Nikah Siri Tanpa Restu Orang Bau Tanah Suami

 Saya sudah menikah dengan suami saya secara sirri  Nikah Siri Tanpa Restu Orang Tua Suami
NIKAH SIRI TANPA RESTU ORANG TUA SUAMI

Assalamualaikum,

Ustad saya ingin bertanya. Saya sudah menikah dengan suami saya secara sirri (tanpa sepengetahuan keluarga suami), sebab dulu orangtua suami selalu mengundur-undur ijab kabul dengan alasan menunggu suami naik pangkat dlsb. Sedangkan kami ingin segera menikah untuk menjauhi zina. Ketika itu kami menikah sirri dengan anggapan bahwa kami akan menikah KUA dalam 1-2 tahun kedepan menunggu suami menjadi karyawan tetap di kawasan ia bekerja. Diluar dugaan, ternyata orangtua suami tidak merestui hubungan kami dengan alasan status sosial keluarga saya yang tidak setara dengan keluarga suami, satu tahun setelah ijab kabul sirri kami berlangsung. Ketika kami menikah sirri, orangtua suami tidak ada duduk kasus dengan saya dan background keluarga saya.

TOPIK SYARIAH ISLAM
  1. NIKAH SIRI TANPA RESTU ORANG TUA SUAMI
  2. TIDAK MAU MENIKAH SIRI
  3. BARU TAHU DIPOLIGAMI SETELAH NIKAH
  4. HUKUM TINGGAL BERSAMA DENGAN PRIA TANPA BERZINA
  5. CARA KONSULTASI AGAMA

1. Apa yang harus kami lakukan ustad? Orangtua suami tetap bersikeras tidak menyetujui kami untuk menikah. Apakah suami saya durhaka kalau kami melangsungkan ijab kabul KUA tapi orangtuanya tidak ridho? sebab banyak hadits yang menyampaikan bahwa anak laki-laki harus taat pada ibunya. Dan apakah ijab kabul sirri yang sedang kami jalani ini ibarat mengkhianati orangtua suami saya, sebab mereka sebenernya tidak merestuinya?

2. Jika suami saya akan ke luar negri untuk waktu yang usang sementara kami masih belum sanggup menikah KUA (berarti ia tidak sanggup membawa saya), apakah suami saya boleh menceraikan saya dengan alasan ini? Tapi saya rasa ini sangat tidak adil untuk saya.

Saya sedang di situasi yang sulit sebagai seorang istri yang dinikahi sirri dan tidak disetujui oleh mertua. Mohon jawabannya..


JAWABAN

1. Kalau ijab kabul siri telah dilakukan, maka ijab kabul yang sah telah terjadi. Apabila demikian, maka secara syariah tidak ada bedanya antara apakah perlu menikah secara resmi di KUA atau tidak. Walaupun demikian, secara negara menikah resmi di KUA tetap dibutuhkan supaya legitimasi ijab kabul dan posisi tawar istri dan anak sanggup lebih kuat. Adanya fakta bahwa anda berdua sudah menikah ini perlu dikomunikasikan pada orang bau tanah suami anda supaya mereka sanggup memahami situasi dengan lebih utuh. Dengan warta tersebut, maka mungkin ibunya akan lebih pandai dalam memberi keputusan.

Ketidaksetujuan ibu suami itu kami kira bukan keputusan final. Masih sanggup dinegosiasikan sebab alasannya tidak begitu prinsip. Asalkan suami memperlihatkan kemauan yang tinggi dan sungguh-sungguh, dan istri juga memperlihatkan sikap dan sikap yang baik dan santun, maka insyaAllah orang tuanya akan berubah pikiran.
Alternatif lainnya, kalau ibu tetap tidak merestui, mungkin perlu dipikirkan seni administrasi berbeda: contohnya dengan mengaku bahwa anda sudah mengandung, dll. Intinya, motivasilah suami supaya terus berusaha untuk mendapatkan restu ibu.

Kalau ternyata restu ibu tidak juga didapat, maka suami hendaknya tetap meneruskan ijab kabul tapi pada waktu yang sama tetap berbuat baik pada orang tua. Memberi nafkah istri hukumnya wajib, sedangkan berbakti pada orang bau tanah juga wajib. Apabila demikian, maka si anak sanggup melaksanakan keduanya dalam waktu yang sama.

Baca detail:

- Agar Mendapat Restu Ibu
- Menikah Tanpa Restu Ibu, Apakah Durhaka?
- Hukum Taat Orang Tua

2. Secara syariah, seorang suami sanggup dan boleh menceraikan istrinya kapan saja baik sudah dinikah secara resmi atau siri. Namun demikian, kalau ia memang menyayangi anda, maka ia tidak akan melaksanakan itu. Selain itu, surat sertifikat nikah sanggup saja didapat dari KUA walaupun ijab kabul resmi belum terjadi. Banyak jalan menuju tujuan kita kalau memang kedua belah pihak saling mencintai. Baca detail: Cerai dalam Islam


______________________



TIDAK MAU MENIKAH SIRI

ustadz, saya mau menanyakan wacana masalah teman saya putri(A), bersuamikan seorang laki(B). udah punya 3 anak. B memiliki kegiatan yang sama dibidang sosial dengan wanita (C), yang C ini janda punya anak 1. Saat ini C hamil, 6 bulan dan menuntut B utk menikahinya sebab berdasarkan keterangan C, ini yakni hasil hubungan mereka ketika pacaran..karena sering bersama (walau B punya istri dan anak 3, C janda 10 th dan punya anak 1). Saat bencana ini terungkap B dalam keadaan sakit dan memerlukan perawatn, dan ketika memberikan penyataan ini B merasa tidak terima dan menyatakan walaupun beberapa kali hubungan tapi itu bukan anaknya krn C bergaul n berhub dengan beberapa lelaki. Sebagai solusi berdasarkan A(istri B syah), diambil jalan tengah.. sebab suami sakit, maka dicarikanlah mahar, mengundang penghulu, orang bau tanah C, dan saksi dari RT dan RW untuk menikah siri, sehingga keadaan ini menjadi baik. Saat menikahpun tiba, A dan B tiba kerumah C, tidak membawa sobat dan saksi bahkan sayapun sbg sobat dihentikan ikut krn takut akan menghipnotis kehidupan orag lain kedepan. Ternyata ketika janji akan dilangsungkan, yang tidak mau menjadi saksi yakni Pak RT dan Pak RW.. dikatakan bahwa dikampung ini tidak ada yang namanya nikah siri.. sebagai abdnegara saya berhak melindungi warga saya..jadi bukan ijab kabul yang terjadi tapi pertengkaran sebab pada hasilnya tidak mau menikah siri dan menuntut ijab kabul yang resmi. impulsif saja A mengamuk ..Bapak melindungi warga bapak, tapi siapa yang melindungi saya dan ketiga anak saya?..saya sudah rela suami saya menikah dengan warga bapak yang merebut suami orang..saya harus menyerah terus begitu, hingga menangis sejadi-jadimya dan gak berpengaruh berdiri. Sampai ketika ini belum ada solusi untuk menuntaskan permasalahan ini.

1. jadi apakah sudah cukup A memberi ijin utk nikah siri sebab ia gak rela suaminya cabut kk,
2. dan status anak C bagaimana. berdasarkan C ketika pacaran..B menjanjikan untuk menikah dan kepingin anak dari C (saat itu A & B sedang dalam pertengkaran)
mohon saran dan doanya. terimakasih


JAWABAN

1. Secara syariah, ijin istri pertama tidak dibutuhkan bagi si suami untuk menikah lagi dengan wanita kedua atau ketiga. Baca: Hukum Poligami Tanpa Ijin Istri Pertama

2. Kalau C jadi menikah dengan B sebelum melahirkan, maka anak tersebut sah jadi anaknya B asalkan B mau mengakui itu sebagai anaknya. Baca detail: Pernikahan Wanita Hamil Zina dan Status Anak

______________________


BARU TAHU DIPOLIGAMI SETELAH NIKAH

Assalamu'alaikum wr, wb.

Saya menikah dengan suami saya secara sah berdasarkan agama & negara. Setelah menikah saya gres mengetahui bahwa suami Sudah punya istri & istri pertama pun tidak tahu kalo dipoligami.

Saya tidak terima sebab merasa dibohongi. Suami menyampaikan bahwa kalau diawal ia jujur maka saya tidak akan mau menikah. Kemudian suami mengucap janji akan menceraikan istri pertamanya. Namun suami minta supaya setiap hari ahad diizinkan ke istri pertama untuk berkumpul bersama anak-anaknya. Karena alasan anak-anak, saya izinkan.
lama-lama janji itu hanyalah janji. Suami tidak kunjung menunaikannya sebab tidak tega dengan anak-anak. Jika saya tagih janjinya malah marah.

Sekarang sudah 3 tahun saya berumah tangga. Memang keluarga suami sudah mengetahui & mendapatkan saya dengan baik. Bahkan keluarga suami merasa iba dengan nasib saya.

Pertanyaan saya:
1. Salahkah saya kalau terus mendesak suami untuk menepati janji
2. Bagaimana aturan ijab kabul saya sebab poligami tanpa diketahui istri pertama
3. Dosakah suami saya sebab tidak juga menunaikan janjinya

Mohon ditanggapi pertanyaan saya supaya saya tidak salah mengambil keputusan. Terimakasih.


JAWABAN

1. Ya, salah. Karena secara syariah laki-laki boleh menikah lebih dari satu. Baca: Hukum Poligami
2. Tidak dibutuhkan ijin istri pertama. Baca: Hukum Poligami Tanpa Ijin Istri Pertama
3. Dosa sebab ingkar janji tapi tidak ada pengaruhnya pada status pernikahan. Baca: Janji dalam Islam

______________________


HUKUM TINGGAL BERSAMA DENGAN PRIA TANPA BERZINA

Assalamualaikum Wr.Wb. Pak Ustad,

Saya telah menikah dengan suami saya 13 tahun dan dikaruniai 2 putra. Saat menikah kami memakai syariah Agama Islam dan seminggu kemudian kami langsungkan pemberkatan di gereja (tanpa diketahui keluarga saya), sebab saya Islam dan suami saya Katholik .

Akan tetapi selama perjalanan waktu, saya selalu dihantui rasa bersalah sebab melanggar aturan Allah SWT.
Dan pada hasilnya saya meminta diceraikan ke suami saya, sebab saya sadar apa yang kami lakukan yakni zina . Akan tetapi suami tidak menawarkan ijin untuk bercerai dengan alasan bawah umur . Akhirnya saya tetap hidup bersama tanpa melaksanakan hubungan suami istri tapi tetap tinggal dalam satu rumah.

Setiap malam saya melaksanakan sholat malam supaya suami saya diberikan hidayah oleh Allah SWT. Akan tetapi hingga ketika ini hal itu belum suami saya dapatkan.

Yang ingin saya tanyakan Pak Ustad,

1. apakah dalam hidup bersama kami dalam satu rumah tetap merupakan zina walaupun kami tidak melaksanakan hubungan suami istri?
2. Atau tetap saya harus pisah rumah dan memproses perceraian supaya saya tidak terus menerus melaksanakan dosa ? Apabila tetap tinggal dalam satu rumah merupakan dosa .

Mohon saran dari Ustad . Terimakasih sebelum dan sesudahnya .

Wassalamualaikum Wr.Wb.


JAWABAN

1. Tidak dianggap zina, tapi berdosa. Karena, tinggal serumah dengan lawan jenis di luar ijab kabul yang sah yakni haram sebab itu termasuk kholwat. Baca: Khalwat dalam Islam

2. Ya, sebaiknya anda proses perceraian secara resmi. Agar sanggup terlepas darinya secara total dan supaya sanggup menikah dengan laki-laki muslim yang baik kalau ada jodoh. Yang tak kalah penting, supaya tidak tanggung-tanggung dalam bertaubat. Baca detail: Cara Taubat Nasuha
Sumber https://www.alkhoirot.net
Buat lebih berguna, kongsi:

Trending Kini: