HUKUM OUTCOURCING (ALIH DAYA) DALAM ISLAM
Assalammu'alaikum wr.wb.
Uztad ada perihal yg ingin sy tanyakan terkait bisnis/usaha yg telah sy geluti selama ini. Saat ini sy mengelola bisnis OutSourcing/alihdaya (definisi umum OS, mengalihkan sebagian pekerjaan/kegiatan kepada pihak lain/luar yg kompeten melalui kontrak borongan atau penyediaan tenaga kerja). Di Indonesia acara OS ini diatur didalam UU Ketenagakerjaan 13/2003, dikuatkan dg bbrp Peraturan Menteri dan terakhir dg terbitnya putusan MK dan Peraturan/SE Bank Indonesia ttg pelaksanaan OS.
DAFTAR ISI
Pada prakteknya memang masih banyak ditemui OS ini dilaksanakan tidak sesuai dgn UU dan peraturan yg ada, menyerupai pembayaran upah dibawah UMK/UMR, kontrak kerja yg tidak jelas, tidak ada kepastian kelangsungan kerja dan jaminan kesejahteraan. Ditambah minimnya pengawasan yg seharusnya dilakukan oleh pihak yg bertanggungjawab terhadap dilema ini (dalam hal ini Disnakertrans, entah alasannya yakni minimnya jumlah atau kualitas pengawas yg ada).
Diantara pelaku bisnis/pengusaha bidang OS ini bersama-sama masih banyak yg berusaha menjalankan bisnis ini mengikuti UU dan aturan yg ada, bahkan utk beberapa kondisi mereka memberi kesejahteraan melebihi pegawai/karyawan perusahaan biasa. Namun alasannya yakni ternyata yg ketika ini lebih mengemuka/terekspos yakni praktek2 OS yg "abal-abal" istilah praktek OS yg tidak dilaksanakan sesuai dgn UU dan aturan yg ada, maka masyarakat (terutama buruh/pekerja) memandang Outsourcing sebagai sesuatu yg "jelek" dianggap sebagai perbudakan modern, terjadi eskploitasi thdp pekerjan, dll. Sehingga ketika ini cukup marak terjadi demo, resistensi thdp keberadaan OS.
Kami yakin bila OS ini dijalankan dengan baik & benar sesuai dgn UU dan aturan yg ada dan dipahami oleh semua pihak, mulai dari perusahaan pemberi kerja, perusahaan/pihak pelaksana kerja, buruh/pekerja, serikat buruh/pekerja dan juga pengawas, maka OS ini akan membawa dampak kepada peningkatan perekonomian, mengurangi angka pengangguran termasuk memberi peluang kepada angkatan muda (lulusan2 baru) yg minim pengalaman utk bs masuk dunia kerja. Pemasukan pajak dan memberi kontribusi kepada kemajuan industri2 lain maupun perekonomian tempat setempat.
Dengan klarifikasi secara umum (sangat global) tersebut semoga Uztad ada citra ttg OS. Mohon klarifikasi bagaimana bisnis OS ini berdasarkan pandangan syariat Islam sesuai dgn hadist/sunnah yg ada, atas klarifikasi Uztad diucapkan banyak terimakasih. Semoga bermanfaat bg saya pribadi maupun yg lain. Walaikum'salam Wr.Wb.
Salam,
Wisnu W.
JAWABAN HUKUM OUTCOURCING (ALIH DAYA) DALAM ISLAM
Sikap Islam terhadap outsourcing (OS)dapat dilihat spiritnya pada prinsip yang dianjurkan Islam dalam soal relasi antara majikan dan buruh secara umum yang sanggup disimpulkan sebagai berikut:
Pertama, perintah memenuhi hak-hak kedua belah pihak yaitu buruh dan majikan. Allah berfirman dalam QS Al-Maidah 5:1 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ (Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.)
Kedua, dianggap suatu kedzaliman apabila majikan tidak majikan mengakhirkan atau memperlambat kontribusi honor buruh padahal majikan bisa memperlihatkan honor sempurna waktu. Dalam hadits sahih riwayat Bukhari dan Muslim Nabi menyatakan: مطل الغني ظلم، وإذا أتبع أحدكم على مليء فليتبع (Orang kaya yang memperlambat bayaran buruhnya yakni dzalim))
Dalam hadits lain Nabi bersabda أعطوا الأجير حقه قبل أن يجف عرقه (Berikan hak buruh sebelum kering keringatnya).
Ketiga, bahaya keras bagi majikan yang tidak memperlihatkan hak (gaji) pada buruhnya. Dalam hadits sahih riwayat Bukhari Nabi bersabda:
Artinya: Nabi bersabda bahwa Allah berfirman: Ada tiga orang yang saya sangat murka pada hari kiamat: .... (3) pria yang mempekerjakan buruh tapi tidak memperlihatkan gajinya.
Inilah guidelins prinsip dalam Islam seputar relasi majikan dan buruh atau pekerja. Yang intinya, selagi buruh melaksanakan pekerjaan dengan benar dan majikan memperlihatkan hak-hak buruh sesuai dengan kesepakatan bersama dan sempurna waktu, maka hukumnya dibolehkan. Adapun format sistem pekerjaan, apakah tradisional, sistem kontrak, atau sub-kontrak (outsurcing) yakni dilema teknis yang dinamis dari waktu ke waktu yang dibolehkan dalam Islam.
Dalam kaidah fiqih disebutkan: asal segala sesuatu itu yakni boleh kecuali ada dalil yang mengharamkannya" (الأصل في الأشياء الإباحة حتى يدل الدليل على التحريم).
Jadi, kami tiak melihat ada pelanggaran prinsip Islam dalam outsourcing yang benar menyerupai yang Anda terangkan.
_____________________________________
HARTA WARISAN PENINGGALAN ISTRI
Assalamualaikum ,
Yth pengelola lembaga tanya jawab. Istri saya meninggal satu bulan kemudian , dan almarhumah bekerja di salah satu BUMN . Meninggalkan saya (suami) dan 2 orang anak ( 9 tahun / perempuan dan 2 tahun / laki ) . Dapat uang pesangon dari kantor sebesar 240 juta . Yang ingin saya tanyakan biar tidak menjadi beban buat sy .
1. Siapa saja yg hrs mendapatkan harta warisan tersebut ? Orang renta almarhumah juga selalu menanyakan harta tersebut ( berapa yang harus dikeluarkan untuk mereka ) ?
2. Bagaimana jikalau mereka meminta lebih dari apa yang sudah di tentukan sesuai syariah jikalau memang mereka termasuk yang mendapatkan harta waris tersebut ?
Mohon sudi kiranya membalas pertanyaan sy ini , biar sy bisa menjalankan ketentuan aturan yang ada dan tdk menjadi beban buat sy di alam abadi kelak. Syukron
Assalamualaikum warrahmatullah .
JAWABAN
Ketika seseorang meninggal, maka yang niscaya menerima warisan ada 5 orang yaitu anak, ayah dan ibu (orang tua), suami dan istri. Ahli waris selain yang tersebut di atas gres menerima warisan apabila dalam kasus-kasus khusus. Karena itu orang renta almarhumah kalau masih hidup menerima hak harta warisan baik bapak atau ibu dengan rincian sbb:
1.
(a) Suami menerima bab 1/4 (seperempat) bab atau 25% dari harta.
(b) Ayah menerima 1/6 (seperenam) atau sekitar 16.7%
(c) Ibu menerima 1/6 (seperenam)
(d) Sisanya diberikan kepada kedua anak di mana anak pria menerima bab dua kali lipat dari anak perempuan.
2. Orang renta atau andal waris manapun tidak berhak meminta lebih dari yang sudah ditentukan oleh syariah. Namun, kalau andal waris lain setuju, maka tidak apa-apa.
Perlu juga diketahui bahwa yang harus diwariskan bukan hanya pesangon istri yang dari BUMN, tapi juga seluruh harta almarhumah harus diwariskan termasuk apabila ada harta gono gini dengan suami.
Lebih detail: https://doaselamatan.blogspot.com/search?q=
_____________________________________
MENIKAH TANPA RESTU ORANG TUA
Asalamualaikum? Mohon maaf sebelumnya, saya mau tanya perihal aturan menikahi perempuan tanpa restu orang renta yg beralasan bahwa abang I perempuan tersebut telah menikah duluan dengan adik si laki-laki, namun si pria tersebut merasa bahwa jodohnya dihalangi orang tuanya, bagaimana meluruskan dilema ini biar tidak lari dari aturan islam? Sekian dulu trima kasih, wasalam
JAWABAN
Secara syariah tidak ada larangan melaksanakan kesepakatan nikah semacam itu. Keberatan orang renta sepertinya dipengaruhi oleh tradisi dalam suku tertentu menyerupai Jawa. Dalam hal ini, maka anak boleh saja menikah tanpa restu orang tua. Ia bisa meminta wali hakim untuk menikahkan dirinya. Yang dimaksud wali hakim yakni pegawai PPN (pejabat pencatat nikah) dari instansi KUA atau seorang ulama yang dikenal andal di bidang agama.
Namun demikian, ada baiknya yang bersangkutan melaksanakan komunikasi yang intensif dengan orang renta perihal pandangan agama Islam dalam soal ini. Kalau perlu minta tolong pada tokoh agama setempat biar menasihati atau memberi masukan kepada orang renta bahwa kesepakatan nikah menyerupai itu tidak dihentikan dalam agama. Kalau perundingan sudah buntu dan anak masih ingin tetap menikah dengan pilihannya, maka tidak ada jalan lain kecuali menikah dengan wali hakim untuk menghindari perzinahan yang merupakan dosa besar.
Lebih detail: https://doaselamatan.blogspot.com/search?q=
Sumber https://www.alkhoirot.net
Salam,
Wisnu W.
JAWABAN HUKUM OUTCOURCING (ALIH DAYA) DALAM ISLAM
Sikap Islam terhadap outsourcing (OS)dapat dilihat spiritnya pada prinsip yang dianjurkan Islam dalam soal relasi antara majikan dan buruh secara umum yang sanggup disimpulkan sebagai berikut:
Pertama, perintah memenuhi hak-hak kedua belah pihak yaitu buruh dan majikan. Allah berfirman dalam QS Al-Maidah 5:1 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ (Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.)
Kedua, dianggap suatu kedzaliman apabila majikan tidak majikan mengakhirkan atau memperlambat kontribusi honor buruh padahal majikan bisa memperlihatkan honor sempurna waktu. Dalam hadits sahih riwayat Bukhari dan Muslim Nabi menyatakan: مطل الغني ظلم، وإذا أتبع أحدكم على مليء فليتبع (Orang kaya yang memperlambat bayaran buruhnya yakni dzalim))
Dalam hadits lain Nabi bersabda أعطوا الأجير حقه قبل أن يجف عرقه (Berikan hak buruh sebelum kering keringatnya).
Ketiga, bahaya keras bagi majikan yang tidak memperlihatkan hak (gaji) pada buruhnya. Dalam hadits sahih riwayat Bukhari Nabi bersabda:
عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: قال الله: ثلاثة أنا خصمهم يوم القيامة: رجل أعطي بي ثم غدر، ورجل باع حرا فأكل ثمنه، ورجل استأجر أجيرا فاستوفى منه ولم يعط أجره
Artinya: Nabi bersabda bahwa Allah berfirman: Ada tiga orang yang saya sangat murka pada hari kiamat: .... (3) pria yang mempekerjakan buruh tapi tidak memperlihatkan gajinya.
Inilah guidelins prinsip dalam Islam seputar relasi majikan dan buruh atau pekerja. Yang intinya, selagi buruh melaksanakan pekerjaan dengan benar dan majikan memperlihatkan hak-hak buruh sesuai dengan kesepakatan bersama dan sempurna waktu, maka hukumnya dibolehkan. Adapun format sistem pekerjaan, apakah tradisional, sistem kontrak, atau sub-kontrak (outsurcing) yakni dilema teknis yang dinamis dari waktu ke waktu yang dibolehkan dalam Islam.
Dalam kaidah fiqih disebutkan: asal segala sesuatu itu yakni boleh kecuali ada dalil yang mengharamkannya" (الأصل في الأشياء الإباحة حتى يدل الدليل على التحريم).
Jadi, kami tiak melihat ada pelanggaran prinsip Islam dalam outsourcing yang benar menyerupai yang Anda terangkan.
_____________________________________
HARTA WARISAN PENINGGALAN ISTRI
Assalamualaikum ,
Yth pengelola lembaga tanya jawab. Istri saya meninggal satu bulan kemudian , dan almarhumah bekerja di salah satu BUMN . Meninggalkan saya (suami) dan 2 orang anak ( 9 tahun / perempuan dan 2 tahun / laki ) . Dapat uang pesangon dari kantor sebesar 240 juta . Yang ingin saya tanyakan biar tidak menjadi beban buat sy .
1. Siapa saja yg hrs mendapatkan harta warisan tersebut ? Orang renta almarhumah juga selalu menanyakan harta tersebut ( berapa yang harus dikeluarkan untuk mereka ) ?
2. Bagaimana jikalau mereka meminta lebih dari apa yang sudah di tentukan sesuai syariah jikalau memang mereka termasuk yang mendapatkan harta waris tersebut ?
Mohon sudi kiranya membalas pertanyaan sy ini , biar sy bisa menjalankan ketentuan aturan yang ada dan tdk menjadi beban buat sy di alam abadi kelak. Syukron
Assalamualaikum warrahmatullah .
JAWABAN
Ketika seseorang meninggal, maka yang niscaya menerima warisan ada 5 orang yaitu anak, ayah dan ibu (orang tua), suami dan istri. Ahli waris selain yang tersebut di atas gres menerima warisan apabila dalam kasus-kasus khusus. Karena itu orang renta almarhumah kalau masih hidup menerima hak harta warisan baik bapak atau ibu dengan rincian sbb:
1.
(a) Suami menerima bab 1/4 (seperempat) bab atau 25% dari harta.
(b) Ayah menerima 1/6 (seperenam) atau sekitar 16.7%
(c) Ibu menerima 1/6 (seperenam)
(d) Sisanya diberikan kepada kedua anak di mana anak pria menerima bab dua kali lipat dari anak perempuan.
2. Orang renta atau andal waris manapun tidak berhak meminta lebih dari yang sudah ditentukan oleh syariah. Namun, kalau andal waris lain setuju, maka tidak apa-apa.
Perlu juga diketahui bahwa yang harus diwariskan bukan hanya pesangon istri yang dari BUMN, tapi juga seluruh harta almarhumah harus diwariskan termasuk apabila ada harta gono gini dengan suami.
Lebih detail: https://doaselamatan.blogspot.com/search?q=
_____________________________________
MENIKAH TANPA RESTU ORANG TUA
Asalamualaikum? Mohon maaf sebelumnya, saya mau tanya perihal aturan menikahi perempuan tanpa restu orang renta yg beralasan bahwa abang I perempuan tersebut telah menikah duluan dengan adik si laki-laki, namun si pria tersebut merasa bahwa jodohnya dihalangi orang tuanya, bagaimana meluruskan dilema ini biar tidak lari dari aturan islam? Sekian dulu trima kasih, wasalam
JAWABAN
Secara syariah tidak ada larangan melaksanakan kesepakatan nikah semacam itu. Keberatan orang renta sepertinya dipengaruhi oleh tradisi dalam suku tertentu menyerupai Jawa. Dalam hal ini, maka anak boleh saja menikah tanpa restu orang tua. Ia bisa meminta wali hakim untuk menikahkan dirinya. Yang dimaksud wali hakim yakni pegawai PPN (pejabat pencatat nikah) dari instansi KUA atau seorang ulama yang dikenal andal di bidang agama.
Namun demikian, ada baiknya yang bersangkutan melaksanakan komunikasi yang intensif dengan orang renta perihal pandangan agama Islam dalam soal ini. Kalau perlu minta tolong pada tokoh agama setempat biar menasihati atau memberi masukan kepada orang renta bahwa kesepakatan nikah menyerupai itu tidak dihentikan dalam agama. Kalau perundingan sudah buntu dan anak masih ingin tetap menikah dengan pilihannya, maka tidak ada jalan lain kecuali menikah dengan wali hakim untuk menghindari perzinahan yang merupakan dosa besar.
Lebih detail: https://doaselamatan.blogspot.com/search?q=
Sumber https://www.alkhoirot.net
Buat lebih berguna, kongsi: