Makna 1 Muharram Tahun Baru Islam Hijriyah - Muharram (Arab: المحرم) yaitu bulan pertama dalam kalender Islam. Ini yaitu salah satu dari empat bulan suci tahun ini. Sejak kalender Islam yaitu kalender lunar, Awal Muharram bergerak dari tahun ke tahun kalau dibandingkan dengan kalender Gregorian.
Kata "Muharram" berarti "Terlarang" dan berasal dari kata haram, yang berarti "berdosa". Hal ini dianggap bulan paling suci kedua, berikut Ramadhan. Beberapa warga Muslim berpuasa sepanjang hari ini. Hari kesepuluh Muharram yaitu hari Asyura, Beberapa warga Muslim berpuasa sepanjang hari ini, lantaran tercatat dalam hadits yang Musa (Musa) dan kaumnya memperoleh kemenangan atas Firaun Mesir pada hari 10 Muharram; sesuai Muhammad meminta umat Islam untuk berdoa pada hari ini yaitu Asyura dan pada hari sebelum yang 9 (disebut Tasu`a).
Puasa berbeda antara kelompok Muslim; banyak Muslim Muslim Sunni juga cepat selama Muharram selama sepuluh hari pertama Muharram, atau hanya hari kesepuluh, atau pada kedua hari kesembilan dan kesepuluh; istilah yang sempurna tergantung pada individu.
Kata "Muharram" berarti "Terlarang" dan berasal dari kata haram, yang berarti "berdosa". Hal ini dianggap bulan paling suci kedua, berikut Ramadhan. Beberapa warga Muslim berpuasa sepanjang hari ini. Hari kesepuluh Muharram yaitu hari Asyura, Beberapa warga Muslim berpuasa sepanjang hari ini, lantaran tercatat dalam hadits yang Musa (Musa) dan kaumnya memperoleh kemenangan atas Firaun Mesir pada hari 10 Muharram; sesuai Muhammad meminta umat Islam untuk berdoa pada hari ini yaitu Asyura dan pada hari sebelum yang 9 (disebut Tasu`a).
Puasa berbeda antara kelompok Muslim; banyak Muslim Muslim Sunni juga cepat selama Muharram selama sepuluh hari pertama Muharram, atau hanya hari kesepuluh, atau pada kedua hari kesembilan dan kesepuluh; istilah yang sempurna tergantung pada individu.
KEISTIMEWAAN BULAN MUHARAM
Didalam surat at-Taubah:36 Allah telah memutuskan bahwa dari 12 bulan dalam kalender qamariah ada 4 bulan yang ditetapkan oleh Allah sebagai bulan terhormat. Hal itu dipertegas dan diperjelas oleh Rasululullah dalam hadis riwayat Al-Bukhari, Muslim, dan Ahmad, salah satu di antaranya bulan Muharram.
Kehormatan ke-4 bulan ini diakui bahkan dijaga oleh orang Arab pada masa jahiliyyah, hingga mereka tidak mau membalas, bahkan membunuh orang yang membunuh orang renta mereka ketika bertemu pada bulan-bulan itu. Penghormatan bagi ke-4 bulan ini menawarkan adanya sesuatu yang istimewa. Salah satu di antara keistimewaan bulan muharram sebagaimana diterangkan dalam hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim bahwa pada bulan Muharam tepatnya hari ke-10 Allah Swt. menyelamatkan Musa dan Bani Israil dari kejaran raja Fir’aun dan tentaranya.
Peristiwa ini diperingati oleh kaum Yahudi dengan melaksanakan shaum pada tiap tanggal 10 muharram yang disebut shaum asyura, bahkan mereka mengakibatkan hari asyura sebagai hari raya. Hal ini diterangkan oleh sobat Abu Musa al-Asy’ari :
Kebiasaan Yahudi dan Nashrani dalam memperingati peristiwa-peristiwa penting, khususnya bulan muharram beratsar atau mempunyai dampak yang sangat berpengaruh terhadap sebagian muslim, di antaranya
Keterangan ini menawarkan bahwa Nabi tiba di Madinah pada hari Jumat 16 Rabi’ul Awwal/28 September 622 M. Sedangkan jago tarikh lainnya beropini hari Senin 12 Rabi’ul Awwal/5 Oktober 621 M, namun ada pula yang menyatakan hari Jumat 12 Rabi’ul Awwal/24 Maret 622 M.
Terlepas dari perbedaan tanggal dan tahun, baik hijriah maupun masehi, namun para jago tarikh semuanya bersepakat bahwa hijrah Nabi terjadi pada bulan Rabi’ul Awwal, bukan bulan Muharram. Antara permulaan hijrah Nabi dan bulan Muharam ketika itu terdapat jarak atau sudah terlewat sekitar 82 hari. (awal Muharram ketika itu jatuh pada tanggal 15 Juli 622 M).
Karena itu, penetapan bulan Muharram oleh Umar bin Khatab sebagai permulaan tahun hijriah tidak didasarkan atas pengagungan dan peringatan insiden hijrah Nabi. Sebagai bukti, ia tidak memutuskan bulan Rabi’ul Awwal (bulan hijrahnya Rasul ke Madinah) sebagai permulaan bulan pada kalender Hijriah. Lebih jauh dari itu, ia pun tidak pernah mengadakan peringatan tahun gres hijriah, baik tiap bulan Muharram maupun Rabi’ul Awwal, selama kekhalifahannya. Demikian pula khalifah sesudahnya.
Dengan demikian, peringatan tahun gres hijriah dan pengangungan bulan Muharram dengan alasan memperingati hijrah Nabi ke Madinah merupakan kesalahkaprahan, lantaran Nabi hijrah pada bulan Rabi’ul Awwal, bukan bulan Muharram.
Demikian pula menyelenggarakan banyak sekali bentuk program dan upacara untuk menyambut tahun gres Hijriah, menyerupai muhasabah, mabit (bermalam di masjid), ceramah, mendengarkan bacaan Alquran, tahajjud berjamaah, berdoa bersama-sama, renungan malam, dan lain-lain tidak bersumber dari anutan Rasul.
Yang terang Asal Muasal Peringatan tahun gres hijriah tiap 1 Muharam gres dimulai semenjak tahun 1970-an yang berasal dari inspirasi pertemuan cendekiawan muslim di Amerika Serikat. Waktu itu terjadi fenomena maraknya dakwah, masjid-masjid dipenuhi jemaah, dan munculnya jilbab hingga kemudian dikatakan sebagai kebangkitan Islam, Islamic Revival. (Lihat, Pikiran Rakyat Online)
Bagi kaum muslimin bulan Muharram dianggap istimewa bukan lantaran adanya satu insiden yang terjadi pada bulan itu, tetapi lantaran ada syariat yang ditetapkan oleh Allah, yakni pelaksanaan shaum sunat.
Pada mulanya, yaitu ketika tahun pertama setelah Rasul melaksanakan hijrah dari Makah ke Madinah pada bulan Rabi’ul awal, shaum ini hukumnya wajib. Baru setelah tiba kewajiban shaum bulan bulan puasa pada tahun ke-2 hijrah, shaum ini beralih hukumnya menjadi sunat, dan pelaksanaannya hanya satu hari tanggal 10 muharram.
Ketika Rasulullah dan para sobat telah merasa kurang nyaman melaksanakan shaum yang sama persis dilakukan oleh kaum Jahiliyah, Yahudi dan Nasara, ia mencanangkan untuk melaksanakan perbedaan. Hal ini tergambar di dalam sebuah hadits sebagai berikut :
Dari keterangan tersebut jelaslah bahwa pada mulanya saum sunat muharram hanya dilaksanakan satu hari tanggal 10 muharram yang disebut Asyura. Namun untuk membedai Kebiasaan Jahiliyah, Yahudi atau Kristen Rasulullah saw. memerintahkan biar kita melaksanakan shaum sehari sebelumnya yaitu tanggal sembilan Muharam yang disebut tasu’a. Sehingga pelaksnaan saum sunat muharaam disyariatkan dua hari tanggal sembilan dan sepuluh bulan Muharam yang disebut saum Tasu’a asyura.
Sedangkan keutamaannya shaum Muharam ini akan menghapus dosa-dosa. Sebagaimana diriwayatkan Imam Muslim dari sobat Abu Hurairah ra.
Peristiwa ini diperingati oleh kaum Yahudi dengan melaksanakan shaum pada tiap tanggal 10 muharram yang disebut shaum asyura, bahkan mereka mengakibatkan hari asyura sebagai hari raya. Hal ini diterangkan oleh sobat Abu Musa al-Asy’ari :
كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تُعَظِّمُهُ اليَهُودُ وَتَتَّخِذُهُ عِيدًا ، – متفق عليه -
Hari Asyura itu yaitu hari yang diagungkan oleh Yahudi dan mereka menjadikannya hari raya.
Shaum ini pun biasa dilaksanakan oleh kaum Nashrani dan musyrikin Quresy pada masa jahiliyah dengan alasan masing-masing.
Shaum ini pun biasa dilaksanakan oleh kaum Nashrani dan musyrikin Quresy pada masa jahiliyah dengan alasan masing-masing.
Dengan keterangan-keterangan tersebut jelaslah, bahwa bulan muharam dianggap istimewa oleh Kaum Jahiliyah Quraesy dan Kaum Yahudi lantaran adanya sesuatu yang dianggap penting oleh mereka sehingga mereka memperingatinya dengan melaksanakan shaum tiap tanggal 10 muharram yang disebut saum asyura.
Kebiasaan Yahudi dan Nashrani dalam memperingati peristiwa-peristiwa penting, khususnya bulan muharram beratsar atau mempunyai dampak yang sangat berpengaruh terhadap sebagian muslim, di antaranya
- Orang syi’ah mengganggap bahwa bulan muharram dianggap sebagai hari bersejarah yakni terbunuhnya husen di padang Karbala pada 10 Muharram, sehingga diperingati oleh mereka dengan cara yang berlebihan bahkan melanggar syariat Islam, yaitu menggunakan pakaian hitam-hitam, berkabung, bahkan memukul-mukul badan hingga berdarah. Demikian pula tanggal 25 Muharram sebagai peringatan terbunuhnya Ali Zainal Abidin
- Sebagian orang ada yang menganggap bahwa bulan Muharam itu yaitu bulan keramat sehingga melaksanakan banyak sekali program dan upacara, menyerupai bubur asyura.
- Sebagian menganggap bulan muharram sebagai bulan hijrahnya Rasul ke madinah sehingga diperingati dengan banyak sekali program dan upacara yang beragam.
Kapan bahu-membahu Rasul hijrah ke Madinah?
Beragam gosip dijumpai pada kitab-kitab tarikh ihwal insiden itu. Imam at-Thabari dan Ibnu Ishaq menyatakan, “Sebelum hingga di Madinah (waktu itu berjulukan Yatsrib), Rasulullah saw. singgah di Quba pada hari Senin 12 Rabi’ul Awwal tahun 13 kenabian/24 September 622 M waktu Dhuha (sekitar jam 8.00 atau 9.00). Di tempat ini, ia tinggal di keluarga Amr bin Auf selama empat hari (hingga hari Kamis 15 Rabi’ul Awwal/27 September 622 M. dan membangun mesjid pertama (yang disebut mesjid Quba). Pada hari Jumat 16 Rabi’ul Awwal/28 September 622 M, ia berangkat menuju Madinah. Di tengah perjalanan, ketika ia berada di Bathni wadin (lembah di sekitar Madinah) milik keluarga Banu Salim bin ‘Auf, tiba kewajiban Jumat (dengan turunnya ayat 9 surat al-Jum’ah). Maka Nabi salat Jumat bersama mereka dan khutbah di tempat itu. Inilah salat Jumat yang pertama di dalam sejarah Islam. Setelah melaksanakan salat Jumat, Nabi melanjutkan perjalanan menuju Madinah”. (Lihat,Tarikh at-Thabari, I:571; Sirah Ibnu Hisyam, juz III, hal. 22; Tafsir al-Qurthubi, juz XVIII, hal. 98).
Keterangan ini menawarkan bahwa Nabi tiba di Madinah pada hari Jumat 16 Rabi’ul Awwal/28 September 622 M. Sedangkan jago tarikh lainnya beropini hari Senin 12 Rabi’ul Awwal/5 Oktober 621 M, namun ada pula yang menyatakan hari Jumat 12 Rabi’ul Awwal/24 Maret 622 M.
Terlepas dari perbedaan tanggal dan tahun, baik hijriah maupun masehi, namun para jago tarikh semuanya bersepakat bahwa hijrah Nabi terjadi pada bulan Rabi’ul Awwal, bukan bulan Muharram. Antara permulaan hijrah Nabi dan bulan Muharam ketika itu terdapat jarak atau sudah terlewat sekitar 82 hari. (awal Muharram ketika itu jatuh pada tanggal 15 Juli 622 M).
Karena itu, penetapan bulan Muharram oleh Umar bin Khatab sebagai permulaan tahun hijriah tidak didasarkan atas pengagungan dan peringatan insiden hijrah Nabi. Sebagai bukti, ia tidak memutuskan bulan Rabi’ul Awwal (bulan hijrahnya Rasul ke Madinah) sebagai permulaan bulan pada kalender Hijriah. Lebih jauh dari itu, ia pun tidak pernah mengadakan peringatan tahun gres hijriah, baik tiap bulan Muharram maupun Rabi’ul Awwal, selama kekhalifahannya. Demikian pula khalifah sesudahnya.
Dengan demikian, peringatan tahun gres hijriah dan pengangungan bulan Muharram dengan alasan memperingati hijrah Nabi ke Madinah merupakan kesalahkaprahan, lantaran Nabi hijrah pada bulan Rabi’ul Awwal, bukan bulan Muharram.
Demikian pula menyelenggarakan banyak sekali bentuk program dan upacara untuk menyambut tahun gres Hijriah, menyerupai muhasabah, mabit (bermalam di masjid), ceramah, mendengarkan bacaan Alquran, tahajjud berjamaah, berdoa bersama-sama, renungan malam, dan lain-lain tidak bersumber dari anutan Rasul.
Yang terang Asal Muasal Peringatan tahun gres hijriah tiap 1 Muharam gres dimulai semenjak tahun 1970-an yang berasal dari inspirasi pertemuan cendekiawan muslim di Amerika Serikat. Waktu itu terjadi fenomena maraknya dakwah, masjid-masjid dipenuhi jemaah, dan munculnya jilbab hingga kemudian dikatakan sebagai kebangkitan Islam, Islamic Revival. (Lihat, Pikiran Rakyat Online)
Bagi kaum muslimin bulan Muharram dianggap istimewa bukan lantaran adanya satu insiden yang terjadi pada bulan itu, tetapi lantaran ada syariat yang ditetapkan oleh Allah, yakni pelaksanaan shaum sunat.
Pada mulanya, yaitu ketika tahun pertama setelah Rasul melaksanakan hijrah dari Makah ke Madinah pada bulan Rabi’ul awal, shaum ini hukumnya wajib. Baru setelah tiba kewajiban shaum bulan bulan puasa pada tahun ke-2 hijrah, shaum ini beralih hukumnya menjadi sunat, dan pelaksanaannya hanya satu hari tanggal 10 muharram.
Ketika Rasulullah dan para sobat telah merasa kurang nyaman melaksanakan shaum yang sama persis dilakukan oleh kaum Jahiliyah, Yahudi dan Nasara, ia mencanangkan untuk melaksanakan perbedaan. Hal ini tergambar di dalam sebuah hadits sebagai berikut :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : لمَاَّ صَامَ رَسُولُ اللهِ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَ أَمَرَ بِصَيَامِهِ قَالُوا : يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ اليَهُودُ وَالنَّصَارَى. فَقَالَ : فَإِذَا كَانَ عَامُ الْمُقْبِلِ إِنْ شَاءَ اللهُ صُمْنَا اليَوْمَ التَّاسِعَ . قَالَ : فَلَمْ يَأْتِ العَامُ المُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللهِ . – رواه أحمد و مسلم -Dan Dari Ibnu Abas, ia mengatakan,” Ketika Rasulullah saw. melaksanakan Shaum Asyura dan ia memerintah (para sahabat) untuk melakukannya. Mereka berkata, ’Wahai Rasulullah, sesungguhnya itu merupakan hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nasrani’ Beliau menjawab,’Nanti tahun depan insya Allah kita akan melaksanakan shaum tanggal sembilannya’ Ia berkata, ‘Tetapi tahun depan itu belum tiba dan Rasulullah saw. telah berpulang keharibaan-Nya.”-H.R.Muslim dan Abu Daud -
Bahkan di dalam periwayatan lain Masih dari Ibnu Abas, ia menyampaikan :
قاَلَ رَسُولُ اللهِ لَئِنْ بَقَيْتُ إِلَى قَابِلٍ َلأَصَومَنَّ التَّاسِعَ يَعْنِي يَوْمَ عَاشُورَاءَ .- رواه أحمد و مسلم -Rasulullah saw, telah bersabda,”Jika saya masih hidup hingga tahun depan, pasti saya akan shaum tanggal sembilannya yaitu hari Asyura”- H.R.Ahmad dan Muslim -
Rasululah saw. sendiri tidak berkesempatan melaksanakan shaum tanggal sembilan Muharam ini, tetapi rencana ia untuk melaksanakannya menerangkan sunahnya shaum tanggal sembilan ini. Dan para ulama menyebutnya sunah hammiyyah Rasulullah (sunah rencana dan impian Rasulullah)
Dari keterangan tersebut jelaslah bahwa pada mulanya saum sunat muharram hanya dilaksanakan satu hari tanggal 10 muharram yang disebut Asyura. Namun untuk membedai Kebiasaan Jahiliyah, Yahudi atau Kristen Rasulullah saw. memerintahkan biar kita melaksanakan shaum sehari sebelumnya yaitu tanggal sembilan Muharam yang disebut tasu’a. Sehingga pelaksnaan saum sunat muharaam disyariatkan dua hari tanggal sembilan dan sepuluh bulan Muharam yang disebut saum Tasu’a asyura.
Sedangkan keutamaannya shaum Muharam ini akan menghapus dosa-dosa. Sebagaimana diriwayatkan Imam Muslim dari sobat Abu Hurairah ra.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ قاَلَ : أَفْضَلُ الصِّياَمُ بَعْدَ رَمَضَانِ شَهْرُ اللهِ المُحَرَّمُ. – رواه مسلم -Artinya : Dari Abi Hurairah ra. dari Nabi Saw. bersabda, “Shaum yang paling utama setelah (shaum) Ramadhan yaitu bulan Allah Muharam”. (H.R. Muslim)
Menisbahkan bulan Muharam kepada Allah ini hanyalah untuk mengagungkan bulan tersebut. Sebab pada hakikatnya, semua bulan-bulan dan hari-hari itu seluruhnya milik Allah Swt.
Disamping mempunyai keutamaan, shaum Muharam sanggup menghapus /menutup dosa-dosa yang telah lalu. Sebagaimana yang diterangkan dalam sebuah riwayat :
Disamping mempunyai keutamaan, shaum Muharam sanggup menghapus /menutup dosa-dosa yang telah lalu. Sebagaimana yang diterangkan dalam sebuah riwayat :
وَصُومُ يَوْمِ عاَشُورَاءَ يُكَفِّرُ سَنَةَ مَاضِيَةٍ. – رواه مسلم و غيره -
Artinya : Shaum hari Asyura sanggup menutupi (dosa) satu tahun yang telah lalu. (H.R. Muslim dan yang lainnya)
Makna 1 Muharram dan Hikmah dari Peristiwa Hijrah Nabi
Beberapa hikmah yang sanggup dipetik dari Hijrahnya Nabi dan para sobat dari Mekah ke Madinah dikala itu adalah:
Pertama: perisitwa hijrah Rasululah dan para sahabatnya dari Mekah ke Madinah merupakan tonggak sejarah yang monumental dan mempunyai mkjna yang sangat berarti bagi setiap Muslim, lantaran hijrah merupakan tonggak kebangkitan Islam yang semula diliputi suasana dan situasi yang tidak aman di Mekah menuju suasana yang prospektif di Madinah.
Kedua: Hijrah mengandung semangat usaha tanpa frustasi dan rasa opimisme yang tinggi, yaitu semangat berhijrah dari hal-hal yang buruk kepada yang baik, dan hijrah daru hal-hal yang baik ke yang lebih baik lagi. Rasulullah s.a.w. dan para sahabatnya telah melawan rasa murung dan takut dengan berhijrah, meski harus meninggalkan tanah kelahiran, sanak saudara dan harta benda mereka.
Ketiga: Hijrah mengandung semangat persaudaraan, menyerupai yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW pada dikala ia mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar, bahkan ia telah membina kekerabatan baik dengan beberapa kelompok Yahudi yang hidup di Madinah dan sekitarnya pada waktu itu.
Dalam konteks kini ini, pemaknaan hijrah tentu bukan selalu harus identik dengan meninggalkan kampung halaman menyerupai yang dilakukan oleh Rasulullah s.a.w. dan kaum Muhajirin, tetapi pemaknaan hijrah lebih kepada nilai-nilai dan semangat berhijrah itu sendiri, lantaran hijrah dalam arti menyerupai ini tidak akan pernah berhenti.
Dalam sebuah riwayat dikisahkan, ada seorang yang mendatangi Rasulullha dan berkata: “Wahai Rasulullah,saya gres saja mengunjungi kaum yang beropini bahwa hijrah telah telah berakhir”, Rasulullah bersabda: ”Sesungguhnya hijrah itu tidak ada hentinya, sehingga terhentinya taubat, dan taubat itu tidak ada hentinya sehingga matahari terbit darisebelah barat”.
Merupakan Bukti Maha Adilnya Allah
Berbeda dengan tahun Masehi, permulaan hari atau pergantian hari bukan di pagi hari atau jam 00.01, tetapi di dikala terbenamnya matahari atau munculnya bulan. Itulah sebabanya Tahun Masehi (dari Isa Al Masih) dalam Islam disebut Tahun Syamsyiah (matahari), sedangkan Tahun Hijriah atau Tahun Islam disebut juga Tahun Qomariah (bulan). Kalau Tahun Masehi, setiap bulan terdiri dari 30 hari atau 31 hari, kecuali Februari yang 28 atau 29 hari, tetapi bulan Hijriah terdiri dari 29 dan 30 hari.
Itulah sebabnya, terdapat selisih sekitar 10-12 hari setiap tahun, ada pergeseran kegiatan keagamaan Islam pada tahun Masehi. Sebagai contoh, hari raya Idul Fitri atau 1 Syawal pada tahun 2010 jatuh pada tanggal 10 September, tapi pada tahun 2009, Idul Fitri bersamaan dengan 22 September. Sehingga tidak heran kalau ada saatnya dimana tahun gres Islam (1 Muharam) hampir bersamaan dengan Tahun Baru Masehi (1 Januari).
Dengan perbedaan antara bulan Hijriah dengan bulan Masehi itu, maka bulan Ramadhan atau bulan Puasa setiap tahun bergeser sekitar 10-12 hari setiap tahun Masehi, sehingga suatu dikala bulan Ramadhan bersamaan dengan bulan Juni, dan ada saatnya tahun kemudian puasa dilaksanakan bulan Desember.
Berbeda dengan Indonesia dan Negara-negara tropis, hampir tidak ada perbedaan lamanya berpuasa untuk sepanjang tahun, yaitu bulan Januari s/d Desember berpuasa sekitar 14 jam (jam 4 pagi hingga 18.00), tapi di Negara-negara yang mengalami empat isu terkini menyerupai di Eropa dan Amerike Serikat dan Kanada, juga Australia dan Selandia Baru, lamanya berpuasa sangat bervariasi.
Sebagai pola bila bulan puasa bertepatan dengan bulan Juni atau Musim Panas di Eropa, maka penduduk yang tinggal di belahan bumi Bagian Utara akan berpuasa hingga 18-20 jam, mulai jan 02 dinihari (Imsyak) hingga jam 22.00 malam gres berbuka, lantaran matahari gres terbenam.
Keadaan sebaliknya yang dialami oleh penduduk di belahan Bumi Bagian Selatan menyerupai Australia dan Selandia Baru. Karena bulan Juni yaitu Musim Dingin (Winter), maka waktu Imsyak sekitar jam 6.00 pagi dan waktu Magrib sekitar jam 16.00 sore, sehingga mereka hanya berpuasa sekitar 10 jam saja.
Keadaan sebaliknya terjadi bila bulan Desember, maka umat islam yang tinggal di belahan bumi Bagian Utara berpuasa lebih singkat, dan sebaliknya yang di belahan Selatan lebih lama (berbanding terbalik). Sedangkan pada bulan Maret dan September dimana matahari persis ada di Khatulistiwa, kaum Muslimin di belahan Utara dan Selatan berpuasa dengan jumlah jam yang sama, sekitar 12 jam.
Disitulah salah satu bukti betapa adilnya Allah, di tempat bersahabat Equator (Khatulsitiwa) menyerupai Indonesia, Malysia dan Negara-negara Arab dimana umat Islam terbesar ada di sana atau tempat Sub Tropis, fluktuasi lamanya berpuasa setiap tahun hampir tidak berbeda banyak.
Seandainya, bulan Ramadhan ditetapkan menurut bulan Masehi, contohnya bulan Juni, kasihan umat Muslim di bagaian Utara yang harus puasa hingga 18-20 jam dengan temparatur sangat panas di atas 50 derajat C, setiap tahun menyerupai itu, dan orang di belahan Selatan puasanya sangat singkat. Kan sangat tidak adil?. Untungnya Tuhan Maha Adil, sehingga penentuna bulan puasa menurut Tahun Hijriah. bukan Tahun Masehi, Allahu Akbar.
Introspeksi Diri atau Bermuhasabah
Dengan memasuki tahun gres Hijriah, kita akan memasuki 1 Muharram. Yang berarti kita akan meninggalkan tahun lalu, dan memasuki tahun gres , yakni tahun gres 1431 Hijriah. Penyambutan tahun gres ini tidak selayaknya menyerupai yang dilakukan orang-orang non Muslim dikala merayakan tahun gres Masehi, tetapi merayakannya sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah SAW.
Sekarang kita masih hidup, tetapi siapa tahu besok atau lusa atau ahad depan atau bulan depan atau tahun depan, kita akan mati. Sekarang kita masih sanggup menikmati tahun gres Hijriah, tetapi siapa tahu tahun depan kita sudah tidak ada?.
Berbahagialah bagi mereka yang memperoleh nikmat umur yang panjang dan mengisinya dengan amalan-amalan yang baik dan perbuatan-perbuatan yang bijak. Rasulullah SAW bersabda : “Sebaik-baik insan yaitu orang yang panjang umurnya dan baik amalannya (HR Ahmad)
Dalam menyambut tahun gres Hijriah, sangat penting bagi kita untuk berkaca diri, menilai dan menimbang amalan-amalan yang telah kita perbuat dan dosa atau maksiat yang telah kita kerjakan. Penilaian ini bukan hanya untuk mengetahui seberapa besar perbuatan amal atau dosa kita, tapi biar tahun mendatang lebih baik dengan memperbanyak ibadah dan amal saleh serta mengurangi perbuatan dosa dan amal salah.
Kisah Tentang Sahabat Umar bin Khatab ihwal Umur Manusia
Adalah satu riwayat yang menceritakan ihwal anak Umar bin Khatab, kembali pulang dari sekolahnya sambil menghitung tambalan-tambalan yang menempel di bajunya yang sudah lama dan jelek. Dengan rasa kasihan Umar sang Amirul Mukminin (Pemimpin Kaum Musliminn), sebagai ayahnya mengirim sepucuk surat kepada bendaharawan negara, yang isinya minta biar ia diberi santunan uang sebanyak 4 dirham, dengan jaminan gajinya bulan depan supaya dipotong.
Kemudian bendaharawan itu mengirim surat jawaban kepada Umar, yang isinya demikian : “Wahai Umar, apakah engkau telah sanggup memastikan bahwa engkau masih hidup hingga bulan depan?. Bagaimana kalau engkau mati sebelum melunasi hutangmu? Membaca surat bendaharawan itu, maka seketika itu juga Umar tersungkur menangis, kemudian ia menasehati anakanya dan berkata : “Wahai anakku, berangkatlah ke sekolah dengan baju usangmu itu sebagaimana biasanya, karna akau tidak sanggup memperhatikan umurku walaupun untuk satu jam” Sungguh, batasan umur insan tidak ada yang mengetahuinya, kecuali hanya Allah SWT semata.
Oleh lantaran keterbatasan tersebut, dan lantaran belakang layar Allah SWT semata, maka marilah kita pergunakan kesempatan hidup ini dengan meningkatkan taqwa kita kepada-Nya dan menambah semangat bersedekah ibadah yang lebih banyak lagi.
Bulan Muharram Termasuk Bulan Haram
Bagaimanakah pandangan Islam mengenai awal tahun yang dimulai dengan bulan Muharram? Ketahuilah bulan Muharram yaitu bulan yang teramat mulia, yang mungkin banyak di antara kita tidak mengetahuinya. Namun banyak di antara kaum Muslimin yang salah kaprah dalam menyambut bulan Muharram atau awal tahun. Silakan simak pembahasan berikut.
Dalam agama ini, bulan Muharram, merupakan salah satu di antara empat bulan yang dinamakan bulan haram. Lihatlah firman Allah Ta’ala berikut.
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوام
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah yaitu dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia membuat langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (suci). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kau menganiaya diri kau dalam bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah: 36)
Allah Ta’ala menjelaskan bahwa semenjak penciptaan langit dan bumi, penciptaan malam dan siang, keduanya akan berputar di orbitnya. Allah pun membuat matahari, bulan dan bintang kemudian mengakibatkan matahari dan bulan berputar pada orbitnya. Dari situ muncullah cahaya matahari dan juga rembulan. Sejak itu, Allah mengakibatkan satu tahun menjadi dua belas bulan sesuai dengan munculnya hilal. Satu tahun dalam syariat Islam dihitung menurut perputaran dan munculnya bulan, bukan dihitung menurut perputaran matahari seba
Mengapa Disebut Bulan Haram
Lalu kenapa bulan-bulan tersebut disebut bulan haram? Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah mengatakan, “Dinamakan bulan haram lantaran dua makna.
Pertama, pada bulan tersebut diharamkan banyak sekali pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian.
Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melaksanakan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya lantaran mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada dikala itu sangatlah baik untuk melaksanakan amalan ketaatan.
Karena pada dikala itu yaitu waktu sangat baik untuk melaksanakan amalan ketaatan, sampai-sampai para salaf sangat suka untuk melaksanakan puasa pada bulan haram. Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Pada bulan-bulan haram, saya sangat senang berpuasa di dalamnya.”
Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melaksanakan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.
Bulan Muharram yaitu Syahrullah (Bulan Allah)
Suri tauladan dan panutan kita, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ
“Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan yaitu puasa pada syahrullah (bulan Allah) yaitu Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib yaitu shalat malam.
Bulan Muharram betul-betul istimewa lantaran disebut syahrullah yaitu bulan Allah, dengan disandarkan pada lafazh jalalah Allah. Karena disandarkannya bulan ini pada lafazh jalalah Allah, inilah yang menawarkan keagungan dan keistimewaannya.
Perkataan yang sangat elok dari As Zamakhsyari, kami nukil dari Faidhul Qodir (2/53), ia rahimahullah mengatakan, “Bulan Muharram ini disebut syahrullah (bulan Allah), disandarkan pada lafazh jalalah ‘Allah’ untuk menawarkan mulia dan agungnya bulan tersebut, sebagaimana pula kita menyebut ‘Baitullah’ (rumah Allah) atau ‘Alullah’ (keluarga Allah) ketika menyebut Quraisy. Penyandaran yang khusus di sini dan tidak kita temui pada bulan-bulan lainnya, ini menawarkan adanya keutamaan pada bulan tersebut.
Bulan Muharram inilah yang menggunakan nama Islami. Nama bulan ini sebelumnya yaitu Shofar Al Awwal. Bulan lainnya masih menggunakan nama Jahiliyah.. Bulan ini yaitu seutama-utamanya bulan untuk berpuasa penuh setelah bulan Ramadhan. Adapun melaksanakan puasa tathowwu’ (puasa sunnah) pada sebagian bulan, maka itu masih lebih utama daripada melaksanakan puasa sunnah pada sebagian hari menyerupai pada hari Arofah dan 10 Dzulhijah. Inilah yang disebutkan oleh Ibnu Rojab. Bulan Muharram mempunyai keistimewaan demikian lantaran bulan ini yaitu bulan pertama dalam setahun dan pembuka tahun.”
Silah Baca Juga :
Demikianlah Pembahasan mengenai Muharram dan Mudah-mudahan apa yang dikemukakan ini mengakibatkan motivasi untuk melaksanakan sunnah Nabi Saw., sehingga sanggup melaksanakannya sesuai dengan yang semestinya.
Wallahu a’lam bish shawab
Buat lebih berguna, kongsi: