PERNIKAHAN TANPA WALI MADZHAB HANAFI
Assalamu'alaikum
Saya pernah membaca bahwa pernikahan dalam mazhab hanafi tidak memerlukan kehadiran wali berbeda dengan mazhab syafi'i yang harus ada wali.
1. Bagaimana tata cara pernikahan mazhab hanafi?
2. Apakah ada perbedaan ketentuan antara gadis dan janda dengan memakai mazhab hanafi?
Terimakasih, mohon pencerahannya.
TOPIK SYARIAH ISLAM
JAWABAN
1. Pernikahan madzhab Hanafi tidak berbeda dg madzhab lain termasuk dg madzhab Syafi'i kecuali dalam soal wali saja. Itu artinya: wajib adanya dua saksi laki-laki, dan adanya ijab qabul antara dua pihak. Baca detail: Pernikahan Islam
2. Yg berbeda dg madzhab lain ialah soal wali. Wali dalam madzhab Hanafi ada dua macam yaitu wali ijbar dan wali ikhtiyar atau wali nadab (sunnah). Wali ijbar ialah wali yang tepat yang punya hak penuh untuk menikahkan atau menolak pernikahan anak laki-laki dan perempuan yang belum baligh atau perempuan pandai balig cukup akal yang tidak tepat akalnya. Ibnu Maudud Al-Musoli (ulama madzhab Hanafi) dalam kitab Al-Ikhtiyar li Ta'lil Al-Mukhtar menyatakan:
ويجوز للولي إنكاح الصغير والصغيرة والمجنونة، ثم إن كان المزوّج أبا أو جدّا فلا خيار لهما بعد البلوغ
Artinya: Dan boleh bagi wali menikahkan anak laki-laki kecil atau perempuan kecil atau perempuan asing (walaupun dewasa). Lalu apabila yang menikahkan itu ayah atau kakek maka tidak ada pilihan bagi keduanya (anak lelaki dan wanita) sehabis baligh.
PENDAPAT EMPAT MADZHAB SOAL WALI NIKAH
Assalamu'alaikum
Saya pernah membaca bahwa pernikahan dalam mazhab hanafi tidak memerlukan kehadiran wali berbeda dengan mazhab syafi'i yang harus ada wali.
1. Bagaimana tata cara pernikahan mazhab hanafi?
2. Apakah ada perbedaan ketentuan antara gadis dan janda dengan memakai mazhab hanafi?
Terimakasih, mohon pencerahannya.
TOPIK SYARIAH ISLAM
- PERNIKAHAN TANPA WALI MADZHAB HANAFI
- TERSENYUM SOAL HADITS NABI, APAKAH SAYA MURTAD?
- CARA KONSULTASI AGAMA
JAWABAN
1. Pernikahan madzhab Hanafi tidak berbeda dg madzhab lain termasuk dg madzhab Syafi'i kecuali dalam soal wali saja. Itu artinya: wajib adanya dua saksi laki-laki, dan adanya ijab qabul antara dua pihak. Baca detail: Pernikahan Islam
2. Yg berbeda dg madzhab lain ialah soal wali. Wali dalam madzhab Hanafi ada dua macam yaitu wali ijbar dan wali ikhtiyar atau wali nadab (sunnah). Wali ijbar ialah wali yang tepat yang punya hak penuh untuk menikahkan atau menolak pernikahan anak laki-laki dan perempuan yang belum baligh atau perempuan pandai balig cukup akal yang tidak tepat akalnya. Ibnu Maudud Al-Musoli (ulama madzhab Hanafi) dalam kitab Al-Ikhtiyar li Ta'lil Al-Mukhtar menyatakan:
ويجوز للولي إنكاح الصغير والصغيرة والمجنونة، ثم إن كان المزوّج أبا أو جدّا فلا خيار لهما بعد البلوغ
Artinya: Dan boleh bagi wali menikahkan anak laki-laki kecil atau perempuan kecil atau perempuan asing (walaupun dewasa). Lalu apabila yang menikahkan itu ayah atau kakek maka tidak ada pilihan bagi keduanya (anak lelaki dan wanita) sehabis baligh.
PENDAPAT EMPAT MADZHAB SOAL WALI NIKAH
Adapun wali ikhtiyar atau wali syirkah ialah wali yang berkaitan dengan perempuan pandai balig cukup akal dan berakal sehat. Dalam hal ini, ulama empat madzhab terbagi menjadi dua pendapat:
PERTAMA Menurut lebih banyak didominasi (jumhur) ulama empat madzhab selain Hanafi, wali dan si perempuan mempunyai hak bersama (syirkah) sehingga ijab kabul gres sah atas kesepakatan bersama antara si perempuan dan walinya. Keduanya membuatkan (syirkah) dalam menentukan dan menentukan calon suami;
PENDAPAT MADZHAB HANAFI SOAL WALI
KEDUA, Menurut ulama madzhab Hanafi, status wali terhadap perempuan pandai balig cukup akal ialah wali sunnah (wilayat an-nadb, al-istihbab). Artinya, wali tidak punya hak menentukan calon suami. Karena, perempuan baligh dan berakal sehat, baik perawan atau janda, mempunyai kewalian tepat atas dirinya sendiri. Oleh alasannya ialah itu, maka ia boleh menikahkan dirinya sendiri walaupun tanpa izin wali atau walupun tanpa persetujuan walinya. Ibnu Maudud Al-Musoli (Ulama madzhab Hanafi) dalam Al-Ikhtiyar li Ta'lil al-Mukhtar, hlm. 3/120, menyatakan:
وعبارة النساء معتبرة في النكاح حتى لو زوجت الحرة العاقلة البالغة نفسها جاز
Artinya: Hak perempuan itu dianggap dalam nikah sehingga apabila seorang perempuan pandai balig cukup akal yang berakal sehat menikahkan dirinya sendiri maka hukumnya boleh.
Abu Muhammad Al-Aini (ulama madzhab Hanafi) dalam kitab Al Binayah Syarah Al-Hidayah, hlm. 5/70, menyatakan:
وينعقد نكاح الحرة العاقلة البالغة برضاها وإن لم يعقد عليها ولي، سواء كانت بكرا أو ثيبا عند أبي حنيفة وأبي يوسف _ رحمهما الله _ في ظاهر الرواية، وعن أبي يوسف _ - رَحِمَهُ اللَّهُ - _ أنه لا ينعقد إلا بولي وعند محمد ينعقد موقوفا
Artinya: Sah nikahnya perempuan pandai balig cukup akal berakal sehat dengan kerelaannya walaupun tidak diakad oleh wali. Sama saja perawan atau janda. Ini pendapat Abu Hanifah dan Abu Yusuf dalam zahirnya riwayat. Namun, Abu Yusuf termasuk ulama Hanafi yang menyatakan bahwa nikah tidak sah kecuali dengan wali. Sedangkan berdasarkan Muhammad (juga ulama Hanafi), nikahnya seorang perempuan pandai balig cukup akal tanpa wali hukumnya mauquf. Artinya, keabsahan nikahnya menunggu persetujuan wali. Apabila wali setuju, maka gres nikahnya dianggap sah.
Intinya, pernikahan tanpa wali dalam madzhab Hanafi masih menjadi perbedaan pendapat antara ulama mereka. Namun mereka sepakat bahwa perempuan pandai balig cukup akal antara perawan dan janda statusnya sama.
TATA CARA NIKAH HANAFI
Apabila mengikuti pendapat nikah madzhab Hanafi yang membolehkan nikah tanpa persetujuan wali, maka nikah sanggup diadakan dengan salah satu dari dua cara:
Pertama, si perempuan meminta seorang laki-laki yang dianggap bisa untuk menikahkan ia dengan seorang laki-laki calon suaminya. Tentunya ijab kabul harus dihadiri dua orang saksi laki-laki. Allah berfirman dalam QS Al-Baqarah 2:242 [واستشهدوا شهيدين من رجالكم] "Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu)." Kata 'rijal' selain bermakna laki-laki juga berarti harus baligh (dewasa) dan pandai (berakal sehat). Sedangkan anak kecil dan perempuan tidak sah menjadi saksi pada program ijab kabul perkawinan.
Kedua, si perempuan menikahkan dirinya sendiri dan berperan sebagaimana layaknya wali atau wakil wali yang menikahkan. Misalnya dengan menyampaikan ijab pada calon suaminya: "Aku menikahkan engkau dengan diriku sendiri dengan mahar sejuta rupiah tunai" dan calon suami menjawab: "Aku terima nikahmu dengan mahar tersebut tunai". Cara kedua ini juga harus dihadiri dua saksi laki-laki pandai balig cukup akal dan berakal sehat. Baca detail: Pernikahan Islam
KESIMPULAN
Walaupun sebagian ulama madzhab Hanafi membolehkan pernikahan tanpa wali, namun mereka tetap mengharuskan adanya ijab kabul yang disaksikan oleh dua saksi laki-laki dewasa. Oleh alasannya ialah itu, kami menganjurkan semoga pernikahan tetap dilakukan oleh wali atau wali hakim yang ditunjuk oleh si perempuan alasannya ialah ini lebih sesuai dengan pendapat seluruh madzhab dan lebih berhati-hati dalam beragama. Baca detail: Wali Hakim dalam Pernikahan
TERSENYUM SOAL HADITS NABI, APAKAH SAYA MURTAD?
Assalamualaikum ustad
Saya ingin bertanya ustad
Saya pernah membaca perihal ayat perihal At-Taubah ayat 65 sd 66 perihal kafir sehabis beriman...
Suatu hari saya mendengar ceramah perihal tetangga, Ustad penceramah membawakan ceramah dengan santai dan terkesan lucu, dikala itu ustad penceramah menyampaikan Nabi Muhammad sempat menerka bahwa tetangga akan mendapat hak warisan alasannya ialah Malaikat Jibril sering menjelaskan perihal tetangga ke nabi Muhammad
Disitu saya sempat terpikir bahwa ustad ini akan menciptakan guyonan perihal enaknya kalau tetangga mendapat harta warisan.... Saya pun tersenyum, tetapi dikala saya tersenyum, saya ingat surat At Taubah ayat 65 sd ayat 66 tersebut, saya takut senyuman itu dianggap menghina Nabi oleh Allah, padahal saya tidak bermaksud sama sekali tersenyum untuk menghina Nabi...
Saya takut ustad, saya sudah bertaubat. .. Kira kira apa yang saya harus lakukan semoga saya mendapat ampunan Allah dan tidak menyerupai itu lagi? Saya ialah orang yang ekspresif, gampang menangis, gampang tersenyum, dll...
JAWABAN
Murtad ialah perkara besar. Tidak sembarangan seorang muslim menjadi murtad. Kecuali kalau ia menghina dan tidak percaya pada syariat Allah. Dan yg anda lakukan sama sekali bukan penghinaan. Makara tidak apa-apa dan tidak ada duduk perkara dg senyuman anda. Baca detail: Penyebab Murtad
Sumber https://www.alkhoirot.net
PERTAMA Menurut lebih banyak didominasi (jumhur) ulama empat madzhab selain Hanafi, wali dan si perempuan mempunyai hak bersama (syirkah) sehingga ijab kabul gres sah atas kesepakatan bersama antara si perempuan dan walinya. Keduanya membuatkan (syirkah) dalam menentukan dan menentukan calon suami;
PENDAPAT MADZHAB HANAFI SOAL WALI
KEDUA, Menurut ulama madzhab Hanafi, status wali terhadap perempuan pandai balig cukup akal ialah wali sunnah (wilayat an-nadb, al-istihbab). Artinya, wali tidak punya hak menentukan calon suami. Karena, perempuan baligh dan berakal sehat, baik perawan atau janda, mempunyai kewalian tepat atas dirinya sendiri. Oleh alasannya ialah itu, maka ia boleh menikahkan dirinya sendiri walaupun tanpa izin wali atau walupun tanpa persetujuan walinya. Ibnu Maudud Al-Musoli (Ulama madzhab Hanafi) dalam Al-Ikhtiyar li Ta'lil al-Mukhtar, hlm. 3/120, menyatakan:
وعبارة النساء معتبرة في النكاح حتى لو زوجت الحرة العاقلة البالغة نفسها جاز
Artinya: Hak perempuan itu dianggap dalam nikah sehingga apabila seorang perempuan pandai balig cukup akal yang berakal sehat menikahkan dirinya sendiri maka hukumnya boleh.
Abu Muhammad Al-Aini (ulama madzhab Hanafi) dalam kitab Al Binayah Syarah Al-Hidayah, hlm. 5/70, menyatakan:
وينعقد نكاح الحرة العاقلة البالغة برضاها وإن لم يعقد عليها ولي، سواء كانت بكرا أو ثيبا عند أبي حنيفة وأبي يوسف _ رحمهما الله _ في ظاهر الرواية، وعن أبي يوسف _ - رَحِمَهُ اللَّهُ - _ أنه لا ينعقد إلا بولي وعند محمد ينعقد موقوفا
Artinya: Sah nikahnya perempuan pandai balig cukup akal berakal sehat dengan kerelaannya walaupun tidak diakad oleh wali. Sama saja perawan atau janda. Ini pendapat Abu Hanifah dan Abu Yusuf dalam zahirnya riwayat. Namun, Abu Yusuf termasuk ulama Hanafi yang menyatakan bahwa nikah tidak sah kecuali dengan wali. Sedangkan berdasarkan Muhammad (juga ulama Hanafi), nikahnya seorang perempuan pandai balig cukup akal tanpa wali hukumnya mauquf. Artinya, keabsahan nikahnya menunggu persetujuan wali. Apabila wali setuju, maka gres nikahnya dianggap sah.
Intinya, pernikahan tanpa wali dalam madzhab Hanafi masih menjadi perbedaan pendapat antara ulama mereka. Namun mereka sepakat bahwa perempuan pandai balig cukup akal antara perawan dan janda statusnya sama.
TATA CARA NIKAH HANAFI
Apabila mengikuti pendapat nikah madzhab Hanafi yang membolehkan nikah tanpa persetujuan wali, maka nikah sanggup diadakan dengan salah satu dari dua cara:
Pertama, si perempuan meminta seorang laki-laki yang dianggap bisa untuk menikahkan ia dengan seorang laki-laki calon suaminya. Tentunya ijab kabul harus dihadiri dua orang saksi laki-laki. Allah berfirman dalam QS Al-Baqarah 2:242 [واستشهدوا شهيدين من رجالكم] "Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu)." Kata 'rijal' selain bermakna laki-laki juga berarti harus baligh (dewasa) dan pandai (berakal sehat). Sedangkan anak kecil dan perempuan tidak sah menjadi saksi pada program ijab kabul perkawinan.
Kedua, si perempuan menikahkan dirinya sendiri dan berperan sebagaimana layaknya wali atau wakil wali yang menikahkan. Misalnya dengan menyampaikan ijab pada calon suaminya: "Aku menikahkan engkau dengan diriku sendiri dengan mahar sejuta rupiah tunai" dan calon suami menjawab: "Aku terima nikahmu dengan mahar tersebut tunai". Cara kedua ini juga harus dihadiri dua saksi laki-laki pandai balig cukup akal dan berakal sehat. Baca detail: Pernikahan Islam
KESIMPULAN
Walaupun sebagian ulama madzhab Hanafi membolehkan pernikahan tanpa wali, namun mereka tetap mengharuskan adanya ijab kabul yang disaksikan oleh dua saksi laki-laki dewasa. Oleh alasannya ialah itu, kami menganjurkan semoga pernikahan tetap dilakukan oleh wali atau wali hakim yang ditunjuk oleh si perempuan alasannya ialah ini lebih sesuai dengan pendapat seluruh madzhab dan lebih berhati-hati dalam beragama. Baca detail: Wali Hakim dalam Pernikahan
TERSENYUM SOAL HADITS NABI, APAKAH SAYA MURTAD?
Assalamualaikum ustad
Saya ingin bertanya ustad
Saya pernah membaca perihal ayat perihal At-Taubah ayat 65 sd 66 perihal kafir sehabis beriman...
Suatu hari saya mendengar ceramah perihal tetangga, Ustad penceramah membawakan ceramah dengan santai dan terkesan lucu, dikala itu ustad penceramah menyampaikan Nabi Muhammad sempat menerka bahwa tetangga akan mendapat hak warisan alasannya ialah Malaikat Jibril sering menjelaskan perihal tetangga ke nabi Muhammad
Disitu saya sempat terpikir bahwa ustad ini akan menciptakan guyonan perihal enaknya kalau tetangga mendapat harta warisan.... Saya pun tersenyum, tetapi dikala saya tersenyum, saya ingat surat At Taubah ayat 65 sd ayat 66 tersebut, saya takut senyuman itu dianggap menghina Nabi oleh Allah, padahal saya tidak bermaksud sama sekali tersenyum untuk menghina Nabi...
Saya takut ustad, saya sudah bertaubat. .. Kira kira apa yang saya harus lakukan semoga saya mendapat ampunan Allah dan tidak menyerupai itu lagi? Saya ialah orang yang ekspresif, gampang menangis, gampang tersenyum, dll...
JAWABAN
Murtad ialah perkara besar. Tidak sembarangan seorang muslim menjadi murtad. Kecuali kalau ia menghina dan tidak percaya pada syariat Allah. Dan yg anda lakukan sama sekali bukan penghinaan. Makara tidak apa-apa dan tidak ada duduk perkara dg senyuman anda. Baca detail: Penyebab Murtad
Sumber https://www.alkhoirot.net
Buat lebih berguna, kongsi: