Zhihar (Zihar) Dalam Pernikahan

 ialah suami menyerupakan istri dengan perempuan mahram dinikah baik mahram lantaran nasab  Zhihar (Zihar) dalam Pernikahan

Zhihar (Ejaan lain: zhihar, dzihar, dhihar; Arab, الظهار) ialah suami menyerupakan istri dengan perempuan mahram dinikah baik mahram lantaran nasab ibarat ibu, saudara perempuan kandaung, bibi; atau mahram lantaran perkawinan ibarat ibunya istri; atau mahram lantaran sesusuan (radha'ah). Hukum zihar ialah haram dan pelaku zihar harus membayar kafarat atau tebusan biar beliau kembali sanggup melaksanakan kekerabatan intim dengan istrinya. Dari segi pengucapan (sighat) zihar ada dua macam yaitu zihar sharih (jelas/eksplisit) dan dhihar kinayah (kiasan / implisit). Sebagaimana talak, zihar sharih tidak memerlukan niat. Sedang zihar kinayah memerlukan niat. Perkataan suami pada istri: "Engkau haram bagiku" bisa disebut zihar kinayah jikalau diniati zihar. Bisa berarti talak jikalau diniati talak.

TOPIK KONSULTASI ISLAM
  1. ZIHAR (DHIHAR) ERA ARAB JAHILIYAH
  2. ZIHAR (DHIHAR) MASA ISLAM
  3. DALIL ZIHAR (DHIHAR)
  4. DEFINISI ZIHAR DALAM ISTILAH ULAMA FIKIH
  5. SYARAT DAN RUKUN ZIHAR (DHIHAR)
  6. KAFARAT ZIHAR (DHIHAR)
  7. CARA KONSULTASI SYARIAH ISLAM


ZIHAR (DHIHAR) ERA ARAB JAHILIYAH

Dhihar atau zihar dalam pengertian bahasa ialah suami berkata pada istrinya: Kamu ibarat punggung ibuku (أنت علي كظهر أمي). Kata dhihar (zihar) berasal dari kata dhahr atau zahr (Arab, الظهر) lantaran menyerupakan perempuan dengan sesuatu yang dinaiki pada punggungnya. Karena suami menaikinya ketika kekerabatan intim. Walaupun dikala menaiki pada perutnya bukan pada punggung. Perkataan ini pada zaman Arab pra Islam (Jahiliyah) mempunyai akhir aturan yang serius yaitu suami dan laki-laki lain haram berafiliasi intim dengan istrinya selamanya.

Zihar pada masa Jahiliyah digunakan suami untuk mengharamkan menjimak (hubungan intim) istrinya. Hukumnya ialah haramnya kekerabatan tubuh selamanya baik antara perempuan itu dengan suaminya dan dengan laki-laki lain.


ZIHAR (DHIHAR) MASA ISLAM

Setelah Islam datang, praktik zihar tidak dihapus total hanya saja ada beberapa perubahan. Islam menyebabkan zihar sebagai aturan darul abadi dan aturan duniawi sekaligus. Yang dimaksud dengan aturan darul abadi ialah bahwa melaksanakan zihar ialah haram dan pelakunya berdosa. Sedangkan aturan duniawi ialah bahwa haram hukumnya melaksanakan kekerabatan intim dengan istri yang di-zihar kecuali sesudah mengeluarkan tebusan (kafarat) sebagai pembelajaran bagi suami.

Oleh lantaran itu, wajib bagi setiap muslim, terutama bagi mereka yang sudah berumah tangga, untuk memahami apa itu zihar dan akhir aturan yang terkait dengannya. Karena, tidak pantas berdasarkan perspektif syariah seorang suami berkata pada istrinya: "Kamu bagiku ibarat punggung ibuku" atau "Kamu bagiku ibarat ibuku" atau "Kamu bagiku ibarat saudara perempuanku" atau "Kamu bagiku ibarat bibiku", dll. Karena kata-kata ini hukumnya haram dan berakibat adanya hukuman duniawi berupa kafarat yang relatif berat.


DALIL ZIHAR (DHIHAR)

Allah membahas persoalan zihar dan hukumnya dalam beberapa ayat berikut:

Allah membahas persoalan zihar dan hukumnya dalam beberapa ayat berikut:

- Haramnya Zihar (Dhihar) QS. Al-Mujadalah 58 : 2
الَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنكُم مِّن نِّسَائِهِم مَّا هُنَّ أُمَّهَاتِهِمْ إِنْ أُمَّهَاتُهُمْ إِلَّا اللَّائِي وَلَدْنَهُمْ وَإِنَّهُمْ لَيَقُولُونَ مُنكَراً مِّنَ الْقَوْلِ وَزُوراً وَإِنَّ اللَّهَ لَعَفُوٌّ غَفُورٌ

Artinya: Orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah perempuan yang melahirkan mereka. Dan bekerjsama mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta. Dan bekerjsama Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.

- Kafarat (tebusan) bagi pelaku Zihar (dhihar) QS Al-Mujadalah 58 : 3
والذين يظاهرون منكم من نسائهم ثم يعودون لما قالوا فتحرير رقبة من قبل أن يتماسا

Artinya: Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, lalu mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kau kerjakan.

- Dalil hadits alasannya disyariatkannya zihar ialah kejadian Khaulah binti Tsa'labah yang di-zihar oleh suaminya yang berjulukan Aus bin Shamit.


DEFINISI ZIHAR DALAM ISTILAH ULAMA FIKIH

Zihar (dhihar) berdasarkan ulama madzhab Syafi'i ialah suami menyerupakan istrinya dengan perempuan mahram dalam segi haramnya dinikah.

Sedangkan berdasarkan ulama madzhab Hanbali Zihar (dhihar) ialah suami menyerupakan istrinya dengan perempuan lain yang haram baginya selamanya atau sementara, atau suami menyerupakan istrinya dengan salah satu anggota tubuh dari perempuan yang mahram dengan suami baik mahram selamanya atau mahram sementara atau diserupakan dengan anggota tubuh yang selain punggung atau suami menyerupakan istrinya atau anggota tubuh istrinya dengan seorang laki-laki atau anggota tubuh laki-laki sama saja laki-laki itu kerabatnya suami atau orang lain.


SYARAT DAN RUKUN ZIHAR (DHIHAR)


SYARAT ZIHAR (DHIHAR)

Syarat dan rukun zihar (dhihar) berdasarkan ulama madzhab Syafi'i ialah sebagai berikut:

Syarat muzahir (mudhahir) atau pelaku zihar ialah : (a) suami, (b) cendekia sehat alias tidak gila; (c) kehendak sendiri alias tidak terpaksa.

Syarat muzahar (mudhahar) minha atau perempuan yang di-zihar adalah: istri.

Syarat musyabbah bih (sosok yang dijadikan penyerupaan) ada tiga yaitu:

(a) Harus perempuan. Apabila yang dijadikan penyerupaan itu laki-laki baik kerabat bersahabat atau jauh maka itu tidak sah alias sia-sia lantaran mereka bukan daerah untuk istimta'

(b) Harus perempuan mahram yang tidak halal dinikah lantaran nasab ibarat ibu, anak permepuan, atau lantaran sesusuan (radha'ah) ibarat ibu susuan atau yang menyusui ayahnya; atau lantaran kemertuaan ibarat ibu istrinya atau istrinya.

(c) Wanita itu tidak halal sebelumnya. Seperti perempuan yang dinikah oleh ayahnya sebelum atau bersamaan dengan kelahirannya. Adapun perempuan yang dinikah ayahnya sesudah lahirnya beliau maka perempuan itu halal baginya sebelum dinikah oleh ayahnya. Contoh lain, istri dari anaknya. Maka ia halal baginya sebelum dinikah oleh anaknya.

Syarat sighat (lafaz) ialah harus berupa kata atau kalimat yang mengandung arti zihar (dhihar).

Sighat (lafaz) Zihar ada dua macam:

(a) Zihar sharih (ekplisit / jelas) yaitu kalimat yang sudah umum diketahui digunakan untuk arti zihar (dhihar) ibarat "Kamu bagiku bagikan punggung ibuku" atau "Kepalamu bagiku ibarat punggung ibuku" atau "... ibarat tangan ibuku"

(b) Zihar kinayah (implisit / kiasan / implisit) yaitu kalimat yang tidak umum digunakan untuk zihar. Seperti "Engkau ibarat ibuku" atau "Engkau ibarat mata ibuku" dan kalimat lain yang bisa digunakan untuk zihar dan memuji. Zihar kinayah tidak terjadi kecuali dengan niat.

Apabila suami berkata pada istri: "Engkau haram bagiku sebagaimana haramnya ibuku" ini termasuk zihar kinayah apabila niat zihar. Dan bisa juga menjadi talak kinayah apabila niat talak.

Apabila penyerupaan itu dengan salah satu dari bab dalam yang tidak bisa di-istimta' maka itu tidak disebut zihar (dhihar). Disyaratkan juga dalam bab anggota tubuh tersebut dilarang berupa benda lebih ibarat susu, mani, air ludah, dll. Kalau suami menyamakan air ludah istrinya dengan punggung istrinya maka ziharnya tidak sah. Sedangkan bab tubuh yang bertambah maka hukumnya sah zihar dengannya ibarat kuku, rambut dan gigi. Intinya, setiap sesuatu yang tampak maka sah dijadikan penyerupaan. Dan setiap bab yang tidak tampak (batin) yang tidak bisa dinikmati (istimta') maka penyerupaan dengannya tidak disebut zihar (dhihar).


RUKUN ZIHAR (DHIHAR)

Rukun zihar ada empat yaitu (a) muzahir (pelaku zihar) yaitu sumai; (b) muzahar minha (yang dizihar) yaitu istri; (c) musyabbah bih (orang yang dijadikan penyerupaan) yaitu perempuan mahram; (d) shighat atau lafal (lafaz) atau kalimat zihar.


KAFARAT ZIHAR (DHIHAR)

Zihar ialah haram dan berdosa. Perilaku ini harus dijauhi oleh suami. Bagi yang terlanjur melakukannya, maka diwajibkan membayar kafarat atau tebusan. Kafaran zihar ada tiga macam yaitu:

(a) Memerdekakan budak (hamba sahaya) jikalau ada dan mampu; atau
(b) Puasa dua bulan berturut-turut tanpa putus satu hari pun jikalau mampu; atau
(c) Memberi makan 60 (enampuluh) orang miskin.

Catatan:

Menurut madzhab Syafi'i seorang dianggap tidak bisa puasa dua bulan berturut-turut apabila memenuhi salah satu dari empat syarat yaitu: (a) menderita sakit yang berdasarkan dokter akan terjadi selama dua bulan atau berdasarkan kebiasaannya, apalagi jikalau sakit parah yang sulit sembuh; (b) dikuatirkan sakitnya tambah parah lantaran puasa; (c) mengalami kesulitan berat jikalau harus puasa selama 60 hari dalam arti tidak bisa menanggungnya; (d) mempunyai kelemahan tertentu ibarat tidak bisa menahan diri untuk melaksanakan kekerabatan intim selama masa puasa. Apabila demikian, maka kafarat pindah ke yang ketiga yaitu memberi makan 60 orang miskin.

BACA JUGA:

- Pernikahan Islam
- Talak dan Gugat Cerai

REFERENSI DAN BACAAN LANJUTAN

- Imam Syafi'i dalam Al-Umm
- Imam Nawawi dalam Al-Majmuk Syarah Muhadzab
- Al-Jaziri dalam Al-fiqh alal Madzahib Al-Baah
Sumber https://www.alkhoirot.net
Buat lebih berguna, kongsi:
close