
Sholat di atas kendaraan (foto: tribunnews.com)
Pada dasarnya aturan sholat diatas kendaraaan dilarang dan tidak sah, namun dibolehkan dalam keadaan tertentu.
Jadi, dilarang sembarangan asal sholat di atas kendaraan.
Berikut yaitu rincian aturan sholat di atas kendaraan, serta tata caranya yang wajib diketahui!
Wajib Shalat Di Darat Jika Masih Bisa
Sebagaimana kita ketahui bersama, menghadap kiblat yaitu syarat sah shalat, tidak sah shalatnya kalau tidak dipenuhi.
Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kau ke kiblat yang kau sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja kau berada, palingkanlah mukamu ke arahnya” (QS. Al Baqarah: 144)
Maka pada asalnya, shalat wajib yang lima waktu dilakukan di darat dan dilarang dikerjakan di atas kendaraan alasannya yaitu sulit menghadap kiblat dengan benar.
Berbeda dengan shalat sunnah, boleh dikerjaan di atas kendaraan kalau sedang safar, alasannya yaitu banyak dalil yang menyampaikan kebolehahnnya.
Adapun kalau tidak sedang safar, maka tidak ada keperluan untuk shalat wajib atau sunnah di atas kendaraan, ibarat dilansir dari muslimah.or.id.
Imam An Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menciptakan judul “bab bolehnya shalat sunnah di atas binatang tunggangan dalam safar kemana pun binatang tersebut menghadap“, yaitu dikala menjelaskan hadits:
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي سُبْحَتَهُ حَيْثُمَا تَوَجَّهَتْ بِهِ نَاقَتُهُ
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya shalat sunnah kemana pun untanya menghadap” (HR. Muslim 33).
Dalam riwayat lain:
إن رسولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم كان يوترُ على البعيرِ
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya shalat witir di atas unta” (HR. Al Bukhari 999, Muslim 700).
Imam An Nawawi kemudian berkata: “hadits-hadits ini menyampaikan bolehnya shalat sunnah kemana pun binatang tunggangan menghadap. Ini boleh menurut ijma kaum Muslimin”. Dan di daerah yang sama, dia menjelaskan: “hadits ini juga dalil bahwa shalat wajib dilarang kecuali menghadap kiblat, dan dilarang di atas kendaraan, ini menurut ijma kaum Muslimin. Kecuali alasannya yaitu adanya rasa takut yang besar” (Syarah Shahih Muslim, 5/211).
Para ulama menyebutkan udzur-udzur atau penghalang-penghalang yang menciptakan seseorang boleh shalat di atas kendaraan.
Syaikh Shalih Al Fauzan mengatakan: “jika orang yang sedang berkendara itu mendapat kesulitan kalau turun dari kendaraannya, misal alasannya yaitu hujan lebat dan daratan berlumpur, atau khawatir terhadap kendaraannya kalau ia turun, atau khawatir terhadap harta benda yang dibawanya kalau ia turun, atau khawatir terhadap dirinya sendiri kalau ia turun, contohnya alasannya yaitu ada musuh atau binatang buas, dalam semua keadaan ini ia boleh shalat di atas kendaraannya baik berupa binatang tunggangan atau lainnya tanpa turun ke darat” (Al Mulakhas Al Fiqhi, 235).
Diantara udzur yang membolehkan juga yaitu khawatir luputnya atau habisnya waktu shalat. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin dikala ditanya mengenai aturan shalat di pesawat dia menjelaskan:
“shalat di pesawat kalau memang mustahil mendarat sebelum berakhirnya waktu shalat, atau tidak mendarat sebelum berakhirnya shalat kedua yang masih mungkin di jamak, maka saya katakan: shalat dalam keadaan demikian wajib hukumnya dan dilarang menundanya sampai keluar dari waktunya”.
Beliau juga mengatakan:
“adapun kalau masih memungkinkan mendarat sebelum berakhir waktu shalat yang sekarang, atau sebelum berakhir waktu shalat selanjutnya dan memungkinkan untuk dijamak, maka dilarang shalat di pesawat alasannya yaitu shalat di pesawat itu tidak bisa menunaikan semua hal wajib dalam shalat. Jika memang demikian keadaannya maka hendaknya menunda shalat sampai mendarat kemudian shalat di darat sampai benar pelaksanaannya” (Majmu’ Fatawa War Rasa-il, pedoman no.1079).
Tidak boleh seseorang menggugurkan salah satu rukun shalat, kalau masih memungkinkan, kecuali ada udzur syar’i.
Dalam sebuah hadits shahih, Ibnu Abbas bertanya kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:
يا رسولَ اللهِ كيف أُصَلّي في السفينَةِ قال صلّ فيها قائما إلا أن تخافَ الغرقَ
“wahai Rasulullah, bagaimana cara shalat di atas perahu? dia bersabda: ‘shalatlah di dalamnya sambil berdiri, kecuali kalau engkau takut tenggelam‘” (HR. Ad Daruquthni 2/68, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami 3777).
Syaikh Al Albani berkata: “hukum shalat di atas pesawat sama ibarat shalat di atas perahu. Shalat dilakukan sambil bangun kalau mampu, kalau tidak bisa maka sambil duduk, rukuk dan sujudnya dengan isyarat” (Ikhtiyarat Imam Al Albani, 117).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin dalam pedoman dia di atas juga menjelaskan tata cara shalat di atas pesawat: “shalat dilakukan dengan menghadap kiblat sambil berdiri, kalau masih memungkinkan, dan juga rukuk ibarat biasa kalau bisa. Sujud dilakukan sambil duduk atau dengan arahan alasannya yaitu sepengetahuan saya mustahil melaksanakan sujud dikala di pesawat. Karena jarak antar daerah duduk sangat dekat. Allah Ta’ala berfirman:
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“bertaqwalah kepada Allah semampu kalian” (QS. At Taghabun: 16)
dan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
ما أمرتكم به فأتوا منه ما استطعتم
“apa yang saya perintahkan kepada kalian, kerjakanlah sesuai kemampuan kalian” (HR. Al Bukhari 7288, Muslim 1337)
Allah Ta’ala juga berfirman:
حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ
“Peliharalah segala shalat (mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah alasannya yaitu Allah (dalam salatmu) dengan khusyuk” (QS. Al Baqarah: 238)
(Majmu’ Fatawa War Rasa-il, pedoman no.1079).
Baca Juga:
Syaikh Musthafa Al Adawi juga dikala ditanya mengenai shalat di kendaraan beroda empat (termasuk bus dan semacamnya) dia menjelaskan caranya: “jika anda bersafar untuk jarak yang jauh dan tidak memungkinkan untuk berhenti, shalatlah sambil duduk, alasannya yaitu Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
صل قائماً، فإن لم تستطع فقاعداً، فإن لم تستطع فعلى جنب
“shalatlah sambil berdiri, kalau tidak bisa maka sambil duduk, kalau tidak bisa maka sambil berbaring” (HR. Al Bukhari 1117)
Jika tidak ada daerah wudhu dan tidak ada air maka bertayamumlah kemudian shalat.
Demikian, supaya bermanfaat!
Sumber http://www.wajibbaca.com
Imam An Nawawi kemudian berkata: “hadits-hadits ini menyampaikan bolehnya shalat sunnah kemana pun binatang tunggangan menghadap. Ini boleh menurut ijma kaum Muslimin”. Dan di daerah yang sama, dia menjelaskan: “hadits ini juga dalil bahwa shalat wajib dilarang kecuali menghadap kiblat, dan dilarang di atas kendaraan, ini menurut ijma kaum Muslimin. Kecuali alasannya yaitu adanya rasa takut yang besar” (Syarah Shahih Muslim, 5/211).
Udzur Yang Membolehkan Shalat Di Kendaraan
Islam itu mudah. Ketika ada kesulitan, maka muncul kemudahan. Demikian juga dalam hal shalat dikala berkendaraan, seseorang diberikan fasilitas kalau memang ada kesulitan.Para ulama menyebutkan udzur-udzur atau penghalang-penghalang yang menciptakan seseorang boleh shalat di atas kendaraan.
Syaikh Shalih Al Fauzan mengatakan: “jika orang yang sedang berkendara itu mendapat kesulitan kalau turun dari kendaraannya, misal alasannya yaitu hujan lebat dan daratan berlumpur, atau khawatir terhadap kendaraannya kalau ia turun, atau khawatir terhadap harta benda yang dibawanya kalau ia turun, atau khawatir terhadap dirinya sendiri kalau ia turun, contohnya alasannya yaitu ada musuh atau binatang buas, dalam semua keadaan ini ia boleh shalat di atas kendaraannya baik berupa binatang tunggangan atau lainnya tanpa turun ke darat” (Al Mulakhas Al Fiqhi, 235).
Diantara udzur yang membolehkan juga yaitu khawatir luputnya atau habisnya waktu shalat. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin dikala ditanya mengenai aturan shalat di pesawat dia menjelaskan:
“shalat di pesawat kalau memang mustahil mendarat sebelum berakhirnya waktu shalat, atau tidak mendarat sebelum berakhirnya shalat kedua yang masih mungkin di jamak, maka saya katakan: shalat dalam keadaan demikian wajib hukumnya dan dilarang menundanya sampai keluar dari waktunya”.
Beliau juga mengatakan:
“adapun kalau masih memungkinkan mendarat sebelum berakhir waktu shalat yang sekarang, atau sebelum berakhir waktu shalat selanjutnya dan memungkinkan untuk dijamak, maka dilarang shalat di pesawat alasannya yaitu shalat di pesawat itu tidak bisa menunaikan semua hal wajib dalam shalat. Jika memang demikian keadaannya maka hendaknya menunda shalat sampai mendarat kemudian shalat di darat sampai benar pelaksanaannya” (Majmu’ Fatawa War Rasa-il, pedoman no.1079).
Tata Cara Shalat Di Kendaraan
Pada asalnya, tata cara shalat dikendaraan sama dengan shalat ibarat biasanya di darat.Tidak boleh seseorang menggugurkan salah satu rukun shalat, kalau masih memungkinkan, kecuali ada udzur syar’i.
Dalam sebuah hadits shahih, Ibnu Abbas bertanya kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:
يا رسولَ اللهِ كيف أُصَلّي في السفينَةِ قال صلّ فيها قائما إلا أن تخافَ الغرقَ
“wahai Rasulullah, bagaimana cara shalat di atas perahu? dia bersabda: ‘shalatlah di dalamnya sambil berdiri, kecuali kalau engkau takut tenggelam‘” (HR. Ad Daruquthni 2/68, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami 3777).
Syaikh Al Albani berkata: “hukum shalat di atas pesawat sama ibarat shalat di atas perahu. Shalat dilakukan sambil bangun kalau mampu, kalau tidak bisa maka sambil duduk, rukuk dan sujudnya dengan isyarat” (Ikhtiyarat Imam Al Albani, 117).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin dalam pedoman dia di atas juga menjelaskan tata cara shalat di atas pesawat: “shalat dilakukan dengan menghadap kiblat sambil berdiri, kalau masih memungkinkan, dan juga rukuk ibarat biasa kalau bisa. Sujud dilakukan sambil duduk atau dengan arahan alasannya yaitu sepengetahuan saya mustahil melaksanakan sujud dikala di pesawat. Karena jarak antar daerah duduk sangat dekat. Allah Ta’ala berfirman:
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“bertaqwalah kepada Allah semampu kalian” (QS. At Taghabun: 16)
dan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
ما أمرتكم به فأتوا منه ما استطعتم
“apa yang saya perintahkan kepada kalian, kerjakanlah sesuai kemampuan kalian” (HR. Al Bukhari 7288, Muslim 1337)
Allah Ta’ala juga berfirman:
حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ
“Peliharalah segala shalat (mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah alasannya yaitu Allah (dalam salatmu) dengan khusyuk” (QS. Al Baqarah: 238)
(Majmu’ Fatawa War Rasa-il, pedoman no.1079).
Baca Juga:
- Astagfirullah, 7 Kekhawatiran Ali Bin Abi Thalib Kini Makara Kenyataan
- Mau Rezekimu Mengalir Tanpa Henti? Baca 2 Ayat Al-Quran Ini Tiap Malam!
Syaikh Musthafa Al Adawi juga dikala ditanya mengenai shalat di kendaraan beroda empat (termasuk bus dan semacamnya) dia menjelaskan caranya: “jika anda bersafar untuk jarak yang jauh dan tidak memungkinkan untuk berhenti, shalatlah sambil duduk, alasannya yaitu Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
صل قائماً، فإن لم تستطع فقاعداً، فإن لم تستطع فعلى جنب
“shalatlah sambil berdiri, kalau tidak bisa maka sambil duduk, kalau tidak bisa maka sambil berbaring” (HR. Al Bukhari 1117)
Jika tidak ada daerah wudhu dan tidak ada air maka bertayamumlah kemudian shalat.
Demikian, supaya bermanfaat!
Sumber http://www.wajibbaca.com
Buat lebih berguna, kongsi: