Hukum Ijazah Sanad Mengajar Quran

Quran harus menerima ijazah sanad dari guru atau kyai Hukum Ijazah Sanad Mengajar Quran

Apakah orang yang mengajar Al-Quran harus menerima ijazah sanad dari guru atau kyai-0nya terlebih dahulu?

HUKUM IJAZAH SANAD MENGAJAR AL QURAN

Assalamu alaikum wr.wb.

Salam Ta'zdim

Perkenalkan saya badrus siroj, saya ingin bertanya mengenai pengajaran Al-Qur'an. Pertanyaan ini bermula dari keadaan teman saya di desa yang resah ingin mengajarkan Al-Qur'an. Ceritanya bermula ketika beliau pulang dari Pondek Pesantren dengan kondisi belum pernah mengaji/menghatamkan Al-Qur'an pada kyainya. Dia pernah mendengar orang yang belum pernah mengaji Al Qur-an pada seorang guru hingga hatam berarti orang tersebut tidak sanggup sanad dan dihentikan mengajarkan Al-Qur'an pada orang lain.

DAFTAR ISI
  1. Hukum Ijazah Sanad Mengajar Alquran
  2. Hukum Memakai Gelang, Kalung dan Cincin di Jari Telunjuk untuk Laki-laki
  3. Mengamalkan Hizib Suluk Tarekat Harus Melalui Mursyid?

Dengan keyakinan itu, meskipun teman saya mempunyai tajwid yang anggun beliau tidak berani mengajarkan Al-Qur'an pada masyarakat di desanya. Padahal beliau ingin sekali mengajar Al-Qur'an alasannya ialah di desa ia tinggal belum ada yang istiqomah mengajar Al-Qur'an.

Pertanyaan saya, bagaimana hukumnya orang yang mengajar Al-Qur'an tapi tidak mempunyai sanad atau belum pernah mengaji hingga hatam pada seorang guru Qur'an.

Mohon jawabannya.

Terima kasih.
Salam hormat,
Badrus Siroj

JAWABAN HUKUM IJAZAH SANAD MENGAJAR AL QURAN

Mendapat ijazah atau sanad dari seorang guru atau kyai untuk belajar, menghafal atau mengajar Al-Quran pada orang lain itu tidak menjadi syarat. Yang terpenting orang tersebut bisa membaca Al-Quran dengan baik dan mempunyai kemampuan ilmu tajwid yang benar. Bahkan, seandainya ada orang yang bisa mencar ilmu sendiri membaca Alquran dengan baik dan benar maka beliau boleh mengajar Al-Quran pada orang lain. Yang menjadi prinsip dalam mengajar Al-Quran ialah kemampuan orang tersebut dalam membaca sesuai dengan tajwidnya.

Hal ini berdasarkan pada pendapat As-Suyuthi dalam Al-Itqan fi Ulum al-Quran I/330 sebagai berikut:

فائدة ثانية: الإجازة من الشيخ غير شرط في جواز التصدي للإقراء والإفادة، فمن علم من نفسه الأهلية جاز له ذلك وإن لم يجزه أحد، وعلى ذلك السلف الأولون والصدر الصالح، وكذلك في كل علم وفي الإقراء والإفتاء .. وإنما اصطلح الناس على الإجازة لأن أهلية الشخص لا يعلمها غالبا من يريد الأخذ عنه من المبتدئين ونحوهم لقصور مقامهم عن ذلك، والبحث عن الأهلية قبل الأخذ شرط، فجعلت الإجازة كالشهادة من الشيخ للمجاز بالأهلية

Artinya: Ijazah dari seorang guru bukanlah sebuah syarat bolehnya mengajar dan membacakan kitab. Selama seseorang punya keyakinan bahwa beliau sudah jago maka boleh baginya untuk membacakan dan berfatwa walaupun beliau tidak menerima ijazah dari siapapun. Pendapat ini dianut kalangan salaf klasik (al-awwalun). Begitu juga dalam setiap ilmu. Bahwasanya ada orang yang menganggap perlu adanya ijazah itu alasannya ialah keahlian sesorang umumnya tidak sanggup dicapai tanpa guru. Sedangkan keahlian itu menjadi syarat untuk mengajar. Maka ijazah itu mirip akta dari guru pada murid (yang diijazahi/al-mujaz) atas tercapainya suatu keahlian.

Intinya, ijazah berdasarkan Imam Suyuthi bukanlah syarat alias tidak wajib. Yang menjadi syarat ialah keahlian.

PEMBERI IJAZAH QURAN TIDAK BOLEH MEMINTA HONOR

Dalam kitab yang sama As-Suyuthi dalam Al-Itqan fi Ulum al-Quran I/330 menyatakan:


فائدة ثالثة : ما اعتاده كثير من مشايخ القراء - من امتناعهم من الإجازة إلا بأخذ مال في مقابلها - لا يجوز إجماعا ، بل إن علم أهليته وجب عليه الإجازة ، أو عدمها حرم عليه ، وليست الإجازة مما يقابل بالمال ، فلا يجوز أخذه عنها ، ولا الأجرة عليها .

وفي فتاوى الصدر موهوب الجزري من أصحابنا : أنه سئل عن شيخ طلب من الطالب شيئا على إجازته ، فهل للطالب رفعه إلى الحاكم وإجباره على الإجازة ؟ .

فأجاب : لا تجب الإجازة على الشيخ ، ولا يجوز أخذ الأجرة عليها .

وسئل أيضا : عن رجل أجازه الشيخ بالإقراء ، ثم بان أنه لا دين له ، وخاف الشيخ من تفريطه ، فهل له النزول عن الإجازة ؟ فأجاب : لا تبطل الإجازة بكونه غير دين .
Artinya: Apa yang sudah menjadi tradisi dan sering terjadi pada para guru Al-Quran di mana mereka tidak mau memberi ijazah kecuali sehabis murid membayar maka hal itu dihentikan secara ijmak. Bahkan, jikalau guru tahu keahlian murid, maka wajib memberi ijazah. Dan jikalau murid tidak ahli, maka haram memberi ijazah. Ijazah tidak sebanding dengan harta alasannya ialah itu dihentikan menjual ijazah atau meminta ongkos.

Di dalam fatwanya, Al-Jazari disebutkan bahwa ia pernah ditanya wacana guru Alquran yang meminta sesuai dari murid atas ijazahnya, maka apakah murid boleh melaporkannya ke hakim dan memaksanya memberi ijazah? Maka ia menjawab: tidak wajib ijazah pada guru itu dan dihentikan mengambil ongkos untuk ijazah.

Al-Jazari pernah ditanya apakah Guru boleh mencabut ijazahnya apabila melihat muridnya ternyata tidak agamis? Dijawab: ijazah tidak batal hanya dikarenakan si murid tidak agamis.
______________________________________________


HUKUM MEMAKAI GELANG, KALUNG DAN CINCIN UNTUK LAKI-LAKI

Assalamu'alaikum,
Mohon maaf ustadz saya ingin bertanya lagi, biar ustadz tdk bosan2 menjawab pertanyaan saya. &Semoga Allah SWT. Merahmati ustadz beserta keluarga.. Aamiin..

Bismillah,
begini ustadz, yg saya ingin tanyakan adalah;
1. Apakah Boleh laki-laki menggunakan kalung yg entah itu terbuat dari besi, tali,dll??
2. Saya pernah membaca buku, bahwa laki-laki boleh menggunakan cincin di tangan kiri maupun di tangan kanan, tetapi laki-laki TIDAK di perbolehkan menggunakan/ memasang cincin di "JARI TELUNJUK & JARI TENGAH", apakah hal tsb benar?? Kalo pun benar apa alasannya kita tdk boleh memasang cincin di jari2 tsb.??
3. Bagaimanakah hukumnya merawat suatu benda khususnya cincin dgn menaruh wewangian di mata kerikil cincinya atau meredamnya dgn kembang, apakah hal tsb. di perbolehkan?? Kalaupun tdk di benarkan, bagaimanakah syariat bahu-membahu merawat suatu benda2 atau khusus'a cincin.??

Saya Mohon dgn sangat atas jawaban'a ustadz,. & Mohon maaf bila ada kesalahan, sekian ustadz.. Jazakallahu khairan,

Alhamdulillah..
Wassalam..

JAWABAN

1. Ulama berbeda pendapat dalam soal pemakaian kalung atau gelang bagi pria. Jumhur ulama mengharamkan namun ada yang membolehkan Yang membolehkan beralasan alasannya ialah tidak ada dalil syar'i yang melarang, sedang yang mengharamkan alasannya ialah mirip perempuan sedang laki-laki berperilaku mirip perempuan itu haram. Imam Nawawi menyatakan dalam kitab Al-Majmuk Syarah Muhadzab IV/331

قال أصحابنا يجوز للرجل خاتم الفضة بالإجماع وأما ما سواه من حلي الفضة كالسوار والدملج والطوق ونحوها فقطع الجمهور بتحريمها وقال المتولي والغزالي في الفتاوى: يجوز لأنه لم يثبت في الفضة إلا تحريم الأواني وتحريم التشبه بالنساء والصحيح الأول لأن في هذا التشبه بالنساء وهو حرام
Artinya: Manurut ulama madzab Syafi'i, boleh bagi lelaki menggunakan cincin perak secara ijmak. Adapun aksesori selain cincin perak mirip siwar (gelang dipergelangan tangan), dumluj (gelang di di atas siku)) kalung, dll ulama jumhur (mayoritas) beropini atas keharamannya. Imam Mutawalli dan Al-Ghazali dalam Al-Fatawa menyatakan: hukumnya boleh alasannya ialah keharaman penggunaan perak hanya pada wadah/bejana dan menyerupai wanita. Pendapat yang sahih ialah yang pertama alasannya ialah menyerupai perempuan itu haram.

2. Hukum menggunakan cincin di jari telunjuk dan jari tengah ialah makruh (bukan haram) berdasarkan jumhur (mayoritas) ulama alasannya ialah ada hadits sahih riwayat Muslim dari Ali sbb:
نَهى رسولُ الله - صلَّى الله عليه وسلَّم - أن أجعل خاتمي في هذِه أو في التي تَلِيها"، وأشار إلى الوُسْطى والتي تَليها، وفي رواية: "السبابة والوسطى
Artinya: Rasulullah melarang saya menggunakan cincin di jari telunjuk dan jari tengah.

Dalam menafsiri hadits tersebut Imam Nawawi dalam Syarah Muslim 7/188 menyatakan:
وأجْمع المسلِمون على: أنَّ السُّنَّة جعْل خاتم الرَّجُل في الخنصر، ويُكْرَه للرَّجُل جعْله في الوسْطى والتي تليها؛ لهذا الحديث، وهي كراهة تنزيه
Artinya: Ulama setuju bahwa memasang cincin bagi laki-laki di jari kelingking itu sunnah. Dan makruh bagi laki-laki untuk menggunakan cincin di jari tengah dan telunjuk berdasar hadits ini. Makruhnya ialah makruh tanzih (ringan).

3. Tidak ada aturan syariah dari Alquran dan hadits dalam hal ini. Karena itu hukumnya kembali pada aturan asal yaitu boleh sebagaimana dalam kaidah "Hukum asal dari segala sesuatu yang bersifat muamalah (bukan ibadah) ialah halal." (ألأصل في لأشياء الإباحة)

______________________________________________



MENGAMALKAN SULUK HIZIB APAKAH HARUS MELALUI PEMBIMBING (MURSYID)?

Assalamualaikum.wrwb.
Maaf kyai, mohon konsultasi, bagaimana amalan 'suluk' dan apa yang dimaksud Hizib karohmah,apakah untk mengamalkan wirid tsb perlu seorang mursid/pembimbing.suwun. Waalaikum salam wrwb.

JAWABAN

Amalan wirid yang biasa dilakukan oleh kalangan penganut tarekat (tariqat) memang harus melalui ijazah dari seorang pembimbing yang biasa disebut mursyid. Banyak hal yang menjadikan hal itu, antara lain alasannya ialah amalan-amalan itu tidak jarang mengandung khadam jin. Khadam ini akan sanggup mengganggu pelaku suluk yang melaksanakan wirid tanpa ijazah.

Kalau anda ingin melaksanakan amalan tanpa ijazah seorang mursyid, maka anda sanggup melaksanakan hal itu dengan mengamalkan amalan-amalan wirid dan doa yang sudah tersebut dalam hadits Nabi. Dan amalan terbaik yang berasal dari Nabi ialah shalat sunnah rawatib, tahajud, dhuha, dll.
Sumber https://www.alkhoirot.net
Buat lebih berguna, kongsi:
close