah Allah. Namun, tidak sekadar ibadah, kita harus lapang dada dalam menjalankan setiap perintah Allah. Kalau tidak, apa yang kita kerjakan dan berdasarkan kita ibadah, itu menjadi sia-sia alasannya yaitu tidak dilakukan dengan ikhlas. Inilah hakikat dari insiden qurban dalam idul adha.
Serbagaimana arti kata qurban yang bermakna qarib atau dekat kepada Allah, maka hakikat kurban yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan menjalankan segala perintah dan menjauhi larangan-Nya. Karena itu, makna qurban dalam pengertian Islam yaitu bentuk pendekatan diri kita kepada Allah melalui karena binatang ternak yang dikurbankan atau disembelih.
Baca Juga :Dengan begitu, kita merelakan sebagian harta kita yang sebetulnya milik Allah untuk orang lain. Ini menjadi penggalan dari ketaatan kita kepada Allah. Syaratnya, dalam qurban kita harus benar-benar untuk mencari ridha Allah, bukan untuk yang lain. Inilah hakikat qurban dalam Islam yang sebenarnya.
Demikian Sejarah makna dan hakikat idul adha dan Hari Qurban dalam tradisi Islam yang dibangun semenjak sepeninggal Nabi Ibrahim hingga sekarang. Semoga artikel ihwal arti makna dan hakikat qurban idul adha dalam Islam memperlihatkan manfaat nyata kepada pembaca untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Buat lebih berguna, kongsi: