Bolehkah Gugat Cerai Suami yang Sakit Stroke? Jatuh Talak Terjadi Apabila Seorang Suami Mengatakan "Pisah/Cerai/Bubar/Kata yang Berarti Keinginan untuk Mengakhiri Suatu pernikahan". Apakah itu betul?
TOPIK KONSULTASI ISLAM
- Hukum Gugat Cerai Istri pada Suami yang Sakit
- Hukum Cerai Talak Suami pada Istri Lebih dari Tiga Kali
- Hukum Ucapan Cerai Tanpa Sepengetahuan Istri
- CARA KONSULTASI SYARIAH ISLAM
HUKUM GUGAT CERAI ISTRI PADA SUAMI YANG SAKIT
PERTANYAAN
Assalamu alaikum..
mohon pencerahannya. saya seorang istri sudah menikah selama 16 tahun yang sudah 6 bulan merawat suami sakit stroke, selama ini kebanyakan saya yang mencari nafkah. kami tinggal dengan ibu saya dan saya sudah mempunyai 4 anak,setelah suami sakit..keluarganya membawa pulang kerumahnya dengan alasan problem daerah dan biaya mereka mampu, terpaksa saya bolak-balik dari rumah ibu saya ke rumah mertua sambil merawat suami dan mengurus anak2,dua saya bawa daerah mertua dan 2 lagi di rumah ibu saya, disamping itu saya sambil bekerja jarak 2 jam dari rumah, saya sangat leleah sekali, sehingga saya minta ijin pada keluarga suami untuk pulang seminggu sekali, sedangkan ibu saya memang sudah mengijinkan alasannya melihat saya selalu kelelahan.Akhirnya mereka mengijinkan tapi dengan wajah yang tidak ramah.
Tidak usang problem muncul lagi saya difitnah bahkan sisa biaya berobat yang dipinjamkan adik ipar untuk suami,ditagih dengan alasan uang orang.saya resah semenatara nafkah saya yang cari sendiri, mertua memberi kalo saya minta dan sudah kepepet,itupun dengan keluhan macam2.
Sekarang alasannya kondisi ibu saya sudah makin sakit-sakitan, saya yang biasanya seminggu sekali menginap dan mengurus suami di rumah mertua,sementara anak2 di rumah ibu saya,akhirnya saya tidak tahan pisik dan mental,saya tidak tiba lagi sudah seminggu ini, saya ditelpon mertua untuk mengurus suami, tapi saya tidak tiba alasannya saya lelah dan hati sudah sakit melihat perlakuan mereka pada saya,dan tidak perduli dengan keadaan saya yang harus cari nafkah sendiri untuk 4 anak saya.
Pertanyaan:
1. Dosakah saya pada suami, alasannya suami dari arahan bicaranya yang kurang jelas, beliau masih menginginkan saya merawatnya
2. Bagaimana perilaku saya seharusnya, alasannya terus terang meskipun saya masih sayang pada suami, saya sudah tidak sanggup menjalani ini semua
3. Benarkah keputusan saya bila saya ingin berpisah dari suami..dengan kondisi suami menyerupai sekarang/
Demikian pertanyaan saya,mohon balasan secepatnya,saya resah sekali..
Wassalamu alaikum,
melia
JAWABAN
Anda seorang istri yang andal alasannya tidak mengeluh walaupun selama 16 tahun kehidupan rumah tangga kebanyakan Anda yang mencari nafkah. Bukan suami. Pada poin saja bersama-sama istri boleh menggugat cerai suami apabila tidak menerima nafkah lahir dari suami.
Jawaban pertanyaan ke-1:
Secara hukum, istri boleh menuntut atau menggugat cerai apabila suami sakit yang mengakibatkan beliau tidak sanggup memenuhi kewajibannya. Dalam Hukum Perceraian dan Talak
________________________________________________________
HUKUM UCAPAN CERAI TANPA SEPENGETAHUAN ISTRI
pak ustadz saya mau tanya ihwal ucapan "saya ceraikan kamu" tapi tanpa sepengetahuan istri atau orang lain (ngomong sendiri / ngedumel sendiri).. dan tidak ada niat sama sekali untuk menceraikan isri saya..
bagaiman hukumnya?
tolong dibalas ke email saya, semoga saya pribadi tahu ihwal hukumnya..
Terima kasih sebelumnya..
Apriansyah
JAWABAN
Cerai talak yakni kata cerai yang diucapkan oleh suami itu mengakibatkan terjadinya talak walaupun diucapkan tanpa niat talak dan istri tidak berada di depan suami dan walaupun diucapkan dalam keadaan marah. Ini yakni pendapat jumhur (mayoritas) ulama fiqih. Kecuali jikalau suami dalam keadaan mabuk atau mengigau atau tidak sadar.
Oleh alasannya itu, kata "Aku ceraikan kamu" atau "Aku talak kamu" harus dijauhkan dari ekspresi kita. Jangan membiasakan diri mengeluarkan kata-kata tersebut baik untuk main-main atau iseng atau untuk ancaman.
Konsekuensinya, jikalau kata "Aku cerai kamu" tadi diucapkan satu kali, maka jatuhlah talak 1 (satu). Dalam keadaan ini, maka istri dalam keadaan iddah. Dan selama masa iddah suami boleh rujuk tanpa perlu pernikahan baru. Lebih detail, lihat: Perceraian (Talak)
Pendapat di atas yakni pendapat madzhab Syafi'i dan Hanafi. Sedangkan berdasarkan madzhab yang masyhur dalam madzhab Maliki, terjadinya talak/cerai jikalau disertai niat. Apabila mengikuti pendapat madzhab Maliki ini, maka talak tidak terjadi.
Ibnu Rushd menyimpulkan perbedaan ulama di atas dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid hlm. 455 sbb:
وفقه المسألة عند الشافعي وأبي حنيفة : أن الطلاق لا يحتاج عندهم إلى نية . وأما مالك فالمشهور عنه أن الطلاق عنده يحتاج إلى نية ، لكن لم ينوه هاهنا لموضع التهم ، ومن رأيه : الحكم بالتهم سدا للذرائع ، وذلك مما خالفه فيه الشافعي ، وأبو حنيفة ، فيجب على رأي من يشترط النية في ألفاظ الطلاق ولا يحكم بالتهم أن يصدقه فيما ادعى .
Sumber https://www.alkhoirot.net
Tidak usang problem muncul lagi saya difitnah bahkan sisa biaya berobat yang dipinjamkan adik ipar untuk suami,ditagih dengan alasan uang orang.saya resah semenatara nafkah saya yang cari sendiri, mertua memberi kalo saya minta dan sudah kepepet,itupun dengan keluhan macam2.
Sekarang alasannya kondisi ibu saya sudah makin sakit-sakitan, saya yang biasanya seminggu sekali menginap dan mengurus suami di rumah mertua,sementara anak2 di rumah ibu saya,akhirnya saya tidak tahan pisik dan mental,saya tidak tiba lagi sudah seminggu ini, saya ditelpon mertua untuk mengurus suami, tapi saya tidak tiba alasannya saya lelah dan hati sudah sakit melihat perlakuan mereka pada saya,dan tidak perduli dengan keadaan saya yang harus cari nafkah sendiri untuk 4 anak saya.
Pertanyaan:
1. Dosakah saya pada suami, alasannya suami dari arahan bicaranya yang kurang jelas, beliau masih menginginkan saya merawatnya
2. Bagaimana perilaku saya seharusnya, alasannya terus terang meskipun saya masih sayang pada suami, saya sudah tidak sanggup menjalani ini semua
3. Benarkah keputusan saya bila saya ingin berpisah dari suami..dengan kondisi suami menyerupai sekarang/
Demikian pertanyaan saya,mohon balasan secepatnya,saya resah sekali..
Wassalamu alaikum,
melia
JAWABAN
Anda seorang istri yang andal alasannya tidak mengeluh walaupun selama 16 tahun kehidupan rumah tangga kebanyakan Anda yang mencari nafkah. Bukan suami. Pada poin saja bersama-sama istri boleh menggugat cerai suami apabila tidak menerima nafkah lahir dari suami.
Jawaban pertanyaan ke-1:
Secara hukum, istri boleh menuntut atau menggugat cerai apabila suami sakit yang mengakibatkan beliau tidak sanggup memenuhi kewajibannya. Dalam Hukum Perceraian dan Talak
________________________________________________________
HUKUM UCAPAN CERAI TANPA SEPENGETAHUAN ISTRI
pak ustadz saya mau tanya ihwal ucapan "saya ceraikan kamu" tapi tanpa sepengetahuan istri atau orang lain (ngomong sendiri / ngedumel sendiri).. dan tidak ada niat sama sekali untuk menceraikan isri saya..
bagaiman hukumnya?
tolong dibalas ke email saya, semoga saya pribadi tahu ihwal hukumnya..
Terima kasih sebelumnya..
Apriansyah
JAWABAN
Cerai talak yakni kata cerai yang diucapkan oleh suami itu mengakibatkan terjadinya talak walaupun diucapkan tanpa niat talak dan istri tidak berada di depan suami dan walaupun diucapkan dalam keadaan marah. Ini yakni pendapat jumhur (mayoritas) ulama fiqih. Kecuali jikalau suami dalam keadaan mabuk atau mengigau atau tidak sadar.
Oleh alasannya itu, kata "Aku ceraikan kamu" atau "Aku talak kamu" harus dijauhkan dari ekspresi kita. Jangan membiasakan diri mengeluarkan kata-kata tersebut baik untuk main-main atau iseng atau untuk ancaman.
Konsekuensinya, jikalau kata "Aku cerai kamu" tadi diucapkan satu kali, maka jatuhlah talak 1 (satu). Dalam keadaan ini, maka istri dalam keadaan iddah. Dan selama masa iddah suami boleh rujuk tanpa perlu pernikahan baru. Lebih detail, lihat: Perceraian (Talak)
Pendapat di atas yakni pendapat madzhab Syafi'i dan Hanafi. Sedangkan berdasarkan madzhab yang masyhur dalam madzhab Maliki, terjadinya talak/cerai jikalau disertai niat. Apabila mengikuti pendapat madzhab Maliki ini, maka talak tidak terjadi.
Ibnu Rushd menyimpulkan perbedaan ulama di atas dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid hlm. 455 sbb:
وفقه المسألة عند الشافعي وأبي حنيفة : أن الطلاق لا يحتاج عندهم إلى نية . وأما مالك فالمشهور عنه أن الطلاق عنده يحتاج إلى نية ، لكن لم ينوه هاهنا لموضع التهم ، ومن رأيه : الحكم بالتهم سدا للذرائع ، وذلك مما خالفه فيه الشافعي ، وأبو حنيفة ، فيجب على رأي من يشترط النية في ألفاظ الطلاق ولا يحكم بالتهم أن يصدقه فيما ادعى .
Sumber https://www.alkhoirot.net
Buat lebih berguna, kongsi: