HUKUM JIMAK (HUBUNGAN INTIM / BERSETUBUH) SAAT IHRAM BELUM TAHALUL
Apa aturan berafiliasi suami istri sehabis melaksanakan tawaf ifadah dan sai alasannya yaitu terlupakan?
Sah atau tidak hajinya? Apa solusinya?
JAWABAN HUBUNGAN INTIM ATAU BERSETUBUH SAAT BELUM TAHALUL HAJI ATAU UMROH
Pelanggaran haji, termasuk kekerabatan intim suami istri, yang dilakukan alasannya yaitu lupa atau tidak tahu atas keharamannya, maka hajinya tetap sah dan tidak diwajibkan membayar fidyah berdasarkan madzhab Syafi'i.
Al-Jaziri dalam Al-Fiqh alal Madzahib Al-Arba'ah, hlm. 1/1064, menyatakan:
الشافعية قالوا : يفسد الحج بالجماع بشروط : أحدها : أن يولج الحشفة أو قدرها إذا لم تكن له حشفة في قبل أو دبر ولو بهيمة ولو بحائل ثانيهما : أن يكون عالما عامدا مختارا فإذا كان جاهلا أو ناسيا أو مكرها فإن حجه لا يفسد بالجماع ثالثها : أن يقع منه قبل التحلل الأول
Artinya: Madzhab Syafi'i beropini haji batal alasannya yaitu jimak (hubungan intim) dengan tiga syarat: 1. terjadinya kekerabatan intim secara pasti; 2. pelaku tahu atas keharamannya, sengaja, tidak dipaksa. Apabila beliau tidak tahu atau lupa atau dipaksa, maka hajinya tidak batal alasannya yaitu jimak; 3. terjadi sebelum tahalul awal.
Dalam kasus anda, jika memang jimak itu dilakukan alasannya yaitu lupa atau tidak tahu jika itu dilarang, maka aturan hajinya tetap sah. Dan silahkan lanjutkan ibadah hajinya hingga simpulan sesuai urutan yang berlaku.
Apa aturan berafiliasi suami istri sehabis melaksanakan tawaf ifadah dan sai alasannya yaitu terlupakan?
Sah atau tidak hajinya? Apa solusinya?
JAWABAN HUBUNGAN INTIM ATAU BERSETUBUH SAAT BELUM TAHALUL HAJI ATAU UMROH
Pelanggaran haji, termasuk kekerabatan intim suami istri, yang dilakukan alasannya yaitu lupa atau tidak tahu atas keharamannya, maka hajinya tetap sah dan tidak diwajibkan membayar fidyah berdasarkan madzhab Syafi'i.
Al-Jaziri dalam Al-Fiqh alal Madzahib Al-Arba'ah, hlm. 1/1064, menyatakan:
الشافعية قالوا : يفسد الحج بالجماع بشروط : أحدها : أن يولج الحشفة أو قدرها إذا لم تكن له حشفة في قبل أو دبر ولو بهيمة ولو بحائل ثانيهما : أن يكون عالما عامدا مختارا فإذا كان جاهلا أو ناسيا أو مكرها فإن حجه لا يفسد بالجماع ثالثها : أن يقع منه قبل التحلل الأول
Artinya: Madzhab Syafi'i beropini haji batal alasannya yaitu jimak (hubungan intim) dengan tiga syarat: 1. terjadinya kekerabatan intim secara pasti; 2. pelaku tahu atas keharamannya, sengaja, tidak dipaksa. Apabila beliau tidak tahu atau lupa atau dipaksa, maka hajinya tidak batal alasannya yaitu jimak; 3. terjadi sebelum tahalul awal.
Dalam kasus anda, jika memang jimak itu dilakukan alasannya yaitu lupa atau tidak tahu jika itu dilarang, maka aturan hajinya tetap sah. Dan silahkan lanjutkan ibadah hajinya hingga simpulan sesuai urutan yang berlaku.
Tentang apakah wajib fidyah/dam? Maka jawabnya tidak wajib. Berdasarkan anutan Imam Nawawi dalam Al-Majmuk, hlm. 7/363:
جامع المحرم قبل التحلل من العمرة أو قبل التحلل الأول من الحج ناسيا لإحرامه أو جاهلا تحريمه
وإن لبس أو تطيب أو دهن رأسه أو لحيته جاهلا بالتحريم أو ناسيا للإحرام لم يلزمه الفدية
Artinya: Orang ihram yang jimak sebelum tahalul umroh atau sebelum tahalul awal dari haji alasannya yaitu lupa pada ihramnya atau tidak tahu keharamannya ... maka tidak wajib fidyah.
Alasan dan dasar dari pendapat Imam Nawawi dalam Al-Majmuk, hlm. 7/363, yaitu sbb:
لما روى يعلى بن أمية رضي الله عنه قال : { أتى رسول الله صلى الله عليه وسلم رجل بالجعرانة ، وعليه جبة ، وهو مصفر رأسه ولحيته فقال : يا رسول الله أحرمت بعمرة وأنا كما ترى ، فقال : اغسل عنك الصفرة وانزع عنك الجبة ، وما كنت صانعا في حجك فاصنع في عمرتك } " ولم يأمره بالفدية فدل على أن الجاهل لا فدية عليه ، وإذا ثبت هذا في الجاهل ثبت في الناسي ، لأن الناسي يفعل وهو يجهل تحريمه عليه ، فإن ذكر ما فعله ناسيا أو علم ما فعله جاهلا نزع اللباس وأزال الطيب ، لحديث يعلى بن أمية ، فإن لم يقدر على إزالة الطيب لم تلزمه الفدية ، لأنه مضطر إلى تركه فلم تلزمه فدية ، كما لو أكره على التطيب ، وإن قدر على إزالته واستدام لزمته الفدية لأنه تطيب من غير عذر ، فأشبه إذا ابتدأ به وهو عالم بالتحريم .
Artinya: Berdasarkan hadits sahih (riwayat Bukhari dan Muslim) dari Ya'la bin Umayyah ia berkata: Seorang pria tiba menemui Rasulullah di Ji'ranah. Ia menggunakan jubah dan mengecat kuning rambut dan jenggotnya. Ia bertanya: Wahai Rasulullah saya ihrom umroh sedangkan saya mirip yang engkau lihat. Nabi menjawab: Cucilah cat kuning (rambut dan jenggot)-mu dan lepaskan baju jubahmu. Apa yang kau lakukan ketika hajimu, lakukan juga pada umrah-mu. (Imam Nawawi berkata) Nabi tidak menyuruh lelaki itu untuk membayar fidyah. Ini mengatakan bahwa orang yang tidak tahu tidak dikenakan fidyah. Apabila ini berlaku bagi orang bodoh, maka berlaku juga untuk orang lupa. Karena orang lupa itu melaksanakan sesuatu ketika beliau tidak tahu keharamannya. Apabila ia ingat apa yang dilakukannya ketika lupa atau tahu apa yang dilakukannya alasannya yaitu tidak tahu hukumnya maka hendaknya ia melepaskan baju dan menghilangkan wangi-wangian berdasarkan hadits Ya'la bin Umayyah. Apabila tidak bisa menghilangkan anyir wanginya maka tidak wajib fidyah alasannya yaitu ia butuh meninggalkannya maka tidak wajib fidyah. Sebagaimana apabila dipaksa menggunakan wewangian. Apabila bisa menghilangkan anyir wangi tapi tidak dilakukan maka wajib fidyah baginya alasannya yaitu beliau menggunakan wewangian tanpa udzur. Hal ini ibarat orang yang mulai menggunakan wewangian dan tahu aturan keharamannya.
BERSETUBUH SETELAH TAHALUL AWAL HAJI ATAU SEBELUM TAHALUL UMROH
Orang haji atau umroh yang melaksanakan kekerabatan intim (jimak) suami istri sehabis tahalul awal haji atau sebelum tahalul umroh, maka aturan hajinya tetap sah namun harus membayar fidyah berupa satu ekor kambing biri-biri dan tidak wajib mengulangi umroh berdasarkan madzhab Syafi'i.
Dalam Al-Mausuah Al-Fiqhiyah, hlm. 2/192, dinyatakan:
" اتَّفَقُوا عَلَى أَنَّ الْجِمَاعَ بَعْدَ التَّحَلُّل الأوَّل لاَ يُفْسِدُ الْحَجَّ .... وَوَقَعَ الْخِلاَفُ فِي الْجَزَاءِ الْوَاجِبِ : فَذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ إِلَى أَنَّهُ يَجِبُ عَلَيْهِ شَاةٌ . قَالُوا فِي الاِسْتِدْلاَل : " لِخِفَّةِ الْجِنَايَةِ ، لِوُجُودِ التَّحَلُّل فِي حَقِّ غَيْرِ النِّسَاءِ " . وَقَال مَالِكٌ ، وَهُوَ قَوْلٌ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ : يَجِبُ عَلَيْهِ بَدَنَةٌ . وَعَلَّلَهُ الْبَاجِيُّ بِأَنَّهُ لِعِظَمِ الْجِنَايَةِ عَلَى الإِحْرَامِ . وَأَوْجَبَ مَالِكٌ وَالْحَنَابِلَةُ عَلَى مَنْ فَعَل هَذِهِ الْجِنَايَةَ بَعْدَ التَّحَلُّل الأوَّل قَبْل الإفَاضَةِ أَنْ يَخْرُجَ إِلَى الْحِل ، وَيَأْتِيَ بِعُمْرَةٍ ، لِقَوْل ابْنِ عَبَّاسٍ ذَلِكَ ..... وَلَمْ يُوجِبِ الْحَنَفِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ ذَلِكَ
Artinya: Ulama setuju bahwa jimak (bersetubuh, wati', kekerabatan intim suami istri) yang dilakukan sehabis tahalul awal tidak membatalkan haji ... terjadi perbedaan ulama dalam soal fidyah yang wajib dibayaran. Madzhab Hanafi, Syafi'i dan Hanbali (Hanabilah) menyatakan wajibnya membayar fidyah kambing biri-biri. Mereka berargumen: Karena pelanggaran ringan alasannya yaitu adanya tahalul bagi selain perempuan. Imam Malik berkata, ini satu pendapat madzhab Syafi'i dan Hanbali: Wajib bayar fidyah unta. Al-Baji beralasan alasannya yaitu ini termasuk pelanggaran besar pada ketika ihram. Imam Malik dan madzhab Hanbali mewajibkan bagi yang melaksanakan pelanggaran ini sehabis tahalul awal sebelum tawaf ifadhoh untuk keluar ke tanah halal (di luar haram), dan melaksanakan umroh berdasarkan perkataan Ibnu Abbas dalam soal ini. Madzhab Hanafi dan Syafi'i tidak mewajibkan hal ini.
Sumber https://www.alkhoirot.net
جامع المحرم قبل التحلل من العمرة أو قبل التحلل الأول من الحج ناسيا لإحرامه أو جاهلا تحريمه
وإن لبس أو تطيب أو دهن رأسه أو لحيته جاهلا بالتحريم أو ناسيا للإحرام لم يلزمه الفدية
Artinya: Orang ihram yang jimak sebelum tahalul umroh atau sebelum tahalul awal dari haji alasannya yaitu lupa pada ihramnya atau tidak tahu keharamannya ... maka tidak wajib fidyah.
Alasan dan dasar dari pendapat Imam Nawawi dalam Al-Majmuk, hlm. 7/363, yaitu sbb:
لما روى يعلى بن أمية رضي الله عنه قال : { أتى رسول الله صلى الله عليه وسلم رجل بالجعرانة ، وعليه جبة ، وهو مصفر رأسه ولحيته فقال : يا رسول الله أحرمت بعمرة وأنا كما ترى ، فقال : اغسل عنك الصفرة وانزع عنك الجبة ، وما كنت صانعا في حجك فاصنع في عمرتك } " ولم يأمره بالفدية فدل على أن الجاهل لا فدية عليه ، وإذا ثبت هذا في الجاهل ثبت في الناسي ، لأن الناسي يفعل وهو يجهل تحريمه عليه ، فإن ذكر ما فعله ناسيا أو علم ما فعله جاهلا نزع اللباس وأزال الطيب ، لحديث يعلى بن أمية ، فإن لم يقدر على إزالة الطيب لم تلزمه الفدية ، لأنه مضطر إلى تركه فلم تلزمه فدية ، كما لو أكره على التطيب ، وإن قدر على إزالته واستدام لزمته الفدية لأنه تطيب من غير عذر ، فأشبه إذا ابتدأ به وهو عالم بالتحريم .
Artinya: Berdasarkan hadits sahih (riwayat Bukhari dan Muslim) dari Ya'la bin Umayyah ia berkata: Seorang pria tiba menemui Rasulullah di Ji'ranah. Ia menggunakan jubah dan mengecat kuning rambut dan jenggotnya. Ia bertanya: Wahai Rasulullah saya ihrom umroh sedangkan saya mirip yang engkau lihat. Nabi menjawab: Cucilah cat kuning (rambut dan jenggot)-mu dan lepaskan baju jubahmu. Apa yang kau lakukan ketika hajimu, lakukan juga pada umrah-mu. (Imam Nawawi berkata) Nabi tidak menyuruh lelaki itu untuk membayar fidyah. Ini mengatakan bahwa orang yang tidak tahu tidak dikenakan fidyah. Apabila ini berlaku bagi orang bodoh, maka berlaku juga untuk orang lupa. Karena orang lupa itu melaksanakan sesuatu ketika beliau tidak tahu keharamannya. Apabila ia ingat apa yang dilakukannya ketika lupa atau tahu apa yang dilakukannya alasannya yaitu tidak tahu hukumnya maka hendaknya ia melepaskan baju dan menghilangkan wangi-wangian berdasarkan hadits Ya'la bin Umayyah. Apabila tidak bisa menghilangkan anyir wanginya maka tidak wajib fidyah alasannya yaitu ia butuh meninggalkannya maka tidak wajib fidyah. Sebagaimana apabila dipaksa menggunakan wewangian. Apabila bisa menghilangkan anyir wangi tapi tidak dilakukan maka wajib fidyah baginya alasannya yaitu beliau menggunakan wewangian tanpa udzur. Hal ini ibarat orang yang mulai menggunakan wewangian dan tahu aturan keharamannya.
BERSETUBUH SETELAH TAHALUL AWAL HAJI ATAU SEBELUM TAHALUL UMROH
Orang haji atau umroh yang melaksanakan kekerabatan intim (jimak) suami istri sehabis tahalul awal haji atau sebelum tahalul umroh, maka aturan hajinya tetap sah namun harus membayar fidyah berupa satu ekor kambing biri-biri dan tidak wajib mengulangi umroh berdasarkan madzhab Syafi'i.
Dalam Al-Mausuah Al-Fiqhiyah, hlm. 2/192, dinyatakan:
" اتَّفَقُوا عَلَى أَنَّ الْجِمَاعَ بَعْدَ التَّحَلُّل الأوَّل لاَ يُفْسِدُ الْحَجَّ .... وَوَقَعَ الْخِلاَفُ فِي الْجَزَاءِ الْوَاجِبِ : فَذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ إِلَى أَنَّهُ يَجِبُ عَلَيْهِ شَاةٌ . قَالُوا فِي الاِسْتِدْلاَل : " لِخِفَّةِ الْجِنَايَةِ ، لِوُجُودِ التَّحَلُّل فِي حَقِّ غَيْرِ النِّسَاءِ " . وَقَال مَالِكٌ ، وَهُوَ قَوْلٌ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ : يَجِبُ عَلَيْهِ بَدَنَةٌ . وَعَلَّلَهُ الْبَاجِيُّ بِأَنَّهُ لِعِظَمِ الْجِنَايَةِ عَلَى الإِحْرَامِ . وَأَوْجَبَ مَالِكٌ وَالْحَنَابِلَةُ عَلَى مَنْ فَعَل هَذِهِ الْجِنَايَةَ بَعْدَ التَّحَلُّل الأوَّل قَبْل الإفَاضَةِ أَنْ يَخْرُجَ إِلَى الْحِل ، وَيَأْتِيَ بِعُمْرَةٍ ، لِقَوْل ابْنِ عَبَّاسٍ ذَلِكَ ..... وَلَمْ يُوجِبِ الْحَنَفِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ ذَلِكَ
Artinya: Ulama setuju bahwa jimak (bersetubuh, wati', kekerabatan intim suami istri) yang dilakukan sehabis tahalul awal tidak membatalkan haji ... terjadi perbedaan ulama dalam soal fidyah yang wajib dibayaran. Madzhab Hanafi, Syafi'i dan Hanbali (Hanabilah) menyatakan wajibnya membayar fidyah kambing biri-biri. Mereka berargumen: Karena pelanggaran ringan alasannya yaitu adanya tahalul bagi selain perempuan. Imam Malik berkata, ini satu pendapat madzhab Syafi'i dan Hanbali: Wajib bayar fidyah unta. Al-Baji beralasan alasannya yaitu ini termasuk pelanggaran besar pada ketika ihram. Imam Malik dan madzhab Hanbali mewajibkan bagi yang melaksanakan pelanggaran ini sehabis tahalul awal sebelum tawaf ifadhoh untuk keluar ke tanah halal (di luar haram), dan melaksanakan umroh berdasarkan perkataan Ibnu Abbas dalam soal ini. Madzhab Hanafi dan Syafi'i tidak mewajibkan hal ini.
Sumber https://www.alkhoirot.net
Buat lebih berguna, kongsi: